Boston, Massachusetts
November, 2006Begitu sampai di suite-nya hal pertama yang dilakukan Maggie adalah memeriksa persediaan minuman di lemari pendingin. Setelah mendapatkan sekaleng coke yang masih tersedia di lemari pendingin, Maggie duduk di depan konter. Tangannya terjulur untuk menekan tombol dari mesin penerima pesan suara. Dalam hitungan detik, keheningan itu pecah oleh pesan demi pesan yang muncul secara bergiliran.
Sedikitnya, Maggie menerima lima pesan suara dari Harry, satu pesan suara dari Jared yang memintanya untuk mengadakan rapat Minggu ini, Maggie melewati pesan itu dengan cepat kemudian beralih ke pesan suara lainnya. Suara familier Lisa Anne, seorang konsultan kesehatannya kemudian masuk. Lisa menginginkan Maggie untuk tidak melewati jadwal konsultasi kesehatannya seperti minggu-minggu sebelumnya. Tapi, Maggie tidak tahu apa ia masih bisa menyempatkan diri untuk hadir, setidaknya sampai Kate ditemukan. Mungkin, Maggie harus meminta Lisa menjadwalkan ulang untuk sesinya.
Mesin penerima pesan itu mengeluarkan bunyi bip setelah seluruh pesan yang masuk telah habis. Melihat dari seluruh pesan yang masuk, hampir semuanya membutuhkan respons cepat dari Maggie, tapi tidak satupun di antara pesan itu yang berhasil mengalihkan pikirannya dari Dale dan wanita cantik bernama Sharon yang kehadirannya sangat mengusik Maggie.
Maggie merasa bodoh karena kesal setelah mendengar bagaimana Sharon membicarakan Dale. Niatnya untuk menemui Dale dan mengatakan bahwa Maggie menginginkan laki-laki itu bersamanya segera buyar setelah menjumpai Sharon. Perasaan asing yang mendominasi dirinya saat ini terasa sangat mengganggu, terutama karena Maggie tidak bisa menerima fakta bahwa Sharon masih menyukai Dale. Peduli setan apa laki-laki itu menyukai Sharon atau tidak.
Pikiran tentang Kate, pekerjaannya yang menumpuk, juga Dale, membuat Maggie jatuh seketika itu juga. Maggie tidak tahu kalau ia bisa selemah itu, tapi ia juga tidak bisa menahan dirinya untuk tidak menangis untuk yang kedua kalinya.
Selama lima belas menit Maggie duduk di sana dan hanya memikirkan betapa buruknya apa yang terjadi akhir-akhir ini, tangis Maggie kian menjadi-jadi. Tidak tanggung-tanggung ia membuat tampilannya kacau. Tapi Maggie tidak peduli. Ia hanya merasa bahwa menangis itu akan membantu meringankan bebannya. Selama bertahun-tahun Maggie berdiri sebagai sosok yang tak kenal ampun, sosok tegar seperti yang diharapkan Bill Russell, dan untuk pertama kalinya Maggie benar-benar jatuh. Menangis dan mengeluhkan masalahnya, dua hal yang ia tahu sangat dibenci ayahnya. Maggie tidak peduli. Ia percaya apa yang dikatakan oleh psikiaternya bahwa ada saat dimana seseorang berada di titik paling lemah dari yang bisa ditanggungnya, saat-saat dimana seseorang merasa lebih baik saat menangis, lebih baik setelah mengeluh, lebih baik ketika sendirian.
Kelihatannya hal itu tidak berlaku untuk Maggie. Karena, beberapa menit kemudian, seseorang mengetuk pintu suite-nya dengan keras hingga mengalihkan seluruh perhatian Maggie.
Maggie mantap ke arah jam dinding pukul sebelas lewat dua puluh menit. Tidak ada petugas kebersihan yang datang pada pukul itu. Dan pastinya seseorang di sana bukanlah petugas hotel yang sedang berjaga apalagi petugas keamanan yang berjaga dishift malam.
Setelah satu menit berselang dan Maggie tidak mengindahkan ketukan keras di pintunya, seseorang di luar sana tidak mau menyerah. Ia tetap mengetuk pintu dan menunggu Maggie untuk membuka pintu suite-nya.
Merasa kesal, Maggie mengangkat tubuhnya dengan malas dari atas kursi kemudian berjalan ke arah pintu. Ia hanya memberi celah sedikit ketika membuka daun pintu, untuk bisa menatap kehadiran seseorang di depan sana. Namun, begitu matanya bertemu tatap dengan Dale di sana, Maggie cepat-cepat mendorong pintu hingga tertutup kembali. Usahanya terasa sia-sia ketika Dale menahan pintu itu dengan tubuhnya dan memaksa untuk masuk.
![](https://img.wattpad.com/cover/184204571-288-k697675.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Boston Highway (seri ke-1) PULCHRITUDE
Mistério / SuspenseBoston, Massachusetts, digemparkan oleh penemuan dua korban pembunuhan yang diletakkan dalam peti mayat dengan kondisi yang siap untuk dikuburkan. Setiap korban memiliki ciri identik yang sama: muda, atraktif, berambut pirang dan memiliki warna mata...