Seokjin menelusupkan kepalanya di antara kedua lututnya yang tertekuk dan Jimin terdiam di sampingnya. Pria itu menyandarkan punggung di dinding gua sambil menatap langit-langit gua. Tubuh tak bernyawa Jungkook telah mereka timbun dengan pasir dan bebatuan di dalam gua.
Hanya keheningan yang terjadi di dalam sana, Seokjin menengadahkan kepalanya, membuat posisi pemuda itu sama seperti Jimin. Matanya memerah dan sembab, serta bekas air mata yang terlihat di pipinya.
"Kita harus pergi Seokjin.. " Suara Jimin terdengar lirih dan serak, pria itu menutup mata sejenak sebelum kembali membuka suaranya. "Kita tak bisa berdiam diri terus."
Setitik air mata kembali mengalir dari mata Seokjin, ia berusaha mengatur nafas agar tak lagi menangis. Pada akhirnya ia harus melanjutkan perjalanan, "Baik."
Seokjin beranjak berdiri, ia meringis kesakitan saat perih di tubuhnya kembali terasa karena sedari tadi pikiran pemuda itu hanya tertuju pada Jungkook. Jimin ikut berdiri dan langsung berpegangan pada dinding gua, tenaganya terkuras begitu banyak.
Kondisi keduanya sama-sama tak baik. Tubuh mereka dihiasi luka dan darah yang mengering, tenaga mereka terkuras banyak akibat berlari menghindari orthrus.
Tatapan Seokjin menyusuri sekeliling, berusaha menemukan jalan lain di dalam gua ini. Senyum tipis terkembang di bibirnya kala irisnya berhasil menemukan dua terowongan gua yang mengarah ke kanan dan kiri. "Jimin, aku menemukannya."
Jimin mengikuti arah pandang Seokjin, ia ikut tersenyum. Mereka berjalan ke dekat terowongan itu dan terhenti, bingung harus memilih arah. Jimin menghela nafas, "Kanan atau kiri?"
"Kanan." Seokjin menjawab tanpa ragu dan Jimin mengernyitkan dahinya heran, "Kau terlihat yakin."
"Aku tidak tau, ini hanya feeling ku saja."
"Oke baiklah, mari berharap jika arah yang kau pilih benar."
Seokjin mengangguk singkat, ia menyilahkan Jimin untuk jalan terlebih dahulu. Pemuda itu menengok ke belakang, ke arah timbunan pasir yang menutupi tubuh Jungkook. Ia tersenyum tipis, "Aku pergi, selamat tinggal dan aku menyayangimu."
●●●
Namjoon menatap kosong api unggun di depannya. Pikirannya masih tertuju pada Seokjin, berharap jika pemuda itu segera muncul di sini karena jika tidak, ia akan merasa jiwanya telah lenyap saat itu juga.
Seseorang menepuk bahu Namjoon yang membuat pria itu menoleh. Yoongi menatap sang putra Zeus sejenak sebelum mendudukkan diri di samping Namjoon. Pria itu menatap pada api unggun yang menerangi seisi gua, tempat dimana portal Abyras terbuka. Beberapa saat yang lalu mereka telah tiba di gua ini.
Pandangannya mengedar ke sekililing, ia bisa menemukan tiga jalur yang mengarah lurus, kanan, dan kiri. Mereka nantinya akan pergi ke arah kiri karena sebelumnya Daniel berkata bahwa jalur itu akan membawa mereka ke portal, sedang dua jalur yang lain, Yoongi tak tau akan mengarah kemana.
"Dia pasti akan baik-baik saja." Yoongi membuka suaranya setelah keheningan yang terjadi.
Namjoon menghela nafas frustasi, untuk pertama kalinya, pria itu tak sanggup mengendalikan semua emosinya. Rasa khawatir, takut, dan kesal memenuhi relung hatinya.
Ia kesal pada dirinya sendiri karena tak mampu menjaga Seokjinnya padahal pria itu tau, saat mereka masih di bawah gunung, Seokjin sudah terlihat takut, ia bisa merasakan tangan bergetar pemuda itu di genggamannya.
"Dia tak akan mati semudah itu." Yoongi bersuara kembali, ikut berusaha meyakinkan dirinya sendiri bahwa temannya akan baik-baik saja walaupun pria itu sebenarnya khawatir.
Namjoon menghela nafas lantas menutup matanya sejenak guna menenangkan kegundahan di hatinya. Ia harus yakin, Seokjin akan tetap hidup, pasti.
Jika pemuda itu benar-benar pergi dari dunia ini, Namjoon bersumpah akan melakukan apa saja untuk membuat pemuda itu kembali, termasuk melawan ayah Taehyung, Hades.
●●●
Cahaya dari tangan Seokjin menerangi jalur yang telah diambilnya. Ia berjalan bersisian dengan Jimin, terus melangkah lurus karena jalur ini sama sekali tak memiliki kelokan.
Hanya suara langkah kaki yang terdengar, tak ada selain itu karena Seokjin dan Jimin sama-sama terdiam. Jimin menghentikan langkahnya, ia lelah karena jalur ini seperti tak berujung.
Seokjin ikut menghentikan langkahnya, ia menoleh pada Jimin dan langsung memeluk pemuda itu. Berusaha menenangkannya dengan sebuah pelukan. "Aku tau kau lelah, tapi percayalah padaku jika kita pasti akan menemukan petunjuk sebentar lagi."
Jimin mengangguk, ia melepaskan pelukan pemuda itu dan tersenyum kecil. "Terimakasih."
Setelahnya mereka kembali melangkah dengan keheningan lagi. Entah berapa jam yang telah mereka habiskan untuk menyusuri jalur ini.
Seokjin masih berharap, bahwa di depan sana sesuatu yang baik akan menunggunya. Ia harus segera keluar dari sini bersama Jimin sebelum tenaga keduanya benar-benar habis terkuras.
Nafasnya tersengal-sengal, kakinya kebas dan peluh membanjiri dahinya. Tubuhnya mulai terasa berat dan matanya mulai berkunang-kunang. Seokjin mengerjapkan matanya, berusaha mempertahankan kesadarannya.
Kumohon dewa.
Seokjin membatin, berharap semoga kali ini dewa langsung membantunya. Hingga akhirnya harapan itu terkabul, irisnya bisa melihat cahaya dari ujung jalur ini.
Ia dan Jimin tersenyum lega, tanpa ragu kembali berlari menuju ke arah cahaya itu walaupun tubuh mereka mulai lemas.
Mereka berlari, terus berlari hingga cahaya itu tepat berada di depannya. Seokjin dan Jimin mengerjapkan matanya setelah mereka keluar dari jalur. Hal pertama yang Seokjin lihat adalah seorang pria yang tengah terduduk sambil menatap kosong ke sebuah api unggun.
Mata Seokjin memanas kala melihat orang itu, ia kenal betul dengan surai ash grey nya dan manik emerald kesukaannya. Seokjin menitikkan air mata sebelum ia menyebutkan sebuah nama yang sangat dirindukannya.
"Namjoon.. "
~TBC~
Akhirnya, NamJin ketemu lagi😭
Aku kangen sama mereka😥😥Tinggalkan jejak!
Oke, see you:)
Borahae💜💜
KAMU SEDANG MEMBACA
Destroy The Problem [ NamJin ]
FanfictionNamjoon menatap lurus ke depan, ke arah kegelapan dan pepohonan yang bergerak tertiup angin. "Because I don't want my lili flowers wilted." Dan Seokjin tak mengerti apa maksud pria itu. WARN! BL, demigod au, half-blood, fantasy