14 (b)

27.9K 5.2K 3.5K
                                    

"Nar, gimana kalau lo sama Kak Dirga aja?"




Krik krik ...




Krik krik ...




Krik krik krik ...

Gue dan Sisil serempak menoleh ke arah datangnya suara, mendapati ada kelompok lain yang juga sedang bercengkrama di sudut lain ruangan ini. Suara barusan berasal dari gadget salah satu dari mereka, sepertinya bermaksud mengusili temannya dengan memberi respons yang tidak diduga-duga. Dan entah karena suasana di ruangan ini yang memang cukup hening atau hanya tidak seberapa bising, suara itu bisa sampai ke tempat gue dan Sisil berdiri. Sebuah kebetulan yang pas sekali.

Wah, gila. Takdir suka gak lucu nih jokes-nya. Sampai bisa pas gini momennya. Emang bukan kaleng-kaleng nih dunia.

"Ya ampun, gue kira apaan!" Sisil menyengir sambil menggeleng-gelengkan kepala, tampak lebih lega dari beberapa saat sebelumnya. Dia lalu kembali ke gue sepenuhnya. "Ehm! Hehe."

Gue menaikkan alis sebelah, yang kembali dia sambut dengan cengirannya. "Gimana, Nar?" tanyanya lagi.

"Apanya?"

"Yang tadi gue jelasin panjang lebar!"

Gue diam sambil mengerjap beberapa kali, mengamati Sisil yang masih memasang senyum penuh kebanggaan seolah penjabarannya barusan adalah ide paling brilian di dunia ini. Lalu setelah banyak detik yang terbuang percuma, pada akhirnya gue hanya tersenyum ala kadarnya.

"Hng? Kenapa kenapa? Gue bener, ya? Ide gue bagus, ya?" Sisil kemudian berkacak pinggang sambil mengangguk pelan. "Hehe, gue gitu, loh! Emang seorang Sisilia Danuswara tuh—"

"Gila."

"Exactly! Sisilia Danuswara tuh emang gila bang—eh?" Sisil membiarkan kalimatnya menggantung di udara, mengganti senyum penuh kebanggannya dengan raut penuh tanda tanya. "Loh? Eh? Loh? Kok ... kok ... loh?!"

Senyuman gue semakin merekah. "Iya. Sisilia Danuswara tuh, gila!" ucap gue, sengaja memberi penekanan pada kata terakhir yang gue lontarkan. Selanjutnya gue mulai membereskan peralatan, mengabaikan Sisil yang masih dalam mode kebingungan.

Gue memeriksa setiap kandang yang ada, mengecek keadaan para tikus setelah kembali bersentuhan dengan manusia. Sekalian gue juga memastikan rumah-rumahan itu tertutup dengan baik dan para hewan uji gak bisa keluar dari sana. Setelah yakin keadaan mereka aman sentosa, gue mulai mengangkut kandang itu satu per satu ke tempatnya yang semula.

"Nar! Kok jadi gue yang gila, sih?" seloroh Sisil begitu gue kembali dari menyelesaikan tugas negara.

Gue merotasikan bola mata, sedikit kesal karena Sisil masih belum mau berhenti juga. "Ya menurut Anda? Coba dipikir ulang dulu tadi habis ngomong apa aja."

Sisil menggelengkan kepala. "Gue gak ngerti. Perasaan gak ada yang sal—"

"Makanya jangan pakai perasaan."

"Hah?"

"Udah, diem."

"Kok diem?"

"Diem aja."

"Kok gue disuruh diem?"

"Nurut aja."

Sisil memberenggut. "Ih, Nara kok gitu, sih?"

Ya terus lo maunya gue gimana?

Gue menghirup napas dalam lalu mengembuskannya perlahan. "Sil, di agama gue, gak ada yang namanya pacaran sebelum nikah."

Dosbim | DoyoungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang