HEA 28

1.3K 97 0
                                    

Adit POV

Sudah 2 hari Adzana hilang. Sampai sekarang, belum juga ketemu. Semua orang sudah berusaha mencari Adzana, tetapi tetap aja belum ketemu.

Padahal, aku udah arahin polisi sama anak buah Papa untuk cari Adzana.

Aqila juga sakit. Karena dia gak mau makan, maag-nya kambuh. Sekarang, aku di rumah Aqila. Sejak Adzana hilang, aku nginap di rumah Aqila.

Aku sering disuruh nginap sama Bunda Aqila. Tapi Aku selalu menolak. Sekarang, akhirnya mau nginap di rumah Aqila. Gak tau kenapa, rasanya  mau jagain Aqila yang lagi sakit.

Semalam, aku tidur di kamar Aira. Dan Aira tidur bersama Aqila. Sebenarnya, aku mau tidur di kamar Aqila. Namun, aku dan dia belum halal. Mana bisa tidur sekamar?

Kalau  tidur di kamar Aqila, nanti malah digrebek sama tetangga. Terus dinikahin sama Aqila. Sebenarnya  mau sih dinikahin, tetapi gak mau nikah sekarang.

Aku mau nikah saat udah siap dan bikin pesta yang meriah. Aku mau nikah sekali seumur hidup, kalau bisa sama Aqila. Masalahnya Aqilanya mau apa nggak.

Setelah aku siap, langsung berjalan menuju dapur. Tebak, aku lagi ngapain ke dapur? Yap,  mau bikin bubur untuk Aqila. Aku gak begitu bisa memasak. Namun, kalau bikin bubur sih Aku bisa. Di dapur ada bundanya Aqila. Beliau bingung kenapa tiba-tiba aku ke dapur.

"Adit!" panggil Bunda Naya, bunda kandung Aqila dan Aira.

"Iya, Bun?" jawabku karena dipanggil, sama calon mertua.

"Kamu butuh sesuatu? Tumben masuk dapur."

"Gak kok, Bun!"

"Terus kamu mau ngapain?" tanya nya.

"Mau bikin bubur."

"Kalo kamu mau bubur, biar Bunda yang buatin!" tawarnya.

"Gak usah, Bun! Buburnya bukan buat Adit, Bun."

"Terus buburnya buat siapa?"

"Buat Aqila, Bun. Kan Aqila lagi sakit, jadi Adit mau bikin bubur buat Aqila."

"Biar Bunda aja yang bikin!"

Aku gak mau lah. Kan maunya kalo aku yang bikin buburnya. Aku ingin bikin bubur spesial hasil buatanku sendiri untuk Aqila.

"Gak usah, Bun! Nanti ngerepotin Bunda." tolakku dengan halus.

"Gak ngerepotin kok. Kan buburnya buat anak Bunda."

"Bun, biar Adit aja, ya, yang bikin buburnya? Adit pengen buatin bubur spesial untuk Aqila."

"Iya deh, kamu yang buatin bubur buat Aqila. Emang Adit bisa masak?"

"Bisa kok, Bun."

"Gih, kamu buatin bubur spesial buat Aqila!"

"Iya, Bun."

"Kamu tau kan, bahan untuk bikin bubur?"

"Tau kok, Bun."

"Yaudah, kalo gitu Bunda nyamperin Ayah dulu, ya."

Sekarang waktu gue masak bubur spesial. Gue juga udah siapin semua bahannya. Gue langsung masak buburnya, dan itu gak butuh waktu lama.

"Akhirnya, bubur spesial untuk Aqila udah jadi!" gumamku saat bubur spesial buatan tanganku sudah siap.

Aku langsung membawa bubur ke kamar Aqila. Jangan suudzon, aku tidak berduaan sama Aqila. Soalnya, ada Aira. Waktu aku masuk ke kamar, aku lihat wajah Aqila pucat banget. Namun, tetap cantik.

"Eh, Mas Adit." tegur Aira saat melihatku.

"Iya, Ai."

"Mas Adit bawa apa?" tanya Aira.

"Bubur."

"Bubur buat siapa, Mas? Buat Aira pasti!" kata Aira dengan percaya diri.

"Bukan. Tapi buat kakak kamu, Aqila."

"Oh, jadi yang dibuatin bubur cuma Kak Aqila doang? Aira gak dibikinin?"

"Iyalah, buat kakak kamu doang. Kamu minta bikinin bubur kayak lagi sakit aja."

"Aira kan juga mau."

"Gak boleh!"

"Ih, Mas Adit jahat. Aira mau buburnya." Rengek Aira karena tergiur dengan bubur yang gue bawa.

"Udah... itu kamu makan aja buburnya! Kakak gak mau makan." lerai Aqila karena muak mendengar perdebatan kecil di antara aku dan Aira.

"Beneran, Kak? Yey... makasih, Kakak ku sayang," ucap Aira kegirangan.

"Gak boleh! Ini buat Aqila, kamu ambil sendiri di panci. Kayaknya masih ada deh," ucapku.

"Beneran, Mas?"

"Iya," jawabku.

"Makasih, Mas Adit," ucap Aira sebelum melengos ke dapur.

Sekarang tersisa kita berdua. Karena kita gak boleh berduaan di kamar, aku keluar dulu menunggu Aira kembali. Tidak lama kemudian, Aira datang bersama semangkok bubur. Kita pun masuk ke kamar Aqila lagi.

"Mas Adit, buburnya siapa yang bikin?" Tanya Aira.

"Mas adit yang bikin."

"Masa? Emang Mas Adit bisa masak?" tanya Aira lagi.

"Bisa dong, buktinya, bubur bikinan Mas Adit udah kamu makan," godaku padanya.

"Bukan bikinan Bunda, kan, Mas Adit?"

"Bukanlah! Bikinan Mas Adit sendiri tau."

"Aira mau coba, enak apa enggak buburnya. Kalo gak, Kak Aqila gak usah makan bubur ini."

Aku sendiri sebenarnya gak yakin kalau bubur ini enak. Namun, tadi aku bikin bubur sesuai dengan apa yang Mama ajarin. Aku emang pernah diajarin Mama bikin bubur, tetapi baru sekarang aku praktekin di sini.

"Enak, kan, buburnya?" tanyaku hati-hati.

"Gak enak, Mas!"

"Yaudah, gak usah dimakan! Biar nanti Mas minta tolong Bunda untuk bikin bubur lagi," ucapku dan sudah berdiri untuk mencari Bunda.

"Eh, gak usah, Mas! Ini enak banget malah." puji Aira dengan gamblang.

"Beneran?"

Aira mengangguk, "Beneran, Mas Adit. Kalo gak percaya, Mas Adit coba aja!" Saran Aira.

Karena penasaran, gue langsung mencoba bubur bikinan gue. Dan ternyata memang enak.

Alhamdulillah, buburnya enak. Kalau enggak, bisa malu gue, ucapku dalam hati.

"Enak, kan, Mas?"

Aku mengangguk sambil berkata, "Iya, enak."

"Gak nyangka, Mas Adit bisa masak."

"Mas Adit gitu loh. Kan misal biar istri Mas Adit sakit, Mas Adit bisa bikinin bubur."

"Kalo Kak Aqila siapanya, Mas Adit?"

"Calon istri Mas Adit," ucapku keceplosan.

"Cie... calon istri Mas Adit."

Walaupun sakit, pipi Aqila merona saat digoda Aira dan gue.

"Cie... Aqila blushing."

"Kak Aqila emang mau jadi istri Mas Adit?"

"Katanya mau makan bubur, kok malah ngobrol sih?" ucap Aqila mengalihkan topik.

"Iya... iya... nih, Aira makan," kata Aira sambil menyuapkan bubur ke dalam mulutnya.

"Qila, aku suapin, ya?" tawarku yang dihadiahi gelengan.

"Gak usah!"

"Gak apa, aku suapin."

Aku langsung menyendok bubur dan menyodorkan di depan mulut Aqila. Setelah makan bubur, Aku meminta Aqila untuk minum obat dari dokter.

jangan lupa vomment

Happy Ever After Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang