Hari yang ditunggu-tunggu—dipusingi—oleh semua peserta PKM yang lolos ke tahap pendanaan dari kampus gue akhirnya tiba. Sejak pukul tujuh pagi, lokasi diadakannya pembukaan kegiatan ini sudah ramai oleh manusia. Semua mahasiswa yang datang tampak rapi lengkap dengan almamaternya. Gak hanya satu, tapi ada beberapa macam warna jaket yang berbeda. Kebetulan kali ini kampus gue mendapat peran sebagai tuan rumah. Maka dari itu, di parkiran sudah berjejer bus-bus yang membawa rombongan dari universitas-universitas lainnya.
Monitoring dan Evaluasi Eksternal PKM 5 Bidang, atau yang akrab kami sebut sebagai monev eksternal, adalah tahap di mana para reviewer akan melihat dan menilai sudah sejauh mana progres yang ada pada tiap tim yang masih tersisa. Tahap ini juga akan menjadi salah satu acuan untuk menentukan apakah setelah ini, tim kalian bisa melanjutkan langkah ke ajang keilmiahan paling bergengsi di Indonesia yaitu Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional alias Pimnas, atau harus berbesar hati dan menerima kenyataan bahwa kali ini, sekali lagi, kali ini, Pimnas masih belum bisa kalian sesapi.
Gue menarik napas panjang lalu mengembuskannya perlahan. Masih sama seperti dulu, gue masih Nara yang gak terlalu suka keramaian. Kerumunan orang-orang asing ini membuat gue sedikit agak ketakutan. Belum lagi sudah nyaris dua puluh menit berlalu sejak gue tiba dan masih gak ada satu pun wajah yang bisa gue labeli sebagai teman.
Ya Allah Ya Rabb, kalau begini ceritanya, lama-lama gue bisa pingsan beneran!
Gue menggigit bibir bawah, mengeratkan genggaman pada tali tas sembari terus menelpon siapapun yang bisa gue telpon. Kali ini pilihan gue jatuh ke Lea karena gue gak bisa lagi berharap pada Sisil dan Dahlia. Untungnya kali ini gue gak lagi harus menelan kecewa karena akhirnya panggilan gue dijawab oleh oknum di seberang sana.
"Halo?"
"Halo, Le. Lo di mana?"
"Lo sendiri di mana?"
"Gue yang nanya duluan ngomong-ngomong."
"Ya udah sih jawab aja gak ada ruginya juga, Nar."
Gue mendecih. "Gue udah di lokasi. Lo di mana, sih? Gue masih sendiri nih dari tadi!"
"Gue juga udah di lokasi, kok."
"Sebelah mana?"
"Belakang lo."
Sontak gue menoleh ke belakang, mendapati Lea sedang melambaikan tangan dengan hp yang masih menempel ditelinganya.
"Now you see me."
"Ow, yeah. Finally a familiar one." Gue memutuskan sambungan lalu menghampiri Lea. "Ibu dari mana aja, Bu? Lama amat datangnya."
"I'm not, Sis. Situ yang datangnya kecepetan. Wong acaranya aja masih setengah jam lagi."
"Ya jam delapan tuh acaranya udah mulai, Le. MC-nya udah assalamualaikum. Bukan baru masuk ruangan buat nyari kursi terus diatur lagi yang belakang suruh maju ke depan."
Satu alis Lea kontan meninggi. Lalu detik selanjutnya dia mendengus geli. "Iya iya iya. Bawel amat sih, ah! Intinya tuh gue gak telat and problem solved. Okay?"
"Sigh, oke."
Persetujuan itu menjadi penutup dari perdebatan kali ini. Gue dan Lea gak saling melempar komentar lagi dan memilih beranjak mencari tempat menunggu yang lebih layak.
Sekarang pukul 7.35 pagi dan gue masih berada di luar bangunan. Kebetulan memang belum ada instruksi untuk masuk ke ruangan, jadi mahasiswa yang datang juga hampir semuanya masih berkeliaran. Gue dan Lea memutuskan untuk menunggu Fei yang katanya sudah dalam perjalanan. Harusnya sebentar lagi dia sampai. Jadi kita tunggu sekalian supaya di dalam nanti bisa duduk bersebelahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dosbim | Doyoung
Narrativa generaleSUDAH TERSEDIA DI GRAMEDIA DI KOTA ANDA "Cowok ganteng itu memikat, cowok pintar itu menjerat" ©2018, lilianahikari