Bab 24 : Syifa Story

5.6K 207 10
                                    

POV Syifa

Namaku Syifa Khairul Bariyah umurku 24 tahun. Aku seorang santriwati di pesantren Darul Qur'an di Jogjakarta.

Diumurku yang 23 tahun lalu, aku mempunyai tunangan. Dia pria yang sangat aku idamkan ketika pertama kali aku menjejakan kakiku disini. Dia sosok pria yang soleh, berbakti kepada orangtua dan juga dikagumi para santri atau santriwati disini. Dia pria yang aku cintai.. Muhammad Ali Alfarizi

Ustadz Ali, aku begitu mengidamkan dia dan berdo'a kepada Allah disepertiga malamku. Meminta padanya semoga aku mendapatkan jodoh seperti Ali.

Akan kuceritakan awal mula Ali mulai melirikku dan memutuskan untuk mengkhitbah diriku..

Aku hanya bisa melihatnya dari jauh tanpa bisa mendekat atau menampakan diriku didepan nya. Dia begitu menjaga pandangan matanya, tak pernah sekalipun dia bertatapan lama dengan seorang wanita yang bukan mahram nya.

Saat itu aku bersama santriwati yang lain sedang mengaji didalam masjid. Kami semua tadarus sampai jam menunjukan pukul 10.00 malam... kami semua menyudahi tadarus kami lalu kembali keasrama masing masing. Mereka semua lebih dulu pergi dan meninggalkan ku di Masjid sendiri. Aku pun pulang keasrama sendiri.

Ketika sedang berjalan, aku mendapati Ustadz Ali yang sedang berjalan didepan. Dia melihat kearahku tapi aku menundukan kepalaku, dia hanya sekilas melihatku dan ikut menundukan kepalanya.

Ketika dia berjalan berlawan arah dengan ku tiba tiba saja sesuatu jatuh dari saku Ustadz Ali. Dia tidak menyadari jika tasbih nya terjatuh. Aku menghentikan langkahku dan mengambil tasbih itu

"Asslamu'alaikum Ustadz Ali.." ucapku

Ustadz Ali menghentikan langkahnya, dan berbalik dan menjawab salam dariku.

"Wa'alaikumsalam"

"Maaf Ustadz, tasbih anda terjatuh tadi" ucapku

Dia melirik kearah tangan kananku yang sedang memegang tasbih itu. Lalu aku menyerahkannya dan disambut oleh nya. Aku memberikan tasbih itu tanpa sedikitpun menyentuh nya

"Terimakasih"

"Sama sama"

Semenjak hari itu dimana Ustadz Ali melirikku dan menyadari keberadaanku aku sungguh senang dibuatnya.

***

Terhitung satu bulan semenjak kejadian itu, aku belum menyapa Ustadz Ali. Dan terlihat pria itu tidak berada dilingkungan pesantren ini, aku bertanya tanya dalam batinku diaman dia?

Aku mencoba untuk melupakan sosok itu dan memfokuskan diriku untuk mengaji dan belajar.

Sampai suatu hari aku dipanggil oleh Kyai Jamil. Dia mengundangku untuk datang ke kediaman mereka. Jujur awalnya aku gugup, aku pikir aku berbuat kesalahan sehingga aku dipanggil oleh mereka.

Tapi ketika aku datang dan memenuhi undangan mereka satu fakta yang membuatku terkejut sekaligus senang. Umi Fatimah dan Kyai Jamil memintaku untuk menjadi pendamping hidup dari Ustadz Ali.

Aku senang, do'aku selama ini telah dikabulkan. Tak henti hentinya aku bersyukur, selama ini aku meminta kepada Allah pasangankan aku dengan pria seperti Ustadz Ali.

Aku bersedia menerima lamaran tersebut. Sampai diamana Ustadz Ali mengkhitbahku, dan cincin emas putih melingkar di jari manis tengahku..

Aku bersyukur karna Allah memilihkan ku jodoh bersama orang yang aku cinti dari dulu...

Orangtuaku sangat senang mengetahui bahwa aku akan dilamar dengan salah satu anak kyai pemilik pesantren. Bahkan mereka dengan semangatnya, datang Ke Jogja, kepesantren ini untuk proses lamaranku.

Kami saling diberi waktu untuk mengenal satu sama lain. Dan kabar pertunanganku dengan Ustadz Ali sudah menyebar luas. Sebeanrnya kami sudah menutupinya, tapi enath mengapa gosip langsung beredar...

Awalanya kami terasa tak masalah, tapi jika terus dibiarkan semua orang akan salah paham dan timbulah fitnah. Maka dari itu, Ustadz Ali meminta kepada keluargaku untuk mempercepat proses pernikahan nya.

Hingga suatu saat dimana seharusnya pernikahan itu dilaksanakan semuanya menjadi kacau dan tak terkendali. Dan membuat pertunanganku dan Ustadz Ali batal. Pihak dari calon besan memutuskan pertunangan ini. Hatiku sakit, ketika mereka meminta nya. Tapi apa dayaku, aku harus menerima konsekuensinya.

Karna semua yang terjadi ini bukanlah kesalahan Ustadz Ali ataupun keluarganya. Melainkan aku dan pihak keluargaku yang sudah mengkhianati mereka.

Padahal pernikahan kami akan diselenggarakan 3 hari mendatang. Tapi mendadak semuanya dibatalkan, aku begitu sedih, marah, kecewa. Aku tak terima karna pembatalan pernikahan ini. Aku hampir gila! Semua undangan sudah disebar kesanak saudara. Tapi itu semua langsung ditarik!

Aku menyalahkan keluargaku atas pembatalan pernikahan ini. Aku begitu buta, sehingga hawa nafsu menyelimuti diriku. Aku bahkan membentak orangtuaku sendiri.

Aku beristigfar dan meminta ampun pada Allah atas kesalahanku. Dan aku mulai mendekatkan diriku padanya, berserah diri padanya.

Ustadz Ali, pria yang aku idam dan aku cintai. Dia adalah mantan calon suamiku, dan pria yang tak kan pernah aku bisa raih.

Meski begitu aku mencoba ikhlas untuk melepas Ustadz Ali, pria yang aku cintai.

5 bulan kami sudah kami memutuskan pertunangan itu. Mendengar kabar dari mulut Umi Fatimah sendiri jika Ali sudah menikah. Dan bahkan dia memperkenalkan istrinya Utstadz Ali padaku.

Kecewa? Iya, aku yang selalu berharap menikah dengan nya, tapi tak terlaksana. Dia justru menikah dengan wanita yang jauh lebih cantik dariku.

Aku bahkan mengajarinya membaca Al Qur'an dan mengajaknya untuk kajian bersama. Ada rasa sakit setiap kali aku harus berdekatan dengan istrinya, Hulya. Aku iri padanya, dia wanita yang beruntung mendapatkan suami seperti Ustadz Ali.

Hulya begitu beruntung mendapatkan cinta dari seorang pria soleh. Yang diidamkan seluruh santriwati disini.

***

"Ibu..." ucapku

Aku sedang berbicara ditelpon dengan Ibuku, seperti biasa sebulan sekali kami sering bertukar kabar.

"Bagaimana keadaanmu disana Syifa?" Tanya ibuku

"Alahamdullilah baik bu, bagaimana dengan ibu dan ayah?" Tanyaku kembali

"Alhamdullilah disini ibu juga baik baik saja"

"Senang aku mendengarnya"

Entah mengapa setiap kali berbicara pada orangtuaku aku selalu memberikan dinding batas diantara mereka. Apa karna kejadian itu? Yang membuatku seperti menjauhi mereka.

"Pulanglah nak" ucap ibuku

Aku terdiam ketika ibu memintaku untuk pulang. Bukan karna dia merindukanku juga, tapi ada maksud lain jika ibu memintaku pulang.

"Maaf, aku tak bisa"

"Ayahmu sudah menemukan pria yang pantas untukmu"

"Maaf bu, aku belum siap"

"Jangan ditunda tunda Syifa..."

"Ibu aku..."

"Lupakan dia, sekarang kamu mulailah hidup baru"

"Aku belum bisa melupakan nya"

Lidahku begitu kelu, aku tak bisa lagi menolak semua perintah ibuku. Sudah kesekian kalinya, mereka memintaku pulang dan segera menikah dengan pria pilihan mereka. Akan tetapi aku menolak semuanya, karna hidupku masih terbayang bayang Ustadz Ali.

"Lalu sampai kapan kamu siap?"

"Aku tidak tahu" jawabku lemas

"Cara yang terbaik untuk melupakan nya adalah mencari pasangan yang mencintai kita dan saling berbahagia. Seiring berjalan nya waktu cintamu akan pudar untuknya" jelas ibuku

TBC

Gak update udah 3 hari ya? Mianhe.. aku sibuk banget... engga deh ga ada paketan😢

Ana Uhhibukka Fillah, Istriku [TAMAT] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang