Tiga hari berikutnya, aku sibuk kayak orang gila. Dan karena nggak mau gila sendirian, aku minta tolong sama Ryan. Ken menyuruhku menyusun ulang semua buku. Tadinya, buku-buku diletakkan dengan bebas, nggak ada pembagian berdasarkan genre atau apapun. Sekarang Ken ingin supaya tiap rak punya susunan sendiri. Keder kan aku, ngebongkarin buku segitu banyak?
"Rak Satu: sejarah Indonesia cuma sedikit. Satu baris aja cukup. Di atasnya, baris ke dua dan tiga, sejarah dunia. Ini juga nggak banyak, Lis. Cuma kira-kira tiga puluh lima buku." Ryan membaca daftar yang diberikan Ken tadi pagi.
"Oke. Sisakan baris ke enam, siapa tahu Ken beli lagi."
Ryan hanya bisa membantuku saat kafe nggak ramai dan sesudah jam empat sore. Demi merapikan rak ini, Ken memutuskan untuk mengubah jam tutup Chapter One.
Arwen juga dibikin sibuk. Pertama-tama, Ken minta laporan keuangan dua tahun terakhir. Terus dia minta data luas tanah dan bangunan. Terus tentang pajak PBB-nya. Terus laporan keuntungan café selama dua tahun terakhir berikut evaluasi kepuasan pelanggan. Yang terakhir ini bikin Arwen senewen, karena seumur-umur kerja di sini, kami belum pernah bikin survey kepuasan pelanggan.
"Kapan pulangnya tuh orang ke London, sih?" desisku pada Ryan waktu kami sama-sama duduk bersila di lantai ruang lesehan, menumpuk buku-buku yang berserakan di depan kami menurut tema dan genre. Ini rak ke lima yang kami bereskan. Selama dua hari, kami sudah menata ulang semua rak buku di ruang depan dan tengah.
"Coba tanya Arwen. Beli tiketnya pasti lewat dia."
"Males ah. Muka Arwen udah kayak banteng disodorin kain merah."
"Padahal Arwen teman lama dia, tuh."
"Yang bener?" Aku sampai berhenti menyusun. Kupandangi cowok di depanku, heran. Aku nggak nyangka Arwen dan Ken teman. Selama ini dia nggak pernah cerita lebih banyak padaku tentang Ken selain bahwa mereka seumuran. Itu aja.
Ryan menjawab pertanyaanku dengan menaik-turunkan alis dan tersenyum tipis. Ada sedikit kesedihan di matanya. Bukan, bukan sedih. Cemburu? Kupikirkan kemungkinan itu, biarpun rasanya aneh, ternyata tempat ini ada dramanya juga!
"Ry, Ken sama Arwen itu pacaran?"
Sekalian aja aku tanya. Ryan menggeleng kuat-kuat.
"Setahu gue, enggak. Ken punya pacar."
Yang benar aja! Cowok sombong bin jahat gitu? Andai Ken punya akun medsos, pasti udah ku-stalking. Tapi Ken nggak punya. Atau mungkin pakai nama akun yang alay. Aku pernah cari akun medsos Ken Matteo dan semua variasi penulisannya, tapi hasilnya nihil.
"Pacarnya orang mana? Gue kok baru tahu!"
Alih-alih menjawab, Ryan berdiri dan memutar pinggangnya ke kiri dan kanan, lalu mengangkat setumpuk buku dengan dua tangan.
"Kerja, oi!" ujarnya dengan mata tertawa. Kedua sudut bibirnya tertarik ke atas. Biarpun dia tersenyum, aku tahu ada sesuatu di wajahnya yang berbeda. Rasa itu tadi. Cemburu. Apa Ryan diam-diam suka pada Arwen? Kenapa nggak ngomong aja? Toh selama ini nggak ada Ken.
Atau,
Mungkin Arwen diam-diam menyukai Ken, dan Ryan tahu itu. Dan sebagai rekan kerja sekaligus teman, Ryan nggak mau merusak hubungan mereka.
Huah! Gerah banget aku. Kepingin rasanya tanya langsung sama Arwen. Ryan nggak mau lagi bahas tentang mereka, jadi kami sibuk menyusun sekaligus merapikan ruang lesehan ini.
Ruang lesehan yang aku maksud adalah ruang dengan dinding kaca yang dulu kuceritakan. Ada sofa set di sudut dengan mejanya, karpet yang cukup luas untuk dua belas orang duduk melingkar, dan bantal-bantal besar. Ruang itu berpendingin udara, dilengkapi dengan sebuah lukisan abstrak reproduksi karya pelukis terkenal. Ruang ini biasa dipakai untuk pertemuan kecil. Kedap suara, jadi tidak mengganggu ruangan di luarnya. Ada dua buah ruangan seperti ini, berhadapan dengan kantor Ken yang baru satu kali kumasuki itu.
Hai hai!
Semalam nulis ini habis nonton The Passage, hahaha ... Sebetulnya bagian di bawahnya sudah ada tapi 500 kata dulu aja ya. Bentar siangan saya upload kelanjutannya.
Saya lagi cari cast buat Ryan tapi belum dapat huhuhu ...
Kalau nanti dapet cast-nya koreyah, nggak apa ya :D bayangin aja dia plontos gitu ...
Semoga suka part ini. Sabar ya tunggu kelanjutannya.
Luv luv, evenatka
KAMU SEDANG MEMBACA
Bilang Aja Napa [Completed]
RomansPernah ngerasain 'sebel tapi kangen'? Ini cerita tentang Carlissa, pustakawan penggalau karena ada dua cowok yang suka sama dia. Tapi yang dia suka cuma satu. Nunggu-nunggu ditembak sama gebetan, cowok satu lagi udah nembak duluan. Lebih sayang, la...