"Jatuh cinta itu hal yang wajar, yang tidak wajar adalah ketika kau menjadikan cinta segalanya hingga mengabaikan prioritas hidupmu."
-MeyliaWhat is love ? Kedengarannya agak aneh, remaja usia 15 tahun sepertiku saat itu belum mengerti apa itu cinta. Sungguh berbanding terbalik dengan remaja zaman sekarang yang baru berusia 12 tahun saja sudah berpacaran dan sudah menggunakan panggilan "ayah bunda" seperti orang sudah menikah saja. Haha... kadang saya aneh saja dengan remaja-remaja zaman now.
Aku benar-benar tidak memahami konteks cinta itu seperti apa, karena bagiku yang paling penting adalah belajar. Ibuku juga berpesan "jangan genit, tidak usah ikut-ikutan pacaran, fokus saja sama sekolahmu." Itulah mengapa aku tidak pernah menghiraukan hal demikian.
Saat itu aku tengah memasuki usia remaja, usia dimana para remaja mengalami masa pubertas dan mulai merasakan kekaguman terhadap lawan jenis. Ya meskipun tak kupungkiri aku juga merasakan hal yang sama akan tetapi aku tidak terlalu memikirkannya.
Ketika aku duduk di kelas 9, saat itu aku tidak terlalu akrab dengan kaum hawa di kelas itu, hanya satu orang saja yang tak lain adalah teman sebangku namanya Ulan, selebihnya aku berteman dengan para kaum adam. Entah mengapa, aku terkesan sedikit tomboy waktu itu, aku berteman tanpa pilih-pilih karena jika menurutku itu bisa membuatku merasa nyaman tanpa rasa tertekan yeah it's oke no problem.
Posisi tempat dudukku di barisan paling kanan tepat diurutan kedua, dimana aku diapit oleh para laki-laki di bagian depan, belakang dan juga samping. Aku juga bingung mengapa aku bisa duduk berada diantara mereka.
Aku bisa dibilang cukup cerdas (walau sebenarnya aku tidak ingin mengakuinya takut terkesan ujub) karena selalu mendapatkan peringkat, maka seringkali aku menjadi pusat pertanyaan dimana mereka biasanya minta diajarkan materi yang tidak mereka pahami.
Tetapi sebelumnya aku akan perkenalkan terlebih dahulu, mereka adalah kumpulan cowok-cowok tampan di sekolah, anak orang kaya, punya banyak penggemar tetapi B aja untuk masalah pelajaran. Mereka baik, suka menolong dan berteman tanpa pandang bulu. Akan tetapi yang aku tidak suka, mereka adalah komplotan lelaki yang suka tebar pesona kepada cewek-cewek di sekolah. Ya begitulah, mereka juga menjadi idola dan incaran cewek-cewek alay yang suka teriak-teriak histeris. Heleh, lebay pikirku. Mereka adalah Rendi, Raka, Rici, Deni, Doni, Dedi. Hmm sekilas nama mereka lumayan mirip, sebut sajaa 3R3D.
Sebenarnya mereka berenam adalah cowok-cowok pintar, tetapi kepintarannya kurang di-eksplore hehe by the way bahasanya udah kayak mau eksplore keindahan alam aja sih hahah. Mereka itu pemalas, suka menyerah sebelum mencoba walaupun sebenarnya mereka mampu. Rendi adalah yang paling pintar diantara mereka, ia jago dalam matematika tetapi mengabaikan pelajaran lain. Ia tak perduli, benar-benar tak perduli bahkan ia sangat membenci pelajaran Bahasa Inggris. Sebaliknya, Rici adalah cowok yang pandai berbahasa Inggris karena ia ikut les sejak masih di kelas 1 Sekolah Dasar. Wajar sih grammarnya udah bagus, speakingnya juga oke banget tetapi ia benar-benar tidak perduli dengan pelajaran lain terlebih Matematika. Rici dan Denu jago dalam Bahasa Indonesia, mereka juga punya hobi menulis puisi cinta sebagai sarana untuk menyatakan cinta kepada para cewek. Hmm wajar sih para cewek suka histeris ketika termakan rayuan mereka, halah berlebihan banget sih. Kekagumanku pada mereka lebih terfokus pada kelebihan yang sifatnya pelajaran, bukan tampan atau kekayaan mereka seperti yang dilakukan orang-orang pada umumnya. Karena mayoritas cowok maupun cewek ingin dekat dengan mereka lantaran ingin ikut-ikutan famous.
Entah mengapa aku berbeda dengan cewek-cewek pada umumnya. Bagiku, tidak ada yang perlu dikagumi dari mereka selain ketampanan fisik, lagipula fisik bisa berubah dan menua. Aku justru lebih kagum kepada mereka yang biasa-biasa saja tetapi memiliki otak yang luar biasa. Orang-orang seperti ini patut diapresiasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Panggil Aku, Mey (Completed)
Fiksi UmumAda begitu banyak pertanyaan yang tersimpan rapi dalam pikiran dan berusaha kutemukan sendiri jawabannya. Enggan rasanya membagikan apa yang kualami pada siapapun, mereka semua menyebalkan bagiku. Sejak kecil, aku terlatih untuk melakukan segala ses...