Empat Belas

32 2 0
                                    

Saat ini Alvin dan James telah selesai membaca berkas nya. Mereka terkejut setelah mengetahui keseluruhan kasus Dokter Argue.

"Ini gila! Dia memang pantas disebut dokter psikopat."

"Kasus ini cukup menarik James. Lo tau kenapa? Alat yang dokter ini punya diketahui hanya ada 1 di dunia. Hanya ada di rumah sakit Étoile Brillante Hospital, alat ini digunakan untuk melihat kondisi otak pasien hingga ke bagian terdalam bahkan ke syaraf-syaraf nya. Seperti nya Dokter Argue meniru dan menyalahgunakan alat ini."

"Tunggu, kalau memang alat ini hanya ada 1 berarti ia pernah melihat atau menggunakan alat ini di rumah sakit itu."

"That's right!"

"Mengenai latar belakang dokter ini dia selama 40 tahun di Amsterdam itu artinya yang berpengaruh pada kehidupan nya berada disana. Kasus ini terungkap bukan karena orang-orang atau kepolisian disana tapi karena pasien dari Malaysia maka dipastikan ia sangat dilindungi di negara itu. Dia bukan orang biasa James. Banyak orang dibalik itu yang jauh lebih berkuasa."

"Menurutmu dimana dia sekarang?"

"Entahlah namun perkiraan ku dia berada dekat dengan kita tentu saja dengan pengamanan yang diberikan oleh orang yang berkuasa di atasnya. Dokter Argue sudah masuk ke daftar hitam dunia, bahkan sejak dulu CIA dan FBI mencari dia di negara asal nya bukan? Tidak akan ada yang berpikir bahwa dia akan bersembunyi sangat dekat di sekitar kita."

James mengangguk paham. "James, besok kita ke Étoile Brillante Hospital dan minggu depan kita ke Amsterdam. Tapi-"

James menunggu ucapan Alvin.

"Jangan beritahu keluarga gue kalau kita kesana. Kota yang akan kita kunjungi adalah kota yang paling gue dan seluruh keluarga gue benci." James hanya mengangguk paham.

¤¤¤

Pagi ini Dilla dan Vian sudah bersiap-siap untuk pergi ke Kafe Violette. Dilla sudah berjanji untuk menemani adik kesayangan nya itu sarapan di sana. Saat ini mereka berdua sedang menunggu Radit yang akan menjemput mereka.

"Kalian udah siap?" tanya Radit yang baru saja datang.

"Udah dong!!" ucap Vian semangat. Hari ini ia sangat senang karena Vian akan mengenalkan kakak perempuan nya pada Ray.

"Hmmmm Vian, Kak Radit mau ngomong bentar ya sama Kak Dilla. Bentar doang kok." Ucap Radit.

"Yaudah Vian tunggu di mobil ya kak." Radit mengangguk.

"Ada apa Dit?"

"Pagi ini Professor Amanda ngadain seminar dan ada diskusi dengan para ahli neurologi dari seluruh dunia."

"Loh bukan nya besok ya?"

"Seharusnya undangan umum memang besok tapi tadi pagi Professor Amanda minta kita buat dateng sebagai asisten nya. Pertemuan ini sangat tertutup. Hanya para ahli dan asisten yang bisa datang."

Dilla terlihat bingung, di satu sisi ini kesempatan berharga namun di sisi lain ia sudah berjanji untuk menemani Vian sarapan.

"Bagaimana dengan Vian?" tanya Dilla.

"Itu yang aku pikirkan."

Akhirnya Dilla berjalan menghampiri mobil Radit dan duduk disamping Vian.

"Vian, hari ini Kak Dilla harus ketemu sama dokter gimana kalau pagi ini Vian sarapan dengan Mr. Ansen dan sebagai ganti nya hari minggu kita pergi ke taman bermain." Terlihat wajah kecewa Vian.

"Maafin kakak ya. Kakak janji lain kali bakal nemenin Vian ya?" Vian hanya mengangguk. Setelah itu ia duduk sambil menatap jendela disamping nya.

Dilla menghela nafasnya. Ia pindah duduk di depan samping Radit. Mereka pun berangkat menuju Kafe Violette. Sesampai disana, Vian segera turun tanpa berpamitan dengan Dilla maupun Radit. Tadinya Dilla ingin menyusul namun Radit mencegah nya karena ia tahu ada seseorang yang sudah menunggu Vian di dalam. Sebelum mendapatkan bukti yang pasti Radit akan mencegah Alvin dan Dilla untuk bertemu dengan Ray.

"Biar aku yang turun oke?" Dilla mengangguk.

Radit turun dari mobil dan memasuki kafe tersebut. Dan benar saja Vian sudah duduk dihadapan seseorang. Vian melipat kedua tangan nya dengan wajah yang terlihat marah.

"Dokter Radit?" sapa Ray.

"Oh Tuan Ray, kita bertemu lagi. Ah ya hari ini anda bertemu lagi dengan Vian untuk sarapan ya?"

"Ya tapi seperti nya Vian sedang marah."

"Ya seperti itulah, kakak nya berjanji untuk menemani Vian sarapan disini namun ia ada pertemuan dengan professor nya. Dan jadilah ia membatalkan acara sarapan dengan Vian." Jelas Radit.

"Ohh begitu. Biar Vian dengan saya."

"Apa tidak merepotkan?"

"Tidak..tidak. Saya sangat menyukai Vian. Sarapan saya disini jadi lebih menyenangkan karena adanya Vian."

"Baiklah. Vian, kakak pulang dulu ya. Kita ketemu lagi hari minggu dan kakak akan memenuhi apa saja yang Vian inginkan oke?"

"Sungguh?" tanya Vian yang dibalas dengan anggukan oleh Radit.

"Kalau begitu saya permisi. Sekali lagi terimakasih Tuan Ray."

"Iya sama-sama" Radit pun kembali ke mobil nya.

Setelah Radit pergi Ray langsung menatap Vian yang sedang menikmati sarapan nya.

"Vian, apakah hari ini Mr. Ansen tidak kesini?"

"Kesini, mungkin sebentar lagi sampai." Ray mengangguk paham.

"Oh ya hari ini Om Ray membawa sesuatu untuk Vian." Ray memberikan kotak berbentuk persegi panjang yang sudah ia siapkan untuk Vian.

"Ini apa Om Ray?"

"Bukalah." Vian membuka kotak tersebut. Saat dibuka ia terlihat bingung dan menatap wajah Ray yang duduk di depan nya.

"Ini apa?"

"Tiket, ayo kita main ke Disneyland!" ajak Ray dengan sangat antusias.

"Tapi-Kak Alvin tidak akan mengizinkan Vian pergi tanpa Mr. Ansen."

"Tentu saja kita pergi bertiga. Om Ray sudah membeli 3 tiket."

"Oh ya?? Asikkk." Tak lama Mr. Ansen datang.

"Selamat pagi Mr. Ray dan Tuan Vian."

"Mr. Ansen!! Hari ini Om Ray mengajak kita pergi ke Disneyland!!"

Mr. Ansen terlihat kaget dan meminta penjelasan pada Ray.

"Saya hanya ingin memberi hadiah untuk Vian. Dan karena saya tahu anda harus menjaga Vian maka dari itu saya membeli 3 tiket."

"Tapi-saya harus meminta izin dulu pada Tuan Alvin."

Vian yang mendengar itu langsung menunjukkan wajah sedih sambil memohon pada Mr. Ansen untuk tidak memberi tahu pada kakak nya.

"Ayolah Mr. Ansen kali ini aja ya ya ya. Pleaseeee!!"

"Maaf Tuan-"

"Vian udah lama gak ke taman bermain bahkan Vian lupa kapan terakhir kesana. Kalau Mr. Ansen bilang ke Kak Alvin pasti gak akan diizinin. Kali ini aja ya Mr. Ansen."

Ray menyadari satu hal bahwa kakak Vian yang bernama Alvin sangat menjaga Vian, bahkan mengetahui segala aktivitas yang Vian lakukan.

"Hmmm baiklah. Tapi kali ini saja dan sebelum jam 5 sore kita sudah sampai dirumah." Vian mengangguk.

"Terimakasih Mr. Ansen." Setelah itu mereka bertiga pun pergi ke taman bermain Disneyland.

VIOLAVA 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang