Garasi
SInopsis: Dan garasi ini menjadi saksi bisu janji mereka dua belas tahun yang lalu.
==========
Tangan mungil berusaha keras menggapai tombol bel diatasnya. Segala cara sudah di coba—setidaknya itu yang ia pikirkan. Kaki jinjit, loncat-loncat kecil—masih tidak tergapai. Ia yakin tahun depan tingginya akan melewati tombol bel rumah tetangganya. Tunggu saja pembalasannya.
Pagi itu angin membelai lembut pipi agak tirus sang bocah. Matanya memejam—menikmati sembari menunggu pintu dibuka. Surai hitamnya ikut berkibar bersama kaus putih polos, ditiup angin.
"Brett?"
Manik oniks tampil saat kelopak mata terbuka. Dihadapannya kini seorang bocah yang lebih tinggi dengan rambut acak-acakan sedang mengucek mata—pasti baru bangun, pikir Brett.
"Aku datang untuk latihan." Ucapnya singkat.
Saat pintu dibukakan, kakinya menyelonong masuk tanpa menggubris si empunya rumah. Sudah biasa. Semuanya mafhum.
Inilah rutinitas minggu pagi kedua bocah calon violinist ternama itu. Brett kecil menghampiri rumah Eddy (hanya lima langkah dari rumah. Mereka tetangga.) dan memulai mengoprasikan biolanya sesampainya mereka di garasi rumah Eddy.
Empunya rumah datang belakangan, membawa nampan berisi makanan dan cemilan.
Mereka selalu memilih untuk berlatih di sini karena lokasinya yang strategis dan jauh dari gangguan. Juga saat mereka muak untuk menggesek senar, mereka bisa beristirahat dengan tenang tanpa harus diwawancarai 'kok kalian tidak latihan?'.
Hari minggu kedua bocah itu selalu dihabiskan di ruangan ini. Terdengar menyedihkan? Tidak, mereka selalu menikmati waktu yang dilalui. Tiap menit dan jamnya. Dan tentu saja kombi Eddy-Brett tidak berlatih seharian, selalu ada waktu yang disisakan bagi mereka untuk bermain.
Pertemanan mereka berjalan dua tahun. Keluarga Chen pindah dari kota lain kesebelah rumahnya. Dan saat Brett tahu anak Pak Chen juga bermain biola, tentu saja mereka menjadi teman dekat.
"Hey, Brett?" panggil bocah berpipi agak tembam.
"Hm?"
"Dapatkah kau berjanji untuk terus menjadi temanku sampai kapanpun?"
Yang ditanya membenarkan posisi kacamata—heran dengan pertanyaan sosok disebelahnya.
"Tentu saja. Kau kan sahabatku."
Jawaban singkat itu membuat hati Eddy berseri.
"Ayo berjanji!" Ajaknya antusias. Eddy mengacungkan jari kelingkingnya. "Saat kita sudah besar nanti, kita akan menjadi musisi bersama! Dan melakukan hal-hal seru Bersama! Apapun itu, selalu bersama!"
Senyum terukir manis diwajah Brett. Kelingkingnya menyambut. Anggukan keras tanda setuju.
"Aku berjanji."
Mata mereka saling bertatapan. Belum ada senyum yang luntur diantara mereka. Janji antara kedua bocah belum tumbuh jakun yang terdengar picisan, namun siapa yang tahu apa yang akan terjadi dimasa depan?
Dan garasi ini menjadi saksi bisu janji mereka dua belas tahun yang lalu.
==========
K/n:
Bloopers:
Waktu Kyuu ngetik kata 'kelingking' malah typo jadi 'kelingling' dong :)))))
KAMU SEDANG MEMBACA
CRESCENDO [TwoSetViolin Oneshots]
FanfictionPrompt A-Z TwoSetViolin Oneshots. Prompt U, updated! Ucapan - "Kalau besar nanti... aku ingin menjadi soloist yang hebat!" ucap si bocah berkacamata. #RamaikanTwoSetIndonesia