"Jangan mengeluh atas apa yang kau alami saat ini. Percayalah, semuanya akan indah ketika kau mampu bersabar untuk menanti jawaban sembari mengusahakannya."-Meylia
Hai, namaku Meylia Chintia Putri.
Panggil saja aku Mey, Lia, atau Cintya. Saat ini aku tengah menjajaki semester 4 di salah satu perguruan tinggi terkenal di Jakarta. Sebuah kota yang identik dengan budaya kemacetan dan banjir di beberapa wilayah termasuk tempat tinggalku hehe. Bagaimana tidak, kota ini adalah tempat dimana pusat pemerintahan, pusat bisnis, dan pusat entertainment ditempatkan menjadi satu.
Aku disini tinggal mengontrak di sebuah ruangan persegi berukuran 4x3 meter bersama temanku yang juga berasal dari kota yang sama, Palembang. Aku memberanikan diri untuk hidup di perantauan demi cita-cita dan masa depan yang selama ini aku idam-idamkan. Karena sejak kecil aku sudah cukup mengalami penderitaan demi penderitaan.
Aku tidak cantik, tetapi aku bersyukur Tuhan berikanku rupa yang baik lengkap dengan semua fungsinya. Ya, itulah kenapa aku terus bersyukur. Bagiku, cantik itu relatif. Tidak harus dari tampilan fisik, bukankah inner beauty itu jauh lebih baik daripada sekadar wajah yang dipoles dengan make up ?
Aku tidak pernah mempermasalahkan seperti apa rupaku, aku hanya ingin disetarakan dengan yang lain, hingga aku bisa menjadi manusia yang hidup normal. Karena sejak dulu, aku selalu mengalami bullying yang biasa dilakukan oleh anak-anak famous di sekolah. Aku tak tahu apa salahku, aku juga tak tahu apa dosaku pada mereka hingga dengan teganya mereka selalu merusak hari-hari bahagia yang dengan susah payah kuciptakan sendiri.
Sejak dulu, aku selalu merasa bahwa aku adalah gadis yang berbeda dari yang lainnya. Entah mengapa hal ini terjadi, aku pun bingung. Aku merasa hidupku amatlah penuh dengan tekanan yang terus membuatku ingin berhenti berjuang. Kata-kata pahit, hinaan bahkan cercaan bukanlah hal yang asing bagiku. Tak jarang aku menyendiri, menangis, dan menikmatinya hingga aku tersedu-sedu sendiri.
Aku memiliki kepribadian yang tertutup atau cenderung introvert. Sungguh amatlah sulit bagiku untuk berinteraksi dengan orang baru, bukan tidak berani hanya saja aku tidak suka basa-basi dengan orang asing. Aku hanya bisa terbuka dan humble dengan orang-orang yang dekat denganku saja. Aku tidak menyukai basa-basi, juga tidak menyukai obrolan-obrolan ringan yang sifatnya tidak penting atau sekadar untuk say hello saat bertemu.
Aku merasa tidak ada satupun makhluk di dunia ini yang mengerti dengan diriku. Entahlah, aku yang tidak mengerti mereka atau sebaliknya. Aku seolah hidup dalam duniaku sendiri, di dalam ruang sempit yang di batasi oleh tembok kokoh nan tinggi. Sesak, gelap, dan tak tahu jalan keluar. Pertanyaan demi pertanyaan selalu muncul, mengapa aku bisa terjebak disini ? atau bahkan, bagaimana aku bisa keluar dari semua ini ? Mungkin itulah perumpamaan yang cocok untuk hidupku.
Terkadang aku benci dengan takdir, mengapa ia tidak pernah berpihak padaku ? Ia selalu memberikan lara di hatiku. Ah tetapi sudahlah, aku selalu percaya bahwa semua orang punya porsi ujiannya masing-masing, termasuk diriku.
Selama ini, aku selalu dirundung pertanyaan seputar hidup yang bahkan belum juga kutemukan jawabannya. Setelah sekian lama mencari, aku lelah. Akhirnya aku memutuskan untuk berhenti dan menutup semuanya dalam-dalam.
Seperti kata pepatah lama : "biarlah waktu yang menjawab semuanya."Ya, nampaknya waktu selalu menjadi jawaban terbaik dari semua pertanyaan dan asaku selama ini. Jadi sekarang aku hanya perlu sibuk menata hati dan menyibukkan diri dengan hobi agar lara hati tak begitu dirasa lagi.
Semoga suka yah :)
Bersambung ke Bab 2 Keluarga ...
KAMU SEDANG MEMBACA
Panggil Aku, Mey (Completed)
General FictionAda begitu banyak pertanyaan yang tersimpan rapi dalam pikiran dan berusaha kutemukan sendiri jawabannya. Enggan rasanya membagikan apa yang kualami pada siapapun, mereka semua menyebalkan bagiku. Sejak kecil, aku terlatih untuk melakukan segala ses...