"Pada akhirnya semua pertanyaan akan terjawab pada waktu yang tepat. Jangan terburu-buru menjudge takdir Tuhan, percayalah ada rencana besar yang disiapkan untukmu."
-MeyliaLaki-laki yang berjalan kearahku itu ternyata adalah Fariz. Lebih kurang empat tahun berlalu kami memang tidak pernah berhubungan lagi Terakhir aku mendengar kabar bahwa ia memilih untuk meneruskan pendidikannya di Madrasah Aliyah di Lampung tempat pamannya tinggal.
Aku mengajaknya bersalaman, tetapi ia justru menyatukan kedua tangannya. Ya, aku mengerti. Fariz sekarang sudah berubah, ia sudah menjadi seseorang yang jauh lebih baik dalam ilmu agama dibanding diriku yang masih biasa saja. Aku masih mengenakan jeans dan dan jilbab yang terkesan apa adanya.
Sejak SMP ia memang anak yang religius, cerdas, dan tidak banyak bicara. Ah, jika diingat rasanya lucu saat ia pernah menyatakan perasaan padaku namun tak kunjung kuberi tanggapan. Haha...
Fariz kini menjadi salah satu mahasiswa di UIN Syarif Hidayatullah, ia memperoleh beasiswa calon hafidz hingga bisa berkuliah gratis sepertiku.
Kami sama-sama mendapat beasiswa tetapi dengan jalur yang berbeda. Hm, kini aku percaya bahwa semua orang bisa sukses dengan jalannya masing-masing.
Terkadang aku berpikir bagaimana mungkin aku bisa dipertemukan lagi dengan salah seorang dari masa laluku, sedangkan kami sudah terpisah selama bertahun-tahun. Ah tetapi tidak ada yang tidak mungkin jika Tuhan sudah berkehendak. Kami pun bertukar nomor ponsel dan alamat tempat kami tinggal.
Sejak pertemuan itu, kami sering pergi untuk sekadar makan bersama di akhir pekan bersama Lala dan teman-teman kampus Fariz lainnya, ada Edo dan Romi.
Jarak tempat tinggal kami lumayan jauh, mungkin sekitar setengah jam jika ditempuh menggunakan sepeda motor belum lagi jika macet melanda.
Ah rasanya aku senang bisa bertemu dengan salah seorang teman masa remajaku. Meskipun tak ku pungkiri bahwa aku masih merindukan temanku yang lainnya ada 3R3D, Ulan, Dini dan Cika, serta Bagas :')
Kini 3R3D semuanya berkuliah di Palembang, terakhir aku mendengar kabar bahwa Rendi kini menjadi seorang pecandu narkoba dan terlibat dalam pergaulan bebas. Sungguh ironi, seorang Rendi yang dulu adalah idola di sekolah ternyata justru berbanding terbalik dengan ekspektasiku selama ini.
Mungkin ini adalah salah satu hikmah mengapa Rendi tidak pernah menghiraukanku waktu itu. Karena memang kami tidak akan berjodoh di masa depan. Seperti kata pepatah "Tuhan memang sebaik-baik pembuat skenario kehidupan."
Empat tahun kemudian.
Jakarta, 2021Aku baru saja melaksanakan wisuda di kampusku tepat di bulan Oktober 2021 waktu itu, aku lupa tanggalnya. Bahagia rasanya, saat semua beban menulis skripsi, jauh dari orang tua dan perjuanganku bekerja part time kini telah selesai. Tetapi perjuanganku tidak sampai disitu, aku mempunyai tanggungjawab yang lebih besar lagi. Aku harus bekerja dan membahagiakan ibu.
Dua hari sebelum wisuda, ibuku dan orang tua Lala menyusul ke kos-an untuk menghadiri momen bersejarah dalam hidup kami. Dan benar saja kami harus menyusun posisi sedemikian rupa agar muat tidur di ruangan berukuran 4 x 3 meter yang penuh dengan buku-buku, kertas dan revisi skripsi yang masih bertumpuk.
Sebelum menginap, kami izin terlebih dahulu kepada Pak Rasyid selaku pemilik kos-an. Beruntung kami mendapat Bapak kos yang baik, jadi ibuku dan orang tua Lala diperbolehkan menginap di rumahnya sebagai tamu untuk beberapa hari. Padahal kami tidak bilang apa-apa, cuma mau minta izin. Tetapi Pak Rasyid malah meminta kami agar orang tua kami menginap di rumahnya dengan alasan waktu mereka di Jakarta hanya beberapa hari maka jangan dipersulit dengan menginap di kos-an yang sempit itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Panggil Aku, Mey (Completed)
General FictionAda begitu banyak pertanyaan yang tersimpan rapi dalam pikiran dan berusaha kutemukan sendiri jawabannya. Enggan rasanya membagikan apa yang kualami pada siapapun, mereka semua menyebalkan bagiku. Sejak kecil, aku terlatih untuk melakukan segala ses...