014.

8.3K 1.5K 482
                                    

Bagian 14: Sudut Pandang Arunika

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bagian 14: Sudut Pandang Arunika.


Tadinya sih, cuman temenan ... —Jeffrey Pradana A.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"A." Ayuna berucap, suaranya terdengar pada Jeffrey yang sedang mengelap tangannya yang terkena lelehan es lilin. "Jeffrey Pradana A."

Jeffrey menoleh, memandang Ayuna yang sedang memakan es lilinnya juga dengan khidmat. Mereka berdua sedang duduk-duduk santai di bawah pohon rindang, merasakan terpaan angin sore juga kicau-kicau burung di kejauhan. Suara motor para siswa yang berniat pulang tidak membuat mereka beranjak sedikit pun dari tempat keduanya duduk berdiam diri.

"A nya apa?" tanya Ayuna akhirnya, menatap surat balasan yang dikirim Jeffrey padanya. Isinya membuatnya terkekeh dan merasakan gelitik di perut, dengan semburat merah jingga di selajur pipi ia bertanya.

"Arunika," jawab Jeffrey, menyungging senyum. "Seberkas mentari terbit kala pagi, itu artinya."

"Keren." Ayuna memuji, mengundang detak jantung yang melompat satu irama.

"Lembayung," panggil Jeffrey. "Kalau Lembayung, artinya apa?"

"Senja. Lembayung Senja." Kata yang keluar dari bilah bibir merah delima itu terdengar magis. Begitu fana dan menyiksa hati, karena sejak tadi yang Jeffrey berusaha lakukan adalah menetralkan detaknya yang terus menggaung dalam sunyi, ribut-ribut seperti gemuruh.

"Artinya merah jingga," ujar Ayuna lagi. "Kalau Ayuna, nggak tahu. Ayah yang kasih nama, katanya supaya beda dari yang lain."

Dan Jeffrey membenarkan. Selain nama, figur, dan kata-katanya juga sungguh berbeda dari orang biasa. Katakanlah Jeffrey terbutakan; karena sepertinya memang benar begitu. Ia tidak merasa pernah bersinggung atau bertubruk jalan dengan orang yang mirip dengan Ayuna. Polah dan kalimatnya pun diolah seolah hanya untuk dirinya.Jika dikatakan begitu, Ayuna hanya akan tertawa. "Karena setiap manusia, beda-beda. Dan semuanya membawa cerita yang berbeda."

Sekali lagi, Jeffrey membenarkan.

Nyatanya, mereka memang manusia. Tidak kekal, dan tidak akan pernah tersatu dalam satu garis lurus. Pernah sekali Jeffrey menyentuh sedikit telapak tangan Ayuna dan ia tetap tidak bisa menyangkal kalau mereka tidak bisa bersatu. Rasa yang ada dan bersemayam, hangat yang terasa dan menjalar, semuanya tidak mampu menyatukan si mentari terbit dengan senja yang tenggelam.

SemenjanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang