009.

9.3K 2K 333
                                    

aku yakin kalian tahu cara menghargai suatu karya. selamat membaca♡

Bagian 9: Renjana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bagian 9: Renjana.

Kalau harus membuat data menurun mengenai kepercayaan diri, mungkin Ayuna akan berada di 3 terbawah. Sungguh, si gadis terlalu suka merendah (sampai kadang membuat si kelinci yang lagi pergi naik bis naik pitam). Ayuna bukannya tidak mencintai diri, ia hanya tahu diri. Dirinya bukan tipe yang mudah dicintai dalam sekejap, dibanding terbuka, Ayuna lebih menjurus pada si tertutup. Yang hanya terpaku pada zona nyaman.

Pendiam, dan banyak yang mengatakan ia defensif tapi ia tidak ambil pusing. Ayuna tidak suka stereotip dan semacamnya, jadi ia tetap memandang diri sebagai gadis puber biasa. Ia hanya kurang nyaman menunjukkan sisi diri sebenarnya pada orang yang tidak akrab betul dengannya. Dan untuk mendapat pernyataan cinta di SMA, ini yang pertama.

Oknum terduga yang bikin Ayuna jantungan adalah si teman dekat, Darren Surya Renjana. Dari namanya saja, sebenarnya sudah ketahuan pribadinya seperti apa. Renjana; rasa hati yang kuat, dalam berbagai perasaan atau niat hati paling dalam. Dan Ayuna membenarkan, si pemilik nama memang si kuat hati yang tegap berdiri. Begitu kuat pada pandangnya sendiri.

Teringat sosok si kelinci yang lagi pergi naik bis, punya pandangan yang sama kuatnya. Ah, belum sebentar Ayuna sudah merindu. Tapi ada sesuatu yang bikin cemas, yaitu eksistensi dari perasaan tersembunyi Darren Renjana. Terlalu lama berteman, Ayuna tahu betul kapan pemuda yang akrab disapa Darren itu bercanda. Ia hafal pola pikirnya. Ia juga hafal kebiasaaan Renja.

Renjana tidak bisa berdusta.
Untuk seseorang yang begitu keras kepala—menurut impresi paling pertama, Renja punya satu kebiasaan; membunyikan sendi jemarinya saat berkata bohong. Dan jelas, kemarin pemuda itu tidak memainkan jarinya sama sekali, pun membuatnya berbunyi. Padahal Renja juga tahu Ayuna itu sosok yang teliti. Renja tidak berdusta soal perasaannya.






"Darren, perlu gue bantu nggak?"

Renjana pada semester dua kelas 10 itu menggeleng, kedua netra terfokus atensi pada karton. Tangannya membunyikan jemari secara kasar. "Enggak. Pulang duluan aja. Nanti gue yang kunci pintunya."

Tapi Ayuna tetap bersikukuh untuk tinggal. Dan akhirnya, mengalah, Renja membagi pekerjaannya dengan si gadis keras kepala.



Itu, satu contoh. Ayuna mencoba mengingat lagi ke belakang.




"Darren, sibuk?"

"Enggak." krek.

"Mau gue bantu?"

"Jangan."

"Kenapa?"

"Kerjaan lo berantakan, morat-marit."

"Beneran?"

"Iya." krek.

"Bohong."

SemenjanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang