"Jangan stuck di satu titik permasalahan, melangkahlah dan temukan apa yang seharusnya kau dapatkan."
-MeyliaSaat aku sudah mengetahui semua kisah yang sesungguhnya dari ibu, aku tak banyak bertanya lagi. Semua sudah jelas, ibu sudah menceritakan semuanya tentang ayah dan misteri keberadaan surat itu.
Saat itu aku masih polos, masih kelas 1 Sekolah Dasar. Ibuku selalu berpesan jika ada guru yang bertanya tentang ayah dan profesinya bilang saja sudah meninggal, dan alasannya ditabrak kereta api.
Sungguh itu adalah sebuah alasan yang simple daripada harus menjelaskan semuanya kepada anak SD yang tak paham apapun, toh mungkin aku juga tak akan mengerti jika diceritakan pada saat itu. Umurku masih terlalu kecil, nalarku masih dangkal, dan pemikiranku belum sedewasa dan sebijak sekarang.
Ketika itu aku hanyalah anak SD yang tahunya bermain dan akan sangat bahagia jika dibelikan barbie. Sudah, itu saja. Aku tidak dan belum memikirkan sesuatu yang sifatnya "berat".
Aku juga tidak mempermasalahkan keberadaan ayah saat itu. Karena memang sejak terlahir ke dunia aku tak pernah melihat sosoknya, jadi tanpa ayah itu adalah sosok yang biasa bagiku. Tak ada yang kurang ataupun hilang, karena memang sejak awal ia memang tak hadir di hidupku.
Berbeda dengan teman-teman sebaya yang sejak lahir disayang dan ditimang-timang oleh sang ayah. Jadi ketika mereka kehilangan ayah, maka mereka akan merasa sangat sedih. Tetapi hal ini tidak berlaku denganku.
Sekitar enam tahun sejak aku masuk SD tepatnya ketika aku masuk SMP, barulah ibu menceritakan semuanya.
Ia sengaja memberi jeda, katanya. Agar aku mampu memahami di masa yang tepat.Semua pertanyaan seputar kejadian masa lalu dan takdirku yang dilahirkan tanpa seorang ayah sudah berkumpul di benakku. Tak jarang pertanyaan-pertanyaan itu menghantui dan berkecamuk di benakku, penasaran dan ingin segera dicarikan jawaban. Namun apalah daya, aku bukanlah saksi sejarah yang menyaksikkan langsung kejadian itu.
Aku hanya memberi jeda atas itu semua, layaknya koma yang berada diantara kalimat sebagai tanda baca untuk berhenti sejenak untuk kemudian melanjutkan bacaan lagi.
Aku memilih berhenti membahas dan memikirkan itu semua, karena memang rasanya melelahkan dan takutnya membuatku kufur terhadap nikmat Tuhan yang saat ini ada di hadapanku.
Kini ku memilih berhenti sejenak, melanjutkan hidup sembari mencari jawaban jika memang dimungkinkan untuk kudapatkan. Jika tidak, mungkin memang bukan jalannya.
Bersambung ke bab Putih Merah ...
KAMU SEDANG MEMBACA
Panggil Aku, Mey (Completed)
General FictionAda begitu banyak pertanyaan yang tersimpan rapi dalam pikiran dan berusaha kutemukan sendiri jawabannya. Enggan rasanya membagikan apa yang kualami pada siapapun, mereka semua menyebalkan bagiku. Sejak kecil, aku terlatih untuk melakukan segala ses...