9 - Putih Biru

48 16 13
                                    

"Beberapa hal di dunia ini memang tidak berjalan dengan semestinya, tetapi percayalah sesuatu yang dimulai dengan cara yang tidak baik maka akan berakhir tidak baik pula."
-Meylia

Putih biru adalah masa transisi dimana aku mulai berpindah status dari anak-anak menjadi remaja, sebuah masa yang kata kebanyakan orang adalah "masa berpikir", bukan lagi "masa bermain" seperti di Sekolah Dasar.

Sepanjang perjalanan hidup, menurutku kenangan terindah ada di masa ini. Selama menempuh pendidikan lebih kurang tiga tahun aku benar-benar melewatinya dengan penuh kebahagiaan karena dikelilingi sahabat-sahabat yang selalu stay bersamaku dalam suka maupun duka.

Aku tidak tahu harus dengan kata-kata apa aku mengungkapkannya. Andai saja bisa terulang, ingin rasanya aku kembali ke masa ini setahun saja untuk bisa merasakan persahabatan yang sesungguhnya. Persahabatan yang tidak mengenal status sosial, persaingan, dan perbedaan.

Aku mempunyai tiga orang sahabat dekat, masing-masing dari mereka adalah teman sebangku ku di tahun yang berbeda. Karena setiap tahun akan ada perombakan siswa/i maka otomatis kami akan mengalami pergantian teman dan guru. Namanya Dini, Cika, dan Wulan. Mereka adalah tiga orang dengan kepribadian yang berbeda-beda, tetapi mereka semuanya baik. Dini anak yang blak-blakan, periang dan sedikit centil hehe. Cika adalah pribadi yang biasa saja, pendiam dan tidak terlalu banyak bicara tetapi ia cerdas dalam pelajaran. Sedangkan Ulan adalah anak famous di sekolah, cantik, dan pacarnya banyak hehe.. tetapi ia sangat bijaksana dalam memutuskan sesuatu.

Aku adalah anak yang cenderung pendiam, tidak banyak bicara dan hanya ingin bicara untuk hal-hal yang sifatnya penting saja. Itulah mengapa aku tidak punya banyak teman, hanya satu atau dua orang saja. Karena bagiku kualitas pertemanan jauh lebih penting daripada kuantitas.

Aku tidak perduli dan tidak ingin menghamba untuk bisa berteman dengan anak-anak famous di sekolah seperti yang dilakukan kebanyakan orang. Untuk apa ? Sama sekali tidak ada untungnya bagiku. Aku tidak ingin berteman dengan seseorang hanya karena ingin ikut-ikutan terkenal, tidak. Aku berteman karena aku merasakan adanya kecocokan dan kenyamanan ketika aku bermain ataupun bercerita sesuatu hal dengannya.

Terlebih, aku hanyalah anak dari ibu kantin yang mungkin tidak satu level dengan gaya hidup mereka yang terbiasa sekolah diantar dengan mobil, memainkan handphone tercanggih pada masanya, Blackberry. Apalah daya aku ? Yang sekolah benar-benar untuk mencari ilmu dan berharap bisa merubah nasibku suatu saat nanti.

Aku bukannya tidak butuh teman, tetapi itulah aku memang kurang suka dengan keramaian. Bagiku satu atau dua orang teman adalah cukup, tidak perlu mempunyai suatu genk dan tebar pesona ke seluruh kelas. Entahlah, bagiku itu sesuatu yang lebay.

Sejak dahulu aku tidak ingin mempengaruhi dan dipengaruhi, aku benar-benar mandiri dengan prinsip-prinsip hidup yang ku pegang dengan teguh. Berteman dengan semua orang, tetapi cukup pilih beberapa untuk dijadikan sahabat, tidak mudah terpengaruh kecuali untuk hal-hal yang sifatnya kebaikan, dan tidak perlu menunjukkan bahwa kita ini pintar. Biarlah, berlian akan tetap jadi berlian sekalipun di dalam kubangan air keruh sekalipun.

Aku bersekolah di salah satu SMP Negeri di kota Palembang, letaknya berada dekat dari rumahku, cukup dengan berjalan kaki beberapa menit saja maka aku akan sampai.

Karena ibuku berjualan di sana, maka setiap hari aku harus mampu membagi waktu antara sekolah dan membantu orang tua. Sejak kecil aku memang terbilang anak yang berbakti, aku selalu menuruti semua kemauan ibu, membantunya, dan tidak pernah melawan perkataannya.

Setiap fajar tiba, aku selalu terbangun untuk menunaikan sholat subuh dan lanjut mempersiapkan diri untuk ke sekolah. Tak lupa aku membantu ibu membuka kantin, menyiapkan makanan yang akan dijual, dan melayani para pembeli yang akan sarapan di kantinku.

Panggil Aku, Mey (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang