🌿DTP 19🌿

2.7K 508 11
                                    

Seokjin terbatuk kala lehernya serasa dicekik seseorang, tubuhnya terasa remuk bukan main. Ia masih terbatuk sambil berusaha berdiri dengan berpegangan pada dinding tebing. Pemuda itu bisa melihat beberapa anggota tubuhnya terluka dan mengeluarkan darah. Seokjin meringis kesakitan sambil bersandar di dinding.

Perhatiannya teralih kala mendengar seseorang juga terbatuk, sama sepertinya. Tak jauh dari tempat Seokjin, manik hazelnya menangkap siluet seorang pria yang tak asing tengah meringis kesakitan sambil berbaring.

"Ji-jimin?" Seokjin berkata lirih, ia mengerahkan seluruh tenaganya untuk menghampiri pria itu, bahkan saat Seokjin melangkahkan kaki sedikit, tubuhnya serasa ditusuk ribuan benda tajam.

"Jimin, kau tak apa?" Akhirnya Seokjin bisa menghampiri Jimin, ia berlutut di dekat pria itu, bisa dilihatnya jika Jimin menganggukkan kepalanya pelan. "Setidaknya aku masih hidup bukan?"

Seokjin terkekeh kecil, setelahnya Jimin berusaha bangkit dan kondisinya sama dengan Seokjin, tubuh pria itu dipenuhi luka. Jimin menatap sekeliling, dua tebing tinggi berada di sebelah kanan dan kiri, di tengahnya terdapat sungai kecil yang mengalir dan berada tepat di sebelah kanan kedua demigod itu.

"Dimana Jungkook?" Jimin memecah keheningan.

Manik Seokjin ikut menyusuri sekitar, berusaha menemukan sosok saudaranya itu. "Jungkook!"

Suaranya bergema saat Seokjin berteriak memanggil nama Jungkook, ia berharap orang yang dipanggil segera menunjukkan tanda-tanda, tapi nihil.

"Jungkook! Dimana kau?!"

"Jungkook?"

"Jung- "

"Seokjin! A-aku disini.. " Lirihan itu terdengar di telinga Seokjin dan Jimin, mereka bertatapan, seolah bertelepati satu sama lain tentang darimana suara Jungkook berasal.

"Jungkook, dimana kau?!"

"Di-di sini Seokjin, dekat batu besar."

Seokjin dan Jimin kembali bertatapan, setelahnya mereka melangkahkan kaki ke arah batu besar yang terketak tak jauh dari tempat kedua demigod itu. Seokjin dan Jimin mengintip dan sontak mereka membelalak kaget, "Astaga Jungkook!"

Jungkook hanya bisa meringis kesakitan karena salah satu kakinya tertimpa batu, bahkan kondisi tubuh pria itu lebih parah daripada Seokjin dan Jimin. Sekuat tenaga, mereka berdua berudaha memindahkan batu itu, tak peduli dengan rasa sakit yang melanda.

Usaha mereka tak sia-sia, batu itu perlahan terangkat dan mereka menggesernya ke samping agar kaki Jungkook bisa terlepas. Seokjin menghela nafas lega, "Syukurlah.. "

Seokjin dan Jimin berusaha membantu Jungkook bangkit, mereka merangkul tubuh pria itu karena sepertinya Jungkook tak akan bisa berjalan dengan benar. Jimin menatap sekeliling, "Bagaimana kita bisa keluar dari sini?"

"Kurasa kita mustahil memanjat ke atas sana, apalagi dengan kondisi seperti ini."

"Kurasa kita harus menyusuri jalan ini dulu, berdoalah semoga kita dapat menemukan jalan pintas." Seokjin mengatakannya dengan feeling, entah kenapa ia hanya merasa jika feeling nya benar. Setelahnya, ketiga demigod itu melangkah pergi, dengan Jimin dan Seokjin yang memapah Jungkook

●●●

Namjoon masih mematung karena kejadian beberapa saat lalu, ia menghela nafas sambil mengusak rambut secara frustasi. Teman-temannya yang lain sama dengan dirinya, tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi.

"Kita harus turun!" Namjoon membuka pembicaraan, walaupun suaranya terdengar dingin seperti biasanya, terselip kekhawatiran di sana.

"Tidak."

"Apa maksudmu? Kau ingin mereka mati?" Manik emerald Namjoon menatap Daniel tajam, sedang yang ditatap terlihat memikirkan sesuatu. "Aku yakin mereka tak akan menyerah secepat itu. Kita harus melanjutkan perjalanan."

"Kau gila?!" Chaira yang sedari tadi terdiam meluapkan emosinya, ia tak habis pikir dengan ucapan Daniel barusan. Daniel menghela nafas, "Mereka akan baik-baik saja, percaya padaku."

"Kau- "

"Di bawah sana terdapat jalan pintas menuju gua, yakinlah mereka akan baik-baik saja."

Mendengar perkataan Daniel barusan, yang lain menghembuskan nafas pasrah dan terpaksa menuruti ucapan pria itu.

●●●

"Apa air dari sungai itu bisa diminum?" Jimin melayangkan tatapan memelas pada air jernih yang mengalir di sungai. Seokjin mengendikkan bahu, "Aku tidak tau."

"Huffth, aku haus."

"Kau harus menahannya Jimin."

Jimin mengangguk kecil, ia kembali menoleh ke depan, berusaha tidak menghiraukan air jernih yang menggoda. Jungkook menghentikan langkahnya saat merasakan sesuatu yang salah, "Tunggu!"

Jimin mengernyit bingung, "Ada apa?"

"Kalian tidak mendengar itu?"

Jimin dan Seokjin terdiam, mereka mempertajam indra pendengarannya hingga samar-samar suara gonggongan anjing memecah keheningan. Seokjin menutup mata sejenak, "Aku bersumpah ini hal yang buruk."

Jungkook mengangguk, "Aku tau dan sekarang bagaimana? Senjataku dan senjatamu berada di atas, hanya Jimin yang bisa memunculkan senjatanya. Kau tau kan? Kita tak bisa memunculkan anak panah jika busur kita tak ada."

Seokjin berusaha mencari solusi, tapi tak ada satupun yang muncul karena kepanikan tiba-tiba melanda pemuda itu saat suara gonggongan semakin dekat.

"Seokjin, kita harus bergegas." Suara Jungkook terdengar khawatir disertai gonggongan yang semakin terdengar dan pilihan terakhir yang terlintas di otaknya adalah—

"Lari!"

~TBC~

Vote and coment ya, tinggalkan jejak :)

Gue pingin ngomong lagi, tapi gatau ngomong apa, yaudah gitu aja.

See you💜💜

Destroy The Problem [ NamJin ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang