Laila mempersilahkan ketiga demigod itu masuk ke rumahnya dan orangtua gadis itu mengernyit saat melihat Laila membawa masuk orang asing. Mereka sempat bertanya pada gadis itu, hingga terkejut kala mengetaui bahwa Jimin, Namjoon, dan Seokjin adalah demigod, ditambah kenyataan jika mereka adalah anak dari duabelas dewa Olympus.
Namjoon, Jimin, Seokjin memutuskan untuk menginap beberapa hari sampai teman-temannya yang lain datang. Sebelumnya, Daniel sudah menjelaskan jika setelah melewati hutan berkabut, mereka akan sampai di Desa Renaisan yang tepatnya desa tempat tinggal Laila.
Seokjin duduk di ranjang sambil meluruskan kakinya, ia menutup mata dan menggigit bibir, menahan rasa sakit yang disebabkan karena tertimpa batang pohon.
Cklek
Pintu terbuka, Namjoon beranjak duduk di pinggir ranjang Seokjin. Pria itu menatap raut wajah Seokjin yang terlihat menahan sakit, bahkan pemuda itu terlihat enggan membuka matanya saat Namjoon masuk.
"Apa ini bertambah sakit?"
Seokjin mengangguk kecil, keringat membasahi dahinya, ia lantas membuka mata dan langsung menatap manik emerald Namjoon. "Kurasa karena belum diobati sama sekali." Seokjin berkata lirih, Namjoon masih menatapnya, pria itu menghela nafas. "Biar kucarikan obatnya."
"Tapi kau kan tidak tau seluk beluk desa ini."
"Aku bisa meminta tolong pada Laila." Setelah mengucapkan itu, Namjoon langsung melenggang pergi, meninggalkan Seokjin yang kembali memejamkan matanya.
Pemuda itu terlelap dan tertidur cukup lama, hingga ia tidak sadar jika waktu mulai memasuki sore hari. Seokjin meringis kesakitan saat sesuatu menekan kakinya, ia membuka mata dan menemukan Laila yang sedang mengobatinya dengan daun arackse, daun yang berfungsi mengobati rasa sakit seperti di kakinya.
"Ini akan sedikit sakit, tapi kuyakin kau bisa menahannya."
Pemuda itu mengangguk, lalu tatapannya beralih pada Namjoon yang bersandar di dekat pintu. Seokjin tersenyum tipis dan seperti biasa, Namjoon hanya akan terdiam.
Seokjin berkali-kali meringis kesakitan saat Laila memijat kakinya sambil menggosok daun arackse yang direndam dalam air hangat. Tak lama, gadis itu selesai mengobati Seokjin, ia berdiri dari pinggir ranjang dan tersenyum. "Sebentar lagi pasti kau merasa enakan, aku permisi dulu."
Seokjin tersenyum sambil mengucapkan terimakasih pada Laila yang bersiap untuk pergi. Saat gadis itu hendak melangkahkan kakinya, ia terpeleset karena cipratan air yang berada dalam wadah berisi daun arackse. Namjoon dengan sigap menolong Laila, meletakkan tangannya pada pinggang gadis itu. Laila bernafas lega, lalu pipinya mendadak bersemu saat menyadari jarak tubuhnya dan Namjoon sangat dekat, dia bisa merasakan nafas hangat Namjoon di telinganya.
Seokjin menatap keduanya tanpa ekspresi lalu memalingkan wajahnya, ia hanya merasa aneh dan tak enak dengan pemandangan itu.
"A-ah maaf.. "
Seokjin mendengar suara Laila yang meminta maaf, ia bisa menebak jika gadis itu sedang gugup dengan pipi yang memerah. Pemuda itu masih memalingkan wajah pada saat Laila sudah keluar dari kamar, menyisakannya dan Namjoon.
Namjoon mendekat, lantas duduk di samping Seokjin. Ia mengernyit saat melihat pemuda itu menatap lurus ke depan, "Kau kenapa?"
"Tidak, tidak ada apa-apa."
"Baiklah. Kalau tidak ada apa-apa, aku pamit keluar, menemani Laila ke pasar."
Seokjin mengernyit bingung, "Hah?"
"Ya, saat mencari daun arackse tadi Laila meminta tolong padaku untuk menemaninya."
Setelah berkata seperti itu, Namjoon beranjak berdiri dan meninggalkan Seokjin sendirian. Seokjin menatap kepergian Namjoon dengan pandangan datar tanpa ekspresi, lalu ia menghela nafas dan menutup matanya.
●●●
Waktu menunjukkan malam hari, Seokjin, Namjoon, dan Jimin sedang berada di teras rumah Laila, membicarakan kemungkinan teman-temannya akan datang.
"Kurasa saat tengah malam mereka sampai disini." Jimin menatap rumah-rumah penduduk desa yang diterangi lampu temaram. Namjoon mengangguk sambil mengamati kunang-kunang yang berterbangan di rerumputan, "Semoga saja."
Laila tiba-tiba datang, gadis itu berkata jika makan malam hendak disiapkan, Seokjin, Jimin, dan Namjoon mengangguk. Saat Laila hendak melangkahkan kakinya, gadis itu tersandung lantai yang terbuat dari kayu, lagi-lagi Namjoon menolongnya.
Pria itu memegangi lengan Laila dan Laila memegangi pundak Namjoon. Gadis itu memerah kembali lalu menunduk untuk menyembunyikannya, "Ma-maaf, aku ceroboh lagi.. "
Namjoon terkekeh kecil dan Seokjin sedikit terkejut karena Namjoon bisa sampai terkekeh. Laila masih menunduk dan ia langsung berjalan cepat masuk ke dalam rumah.
Seokjin menatap datar dan Jimin menggelengkan kepalanya sambil terkekeh kecil saat melihat interaksi Namjoon dan Laila tadi, "Oh apa tadi yang kulihat itu? Sebuah drama eh?"
Namjoon langsung menatap Jimin tajam dan Seokjin masih memasang ekspresi datar, ia tidak terbiasa melihat Namjoon yang biasanya dingin bisa terkekeh hanya untuk hal semacam itu.
Apa Namjoon menyukai Laila?
Ah, itu kan urusannya bukan urusanku.
Seokjin menggelengkan kepalanya lalu pemuda itu berdiri pelan-pelan sambil berpegangan pada pinggiran kursi. Jimin yang melihatnya langsung membantu Seokjin, "Kau mau kemana?"
"Kamar."
"Tidak makan?"
"Hmm, aku sedang malas."
Jimin berdecak kesal, "Kau belum pulih ingat?"
"Aku tau, tapi aku tidak selemah itu."
"Seok- "
"Ayolah Jimin, aku sedang malas makan. "
"Ck, oke, terserahmu." Jimin memutar bola matanya malas, lantas membantu Seokjin pergi ke kamar, sedangkan Namjoon menatap kepergian Seokjin tanpa mengatakan apapun.
~TBC~
Argggh, aku nulis apa ini?!?! 😲😲
KAMU SEDANG MEMBACA
Destroy The Problem [ NamJin ]
FanfictionNamjoon menatap lurus ke depan, ke arah kegelapan dan pepohonan yang bergerak tertiup angin. "Because I don't want my lili flowers wilted." Dan Seokjin tak mengerti apa maksud pria itu. WARN! BL, demigod au, half-blood, fantasy