SEMENJANA
dilakoni oleh:
Dimas Nawasena Angkasa
Ayuna Nafara Lembayung
dalam guliran
ANTOLOGI BUMI RAYAPembuka: perihal rumah dan rasa.
"Jangan mau sama Kak Dimas. "
Suatu makan malam hening diruntuhkan oleh malaikat tanpa sayap bernama ibu. Dengan gemelatuk pisau-garpu pada piring, ibu menyebut-nyebut nama Dimas.
"Dia hidupnya serabutan. Bayar kuliah juga belum tentu mampu. Orang tuanya pisah. Hidup kamu enggak bakal sejahtera sama dia," jelas ibu panjang lebar. Anting berliannya ikut bergoyang seraya ia menjelaskan tentang si cinta.
"Iya." Aku hanya mengangguk samar. Kembali menelan daging sapi mahal ke tenggorokan dengan hambar. Pongah sekali dengan kekayaan yang tidak seberapa, rupanya.
"Kamu ngerti?" tanya ibu sekali lagi, seolah memastikan. "Ibu tahu kalian satu organisasi. Dia kakak kelas yang baik, tentu. Tapi bukan tipikal pasangan masa depan yang menjanjikan."
Aku terdiam. Pikiranku sibuk mengawang tidak jelas. Hingga aku mengangguk semu. "... Iya."
Selesai makan, menaiki tangga ke lantai dua. Pergi ke kamarku dan menguncinya dengan penuh dusta. Kutarik jaket sembarang dari lemari kayu di antara lampu remang.
Sebenarnya keluarga kami biasa saja, karena itu mereka menginginkan sesuatu yang menjanjikan. Sesuatu yang bisa mengubah takdir dari yang biasa saja menjadi kaya raya. Tapi sekali lagi, untuk apa hidup kaya raya tapi tidak bahagia? Untuk apa aku tahu arti megah tanpa tahu apa itu rumah?
Jaket sudah sempurna membalut tubuhku, dan jemariku pun lincah mengetik pesan singkat ke Kak Dimas.
Kak Dimas
ayo sepedaan. |
mau cari angin malam. |
21:03 PM| bentar ya.
| 5 menit.
21:05 PMKak Dimas dan sepeda bututnya akan datang, tidak salah kan aku bersiap bagai putri kerajaan?
Hidup sederhana, bukan masalah bagi gadis SMA sepertiku.
"Udah 5 menit?"
"Lewat 15 menit."
"Maaf, males ngebut."
Untuk memperkenalkan diri dulu, hai, di aktaku tertulis nama Ayuna Nafara Lembayung. Kelas 11 jurusan ilmu sosial yang kelasnya di ujung lorong, di dekat WC. Sedikit latar belakang, keluargaku hidup dengan berkecukupan. Semenjak dimutasinya ayah dari Jawa Timur ke Kalimantan, hidup tidak pernah manis selamanya. Terkadang pahit, hingga menimbulkan gores luka yang membekas jauh dalam sukma.
Jatuhnya ekonomi keluarga menyebabkan aku tumbuh sebagai anak yang pendiam, cenderung tak banyak kata karena aku juga tidak tahu harus mengekspresikan apa. Untungnya, Allah berbaik hati dan memberi rezeki di tahun aku masuk SMA. Ayah naik jabatan, walau sering harus dinas ke luar kota, meninggalkan aku, ibu, dan Mbak Gisel.
"Udah makan malem?"
"Udah, jadi Kakak nggak ada alasan buat ngomel."
"Yah."
Dia, namanya Dimas Nawasena Angkasa. Kakak kelasku di OSIS yang mengabdikan diri sebagai ketua seksi bidang lima. Namun, tentu perannya bukan hanya itu.Walau seorang pengomel ulung, Kak Dimas tetaplah seorang yang penuh afeksi dan hangat seperti mentari. Perhatian-perhatiannya kecil, hampir tak kasat mata jika kamu tak jeli melihatnya. Seorang pendengar yang baik, juga, "Karena setiap orang butuh didengarkan."
"Naik dulu, tuan puteri. Mau muter-muter aja atau gimana?" Dimas berujar, kini telah duduk di sepedanya. Aku pun naik ke boncengannya. "Kalau muter-muter aja kuat?"
Latar belakang Kak Dimas tak bisa dibilang sederhana, hubungannya rumit bagai carut-marut karena orang tuanya memutuskan untuk berpisah saat ia masih Sekolah Menengah Pertama. Kak Dimas bilang, kejadian itu meninggalkan gores panjang, yang dalam, menganga lebar dalam dirinya. Tapi di saat yang sama, faktor itu membuatnya dewasa.
Kak Dimas yang baik, baik sekali.
"Menurut Kak Dimas, rumah itu apa?"
"Empat dinding, satu atap?"
"Itu definisi rumah menurut Kakak?"
"Enggak juga sih," ujar Dimas, menimbang. "Tempat aku ngerasa aman, tempat aku bisa pulang."
"Bukan sekadar tempat singgah sebentar, bukan hanya untuk huru-hara."
Bagiku, kamu, adalah rumah dalam bentuk raga.
Namanya Dimas Nawasena, pemuda yang membuatku jatuh cinta di tiap-tiap perlakuan dan perkataan, seseorang yang membuatku jatuh pada kesederhanaannya.
si pemuda dengan segala kesederhanaannya yang sukses membuat aku, jatuh cinta.
so, YES/NO?
Gulir pembuka dari
Antologi Bumi Rayastarted : 19 Januari 2019
end : 9 Oktober 2020
Berikut lampiran catatan sebelum membaca lebih lanjut:
1. Kepercayaan, sifat, pemeran, hubungan keluarga, latar, adegan dan lain-lainnya di dalam buku ini adalah fiksi dan tidak ada sangkut-paut dengan idol yang dijadikan face-claim di dalam buku ini. (Agama yang dianut Dimas, Jeffrey, dkk tidak ada keterkaitan dengan agama idol yang merupakan privasi mereka)
2. Jika ada kesamaan nama tokoh, latar, atau kejadian adalah murni kebetulan dan tidak mengandung unsur kesengajaan. (Dimas Nawasena, Darren Renjana, Jeffrey Arunika, dan banyak lagi)
3. Dimohon untuk membaca cerita ini senyamannya saja.
Selamat menjelajah bumi raya!
KAMU SEDANG MEMBACA
Semenjana
Fanfiction[SUDAH DIBUKUKAN] Aku butuh rumah. Untuk menetap, untuk berteduh. Bukan sekadar singgah melainkan sungguh. ☽ / / antologi bumi raya, COMPLETED