11

29.9K 5.2K 2K
                                    

Gue mengerjap berkali-kali, memastikan kalau gue gak sedang berhalusinasi. Tapi mau sebanyak apa pun gue mengedipkan mata, sosok di depan gue tetap nggak berubah, tetap seorang Dirga Angkasa.

Gue kontan menelan saliva.

Astagfirullah ...
Astagfirullah ...
Hold on, Nar. Hold on. Sejak awal juga lo tau kalau dia emang ganteng banget. But that's all. Selebihnya hanya tentang menguji kesabaran jiwa dan raga. So you better not. Kalau cuma ganteng doang, cewek-cewek transgender juga banyak bertebaran.

"Ngapain kamu kedip-kedip begitu? Cacingan?"

See? You better stop.

Gue mengembuskan napas lelah, mengambil nasi kotak yang dia sodorkan lalu mengoper ke sebelah. "Berkedip itu gerakan refleks, Kak. Spontanitas kalau ada sesuatu yang membahayakan. Sifatnya di luar kesadaran. Jadi jangan tanya alasan."

"Maksud kamu saya membahayakan?"

Iya. Situ membahayakan kesehatan.

"Gak tau. Dibilangin jangan tanya. Lagian kenapa Kak Dirga bisa ada di sini?"

"Kenapa emangnya?"

"Pasangan pertanyaan itu jawaban. Kalau belum dijawab terus tau-tau udah ditanya balik jadinya sesama jenis. Gak boleh. Dilarang agama."

"Agama gak ngelarang pertanyaan dibalas pertanyaan."

"Emang gak ngelarang. Tapi saya yang gak suka."

"Oh," Kak Dirga menjeda, merapatkan punggungnya ke kursi lalu mengaitkan jari-jari tangannya. "Kalau gitu emang lebih baik gak dijawab."

Gue menaikkan alis sebelah, terlalu malas bertanya tapi sebenarnya kepo juga.

"Nanti kamu suka."

H-ha?

"Kalau kamu suka nanti ribet urusannya."

P-PARDON?!

"I-ini kita ngomongin apa, sih?! Saya cuma tanya kenapa Kak Dirga bisa ada di sini? Kenapa pembahasannya jadi lari begini?"

Kak Dirga gak langsung menjawab. Dia menggumam panjang. "Lari ke mana?"

"Ke ... ke ..."

Mampus gue. Lari ke mana coba?

"Saya gak ngerasa melenceng dari topik, tuh. Kan kamu yang ngarahin pembicaraan. Coba, kamu bilang apa tadi soal pertanyaan yang dibalas sama pertanyaan?"

"S-saya ... saya gak suka. Tapi-"

"See? Jadi apanya yang lari?" potong Kak Dirga-sebelum gue sempat mengutarakan pembelaan. "Lagian, kenapa kamu tiba-tiba jadi panik begitu?" lanjutnya, kembali memasang senyum yang entah kenapa terasa menyebalkan.

Ya ... Ya habisnya situ ngomongnya ambigu, Pak! How am i supposed to know that you aren't talking about something else? Duh!

Gue menggigit bibir bawah, menahan diri untuk gak menjawab dengan tergesa-gesa karena intuisi gue bilang bahwa gue hanya akan makin terjebak kalau gue tetap berusaha mengelak-walau bukan berarti gue membenarkan perkataanya tentang gue yang sedang dalam keadaan panik. Intuisi gue juga bilang kalau lebih baik gue memikirkan cara mengalihkan pembicaraan dengan tetap elegan.

Udahlah. Emang gak bakalan pernah menang gue ngelawan dia. Percuma.

Gue berdeham. "Tadi di sebelah saya ada orang."

"Saya juga orang."

Saya gak percaya. Status ke-orang-an situ meragukan.

"Tadi orangnya perempuan."

Dosbim | DoyoungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang