Fragmen

422 48 28
                                    

Fragmen

Sinopsis: (n.) bagian atau pecahan sesuatu.

==========

Hari ini akan menjadi hari yang menyenangkan untuk Eddy dan Brett. Pagi mereka diawali dengan menyeruput secangkir kopi di café kesayangan didekat rumah. Eddy aktif membuat pembicaraan selama perjalanan. Mulutnya tidak pernah berhenti bergerak-selalu saja ada bahan untuk diceritakan. Mungkin Eddy akan menjadi penjahit yang cemerlang jika ia mulai merintis karir didunia menjahit. Karena ia punya banyak bahan-ha ha.

"Aku memesan salad untuk mu Bretty. Yang biasanya sering kau pesan. Aku tahu kau menyukainya." senyum bangga terukir diwajahnya. Eddy merasa mengetahui lebih banyak tentang sahabatnya dibanding tentang dirinya sendiri.

Suasana café tidak terlalu ramai dan nyaman untuk menikmati pagi sembari bercanda gurau-inilah salah satu dari banyak alasan mengapa mereka berdua menyukai tempat ini (alasan pertama karena Brett jatuh cinta pada pandangan pertama dengan secangkir kopi latte disini.)

Setelah menghabiskan santapan pagi mereka, Eddy menarik tangan Brett-memaksanya bangun dari zona nyaman. Senyum sumringah tak pernah luntur dari wajah violinist tinggi itu. Matanya memancarkan aura positif. Dan jika kau melihat jauh kedalam sana, kau bisa tahu banyak rencana yang telah ia buat untuk hari ini.

"Ayo, Brett! Masih banyak perhentian yang mengunggu kehadiran kita!"

Eddy berjalan dengan antusias sementara Brett hanya mengekor dibelakang.

. : o O o : .

"Kau ingat tempat ini?" tanya Eddy menatap bangunan bernuansa oranye. Nostalgia.

Griffith University, Queensland Convervatorium. Kampus mereka dulu. Banyak sekali video yang mereka rekam di lingkungan ini. Eddy masih ingat saat mereka merekam video Viola Gang persis dimana kaki mereka berpijak sekarang-kenangan yang sulit untuk dilupakan jika mendatangi tempat ini. Eddy pun masih ingat saat-saat ketika membuat spanduk Viola Gang semalaman sehari sebelum rekaman.

Manik obsidian melirik pria disebelahnya yang tengah menatap entah apa-sekilas, sosoknya seakan tengah terbawa oleh arus memori.

Merasa cukup lama berdiri dan mengamati, akhirnya Eddy menarik kembali tangan Brett. Membawanya ke perhentian selanjutnya.

"Ayo!" ajaknya dengan penuh semangat.

Brett masih setia mengekor.

. : o O o : .

Matahari sudah menjulang tinggi tepat diatas kepala mereka. Terik dan menyilaukan. Keringat sudah mengucur, mulai menghasilkan bau tak sedap. Eddy yakin sahabatnya itu tidak akan kuat jika harus diajak berkeliling lebih lama lagi. Maka dari itu, mumpung jam sudah menunjukkan pukul 12 siang, Eddy melipir ke sebuah restoran diujung jalan.

"Kali ini izinkan aku yang memilihkan makan siang untukmu, Bretty." Ucapnya diakhiri dengan senyuman.

Setelah menyebutkan nama makanan yang diinginkan, si pelayan mengangguk dan segera mengantarkan pesanan mereka agar segera dimasak oleh awak dapur.

Suasana restoran tidak jauh berbeda dengan tipikal restoran australia lainnya di kota. Eddy tidak ingat pernah mengijakkan kaki disini. Mungkin ini restoran baru, pikirnya.

"Brett, aku haus. Tunggu sebentar ya, aku ingin ke toko boba disebelah." Ucap Eddy kemudian menyentuh pundak Brett seakan berkata; Aku akan segera kembali.

Beruntung, antrean tidak terlalu panjang. Setelah memesan, Eddy buru-buru kembali.

Alangkah terkejutnya Eddy ketika melihat sahabatnya lenyap dari meja mereka. Nyaris kantung isi minuman boba berakhir sia-sia diatas tanah.

CRESCENDO [TwoSetViolin Oneshots]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang