021.

5.1K 1K 97
                                    

Bagian 21: Rona, Luka, Noda

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bagian 21: Rona, Luka, Noda.










Sampai kapan ingin berada di situasi ini? Ayuna juga kurang tahu. Esoknya, batinnya masih terjebak dalam kotak, walau ia tahu, ia harus mulai melangkah. Batinnya bisa saja dilema, tapi ia tahu benar tindakannya salah. Semua orang berhak didengarkan, itu kata Dimas. Yang ironisnya berbalik menjadi bumerang dan gagal Ayuna terapkan. Berdamai dengan batin sendiri adalah tantangan paling sulit.

Ayuna kini sedang berjalan di setapakan jalan tanpa aspal, memegang map di tangannya. Menandai posko dan memperkirakan rute paling cepat, paling lambat, dan paling aman. Sebelah kirinya mengapit erat sebuah payung, petang ini rintik.

"Yun," seru Tara dari kejauhan, mengenakan jaket gunungnya, melambai samar. "Masuk, hayok. Bentar lagi Maghrib."

Si gadis lalu mengangguk, menutup map di tangannya, lalu berbagi payung dengan kakak OSISnya tersebut. Sepanjang jalan ke penginapan hanya hening yang menemani sisi mereka, percakapan sunyi dengan tapak kaki. "Kamu," ucap Tara, membuka percakapan. "Lagi ada masalah sama Dimas?"

Ayuna terdiam, bingung harus membalas bagaimana. Ini semua orang kayaknya tahu mereka lagi berantem.

"Bukan tempat aku buat ikut campur sih." Tara melanjut lagi, menggaruk tengkuknya dengan gestur canggung. "Tapi aku boleh ceritain dikit tentang Dimas?"

Merasa eksistensi di sebelahnya mengangguk samar, Tara tersenyum kecil. Ayuna hanya berdiri dengan payung yang senantiasa ia angkat lebih tinggi, menyamakan figur seorang Azka Tara Gunawan yang bisa dilamar jadi model. Mengingat kakak kelasnya ini juga seorang yang stylish dan sadar kamera, sesuai testimoni si tukang foto, Johnny.

"Si Dimas itu, anaknya keras banget." Tara memulai dengan deskripsi paling dasar, seraya langit senja mulai menggelap. "Dia tuh ya, kalau punya prinsip, kolot banget. Nggak mau ditentang juga. Ya bagus sih, dia tetap berpegang sama apa yang dia percaya benar. Dia juga jadi orang yang berprospek dan punya pandang jauh ke depan. Untuk urusan dan masalah 'manusia' maupun 'sosial', kayaknya dia yang paling jago."

"Tapi, Yun." Tara berhenti di tengah kalimat. "Karena mengerti itu juga, dia sensitif. Dia menjaga baik hatinya, sampai lupa kalau membuka diri itu artinya memperlihatkan gimana dirinya, berarti juga memperlihatkan isi hati dan kelemahannya. Dan dia nggak suka." Tatap Tara meneduh. "Dimas nggak suka dikenali."

Tara terdiam sejenak, lalu memandang Ayuna. "Kamu tahu Dimas sosok yang tertutup?"

Kalau ditanya beberapa bulan atau 1 tahun yang lalu, mungkin Ayuna akan setuju. Karena bagaimana bisa, Dimas Nawasena Angkasa, yang aktif di organisasi dan selalu campur tangan dalam segala kegiatan, relasinya banyak, dan sifatnya menyenangkan, bakal jadi sosok paling tertutup yang Ayuna kenal?

Salah. Karena Dimas selalu menutup apapun itu kekurangan, kelemahan, dan goresan dirinya.

Tidak sempurna itu tidak apa, tapi tidak ada yang suka menampilkan lukanya pada dunia.

SemenjanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang