Aku menggigit bibir, menahan emosi. Kesal banget. Percuma saja kami ketemu sekarang. Percuma aku dengerin ceritanya. Percuma.
Kalau akhirnya dia merasa nggak pasti juga, yah, mau bagaimana?
Ken memutar tubuh ke arahku. Dia menjilat bibirnya beberapa kali, gugup. Aku diam saja. Dadaku sesak. Malas rasanya mau ngomong apa pun.
Dia berdeham.
"Saya belum pasti, karena sebenarnya semua tergantung kamu," katanya pelan.
"Tergantung aku?" Aku mengernyit. Kebodohan menyerangku. Kok jadi bingung begini ya?
Dia berdeham lagi.
"Uhm ... bagaimana cara saya bilangnya? Saya belum pasti karena ingin tahu, apa kamu bersedia menemani saya membesarkan Jessie? Sama-sama?"
Ap-apa?
"Maaf ya, Ken. Tolong jangan muter-muter ngomongnya. Aku capek, aku sedih, dan aku harus pergi besok. Please, sekali ini aja, bicara yang jelas." Aku nggak berusaha untuk tetap tenang. Ketusin aja sekalian.
Muka Ken merah seperti udang rebus. Jemarinya saling meremas, sementara tanganku sendiri rasanya kebas. Jantungku benar-benar berdebar menunggu kalimat selanjutnya dari Ken.
Lalu tiba-tiba saja, dia bersimpuh di kakiku.
Belum selesai aku kaget, dia meraih tanganku. Dua-duanya. Masing-masing tangan Ken memegang tanganku.
Dia mendongak. Pandangannya bergerak-gerak memandangi bola mataku bergantian. Jakunnya naik turun dengan cepat. Berkali-kali dia menjilati bibir.
Aku gemetar. Kurasakan telapak tanganku basah. Tuhan, tolong jaga supaya jantungku nggak kebangetan berdebarnya, apalagi sampai terjun bebas. Aku masih pengin hidup.
"Uhm ... Lissa?"
Tanganku diremas, gemetar.
"Uhm ... maukah kamu menikah dengan saya? Menjadi Mummy untuk Jessica?"
Satu.
Dua.
Tiga detik berlalu.
Aku terisak.
Wajah Ken menyiratkan kebingungan waktu melihatku menangis. Pelan-pelan dia bangkit dan duduk di sebelahku. Tangan kami masih tetap berpegangan.
"Saya minta maaf sekali kalau sudah membuatku sakit, Dove."
Aku menggeleng kuat. Bukan, bukan itu, Ken. Aku menangis karena hal lain.
"Lupakan saja ucapan saya tadi." ucapnya dengan rasa bersalah. Dielusnya punggung tanganku dengan jari-jarinya.
"Saya dan Jessie akan kembali ke Londong kalau begitu. Saya tidak akan mengganggumu lagi, Lissa sayang. Maafkan saya, please?" Dia berdiri.
Aku ikut berdiri. Kutubruk tubuhnya. Kupukul dadanya. Airmataku berlinang. Ken menatapku makin bingung.
"Kamu bodoh banget sih Ken! Aku nangis karena kata-kata itu yang aku tunggu selama ini, dasar Cookie Monster!" isakku sambil terus meninju dadanya.
Dia bengong. Ditangkapnya tangan kananku yang sibuk memukuli dadanya tanpa kekuatan berarti.
"Maksud kamu?"
Aku diam lalu menyandarkan kepala di pelukannya.
"Please, sekali ini, bicaralah yang jelas."
Aku membersit ingus, pengin ketawa karena dia memakai kalimatku. Dia juga tersenyum, tahu kalau aku merasa itu lucu.
"Kamu mau sejelas apa, Ken?" tanyaku sambil berusaha tenang, biarpun semua organ tubuhku kayak mau keluar dari tempatnya. Semua bergejolak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bilang Aja Napa [Completed]
Lãng mạnPernah ngerasain 'sebel tapi kangen'? Ini cerita tentang Carlissa, pustakawan penggalau karena ada dua cowok yang suka sama dia. Tapi yang dia suka cuma satu. Nunggu-nunggu ditembak sama gebetan, cowok satu lagi udah nembak duluan. Lebih sayang, la...