(*) Alnilam atau Epsilon Orionis adalah bintang super raksasa biru yang terletak di tengah asterisma "Sabuk Orion". Bintang ini merupakan bintang tercerah ke-30 di langit malam dan merupakan bintang tercerah keempat di rasi ini. Bintang ini memiliki nebula pantul yang bernama NGC 1990.
Suasana panti asuhan terlihat ramai sekali. Anak-anak panti mengelilingi Senja yang sedang membongkar koper berisi oleh-oleh.
“Jangan rebutan ya, Tertib.” Ujar Ningsih.
Bintang yang melihat itu hanya tersenyum, dia izin untuk istirahat. Perjalanan panjang membuat tubuhnya begitu lelah.
Senja tetap dipanti, tidak pulang sampai beranjak malam. Dia kini membacakan dongeng untuk anak-anak sedangkan Bintang tidak keluar lagi dari kamarnya.
Mungkin, dia benar-benar lelah padahal Senja belum menuntaskan rasa rindunya.
Sedari tadi telponnya bergetar panggilan dari Jingga juga Papanya. Senja hanya mendiamkannya tidak berniat mengangkatnya sama sekali.Sampai anak-anak sudah pada tidur ke kamarnya masing-masing, panti ini menjadi sepi. Ningsih menghidangkan teh hangat dengan biscuit.
“Sudah malam nak Senja, sebaiknya pulang. Bintang benar-benar lelah jadi tidak keluar lagi dari kamarnya.”
“Padahal aku masih merindukannya, Bu.”
Ningsih menghela, berdiri meninggalkan Senja lalu kembali dengan membawa kunci cadangan kamar Bintang.
“Temuilah, hanya sebentar. Buka pintu kamarnya.”
Senja tersenyum. Mengambil kunci itu lalu membuka kamar Bintang. Dikamar yang lampunya temaram karena hanya lampu tidur saja yang menyala.
Dilangit-langit kamar ini, Bintang berkelap-kelip begitu indahnya.
Senja duduk di sisi Ranjang di mana Bintang tertidur dengan pulas. Tangan Senja terulur mengusap kepala gadis itu.
“Saat kecil, kamu sering menangis saat aku tinggal pulang. Walaupun esok akan bertemu kembali tetap saja aku merindukanmu. Begitu tidak tertebak kehidupan membawa langkah kita pergi. Berlalu, sekejap mata.” Lirih Senja.
Matanya menatap lukisan Bintang didinding kamarnya. Senja sangat tahu perempuan ini sangat suka sekali menggambar.
Saat kecil Bintang selalu berusaha mengabadikan Senja dalam lukisannya, tapi hasilnya tidak pernah memuaskan. Senja selalu tersenyum jika mengingat itu.
Senja selalu berpikir bahwa dia tidak akan menikah saja, rasanya menghabiskan hari sebagai adik kakak seumur hidup mereka akan baik-baik saja, tapi diingat lagi itu begitu egois.
“Egois rasanya jika aku menghalangi seseorang yang menyayangimu. Acap kali aku memutuskan menyerah, memilih bertahan pun bukan pilihan yang benar. Maka, aku memutuskan melangkah. Aku akan menikah.”
Senja sedang menumpahkan keluh kesahnya walaupun Bintang tidak mendengarkannya. Ada beban berat yang menghimpit hati Senja. Bingung melangkah, tapi diam tidak melakukan apapun menjadi salah.
Senja kini mengelus pipi Bintang, tidak ada lagi air mata menggenang dipelupuk matanya.
“Aku hanya sedang belajar ikhlas, Lapang dada menerima semua ini.” Ujarnya lagi.
Kasih sayang terpancar jelas dari mata teduhnya dari dulu sampai sekarang. Senja paham betul bagaimana besar perasaannya ini. Dia mengecup kening Bintang dan berlalu meninggalkan kamar itu.
Bintang hanya tertidur tak bergeming sedikit pun atas kehadiran Senja barusan.
Ke esokan paginya Bintang sudah berjibaku dengan kemacetan ibu kota. Dia tetap harus masuk kerja hari ini. Sesampainya diperusahaan dia mendapati Bulan yang terpaku dilobi kantor.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bintang
Science Fiction(COMPLETED) Cover : Uswatun Hasanah Bintang bersinar begitu terang menandakan ada pekat yang menggenggam malam.