"Tidak semua rasa harus terbalas, karena beberapa hal memang tidak bisa dipaksakan termasuk perasaan."
-MeyliaTettttt... Bel sekolah berbunyi, tanda kegiatan belajar mengajar berakhir. Para siswa beramai-ramai meninggalkan sekolah untuk selanjutnya digantikan dengan adik kelas yang masuk di siang hari.
Aku bergegas pulang ke rumah untuk mengganti pakaian dan selanjutnya balik lagi ke kantin untuk membantu ibu. Sebelum mengganti pakaianku, aku terburu-buru membuka surat itu dan membacanya. Aku tidak pernah segerogi ini, padahal hanya surat biasa.
Untuk Meylia ...
Hai Mey ..
Aku tahu kau pasti terkejut dengan keberadaan surat ini di laci mejamu. Mungkin kau bertanya-tanya sekaligus bingung.
Mey, jujur aku sangat mengagumimu sejak pertama kali kita bertemu di kelas 9.5, terlebih saat kau menjawab pertanyaan guru, membahas soal fisika di papan tulis, berdiskusi di kelas dan saat debat tentang pelajaran. Aku kagum Mey, sepertinya aku mulai jatuh hati padamu.
Oh iya ini nomor hp ku 0898-4992-096, kuharap kamu akan menghubungi nomor itu. Sebenarnya aku ingin menghubungimu tetapi aku tidak tahu nomormu.Salam Cinta Mey dariku Fariz.
Apa ini ? Aku benar-benar tidak tahu maksud surat ini, terlebih saat kutahu bahwa yang mengirim surat ini adalah Fariz yang tak lain adalah teman satu kelasku juga. Hmm.. kupikir yang mengirim surat adalah Rendi, dan ternyata bukan. Ekspresiku biasa saja, karena memang aku tidak memiliki ketertarikan apapun pada Fariz, lelaki hitam manis yang menduduki peringkat dua di kelas itu. Hmmm.. aku bingung saja.
Tetapi dengan iseng aku mengirimkan sms ke nomornya di malam hari, karena saat itu memang yang sedang booming adalah komunikasi via sms terlebih banyak provider yang menyediakan sms gratis all operator.
"Hy Fariz", sapaku.
"Hy juga, maaf siapa ya ?"
"Orang yang tadi kau kirimi surat."
"Oh Meylia, syukurlah. Aku sudah lama mencari nomormu. Sebenarnya aku ingin meminta nomormu pada 3R3D tetapi aku malu."
"Kenapa harus malu Riz ?"
"Mereka kan suka berlaku semaunya kepada orang-orang."
"Hmm.."
"Oh iya Mey, besok ada PR gak ?"
"Ada, PR Matematika."
"Oh yang mana Mey ?"
Percakapan itu berlangsung lama. Sejak saat itu, kami jadi sering sms-an untuk membicarakan tugas, atau sekadar bersenda gurau di malam hari. Lama-kelamaan, kami semakin dekat melalui percakapan di telepon dan di media sosial, tetapi kami tidak pernah tegur sapa sedikitpun jika bertatap muka langsung. Entahlah, terkesan canggung saja.
Fariz anak yang baik, pintar, sopan dan pendiam. Ia seringkali menjadi sumber contekan anak sekelas karena ia benar-benar tidak pelit akan ilmu. Ia anak orang biasa sama sepertiku, tetapi punya usaha yang luar biasa untuk mendapatkan apa yang dicita-citakan. Ia memang berbanding terbalik dengan 3R3D yang anak orang kaya, famous, suka tebar pesona, dan sering tidak masuk saat jam pelajaran guru killer.
Ia begitu baik padaku, ia seringkali membantuku menyelesaikan PR, membawakan semua keperluan tugas praktek seperti koran untuk pelajaran Bahasa Indonesia yang membahas tajuk rencana, kain perca untuk tugas keterampilan dan kanvas untuk tugas seni budaya serta masih banyak lagi. Semua barang-barang itu biasanya ia letakkan di laci mejaku sebelum aku datang.
Terlebih saat momen bertambahnya usiaku, Fariz adalah orang pertama yang mengirimkan ucapan selamat ulang tahun padaku tepat jam 12 tengah malam melalui sms. Ia juga memberiku kado yang diletakkan di laci mejaku. Saat 3R3D sibuk memberikan ucapan ultah di kelas, dan merayakan ultahku dengan cara memecahkan telur dan menghamburkan sagu keseluruh tubuhku sepulang sekolah, Fariz justru diam saja seperti tak ada sesuatu yang terjadi. Ia terkesan tidak perduli saat di dunia nyata, tetapi sebenarnya ia adalah orang yang paling perduli padaku.
"Hey Mey." !!!!! Plakkkkkk !!!
Dua lemparan telur mengarah ke kepalaku hingga akhirnya pecah dan membuat rambutku seperti mie yang siap diadoni bersama terigu yang juga mereka hamburkan ke kepalaku.
"Selamat ulang tahun Mey.", ucap 3R3D kompak.
Sembari membawa sebuah kue ulang tahun kehadapanku yang sudah kotor dengan sagu dan telur, mereka memintaku untuk meniup lilinnya.
"Ayo Mey tiup lilinnya.", ucap Rendi menatapku.
"Emm.. i..i..ya Ren."
Aku meniup lilin itu lalu 3R3D sorak sorai meminta ku memotong kuenya. Aku pun melakukannya.
"Ehm potongan pertama untuk siapa nih Mey ?", tanya Rici.
"Untuk....."
Aku mengarahkan sendok yang berisi potongan kue itu ke arah Rendi.
"Cieee,,,, ehm.. ehmm.."
Entah mengapa aku merasa sangat bahagia hari itu. Seumur hidup, aku tak pernah merasakan perayaan ulang tahun meskipun sederhana seperti ini. Di keluargaku memang tidak ada budaya merayakan ultah mungkin karena sifatnya pemborosan jadi ibu tidak pernah melakukannya baik itu padaku ataupun pada Raka.
Fariz melihatku saat aku menyuapkan kue ke Rendi. Wajahnya biasa saja, datar. Ia hanya langsung pergi saat melihat kejadian itu. Aku bingung, hmm..
Keesokan harinya aku mendengar kabar bahwa Rendi baru saja jadian dengan Reina, rupanya cantik, rambutnya panjang sebahu dan selalu pakai bando. Hmm.. mendengar hal itu entah mengapa hatiku terasa sesak, ah alay sekali aku waktu itu. Jika dipikir-pikir wajar sih, lagipula SMP adalah masa masih mencari jati diri.
Dengan pura-pura bahagia, aku memberi selamat pada Rendi. Aku menghampirinya yang sedang duduk bersama 3R3D di teras kelas.
"Haloo Ren, cieee pacar baru selamat yah bro."
"Wah makasih bangett sist, kamu emang sahabatku yang paling oke."
Hm andai saja ia tahu jika untuk mengucapkan kalimat itu rasanya hatiku berdarah-darah, tetapi aku kuatkan saja agar tidak terlalu kelihatan jika aku sedang sakit hati.
Dan itu adalah momen pertama kalinya aku jatuh cinta dan merasakan patah hati ketika orang yang kucintai justru mencintai orang lain.
Ah lalu bagaimana dengan Fariz ? Entahlah aku bingung. Ia sangat baik padaku, ia selalu ada untukku meski terkadang aku tak terlalu menghiraukan keberadaannya. Ungkapan rasanya waktu itu memudar seiring berjalannya waktu, aku selalu mengalihkan pembicaraan setiap kali ia membahasnya. Sepertinya ia sudah kehabisan akal untuk menyuruhku menjawab pertanyaan itu, tetapi ia nampaknya juga tahu jika aku menolaknya secara halus. Tetapi ia tetap saja berlaku baik padaku, meskipun sepertinya ia tahu bahwa aku hanya menganggapnya sebagai sahabat dekat.
Apakah aku jahat ?
Bukankah cinta itu memang tidak bisa dipaksakan ?
Lalu apakah aku sudah menaruh rasa pada orang yang salah ?Entahlah.
Bersambung ke bab A Man You Can Call Him "Bagas" ..
KAMU SEDANG MEMBACA
Panggil Aku, Mey (Completed)
General FictionAda begitu banyak pertanyaan yang tersimpan rapi dalam pikiran dan berusaha kutemukan sendiri jawabannya. Enggan rasanya membagikan apa yang kualami pada siapapun, mereka semua menyebalkan bagiku. Sejak kecil, aku terlatih untuk melakukan segala ses...