Dua Puluh

33 2 0
                                    

“Dokter Radit?”

“Ya ini saya. Kebetulan sekali bertemu Pak Ray disini, apa yang sedang anda lakukan disini?”

“Dokter, tolong anak saya.” Ray segera menggenggam kedua tangan Radit.

Radit melihat wajah sendu dan panik dalam diri pria dihadapan nya.

“Ada apa dengan anak Pak Ray?”

“Saya—saya gak tau. Sepulang saya dari L. A, saya menemukan ditubuh anak saya sudah banyak memar.”

“Pak Ray tenang ya. Biarkan dokter di dalam dulu yang menangani nya.”

Tak lama dokter keluar, ia terkejut saat melihat dokter yang ia kenal berdiri dihadapan nya.
“Dokter Radit?”

“Anda yang menangani pasien di dalam?”

“Ya dok. Saya Ken, residen tahun ke 4.” Siapa yang tidak mengetahui Radit, di lingkungan kedokteran, Radit dikenal sebagai dokter yang sangat kompeten.

Banyak dokter-dokter muda yang menjadikan Radit sebagai panutan nya. Ditambah lagi tempat sekarang mereka berada adalah rumah sakit milik keluarga Radit. Kebetulan Radit diminta sang ayah untuk mengecek keadaan rumah sakit cabang Paris.

Radit mengangguk. “Bagaimana keadaan pasien?” tanya Radit.
“Pasien mengalami dehidrasi dan ada kemungkinan malam nanti ia mengalami demam. Lalu mengenai memar ditubuhnya, saya baru saja akan menanyakan hal ini pada beliau.” Ucap Ken sambil menatap ke arah Ray.

“Jangan laporkan hasil pemeriksaan ini ke kepolisian. Dan mulai sekarang, pasien ini menjadi tanggung jawab saya.”

Ray terkejut saat Radit mengatakan hal tersebut. Ia heran mengapa Radit meminta dokter ini untuk tidak mengatakan hasil pemeriksaan pada polisi.

“Baik dok.”
“Pindahkan pasien ke lantai 14.”

Ken terkejut, ia sangat mengetahui bahwa lantai 14 hanya diperuntuk bagi keluarga pemilik rumah sakit bahkan presiden negara sekali pun tidak akan ditempatkan di lantai ini.

Lantai yang hanya memiliki 2 kamar. Dengan dokter dan suster yang menangani sangat lah profesional. Belum lagi lift yang digunakan untuk ke lantai tersebut berbeda dengan lift umum rumah sakit. Ken menyadari bahwa pasien yang baru saja ia tangani sangatlah penting.

“Ba-baik dok.” Ken segera pergi. Ray menghampiri Ella yang masih tertidur di ranjang nya. Ia menggenggam tangan Ella yang telah dipasang infus.

“Dokter Radit, apakah Ella akan baik-baik saja? ”

“Saya akan melakukan tes lebih dalam untuk mengetahui penyebab memar tersebut. Namun sebelum itu, apa Pak Ray tahu penyebab nya?”

Ray menggelengkan kepalanya.
“Pak Ray tenang saja, Ella akan baik-baik saja.”

Ray mengangguk. Tak lama beberapa suster datang sambil membawa ranjang yang jauh lebih luas dan nyaman. Mereka memindahkan Ella dan  menuju lantai 14.

Sesampai disana Radit segera melakukan pemeriksaan menyeluruh. Sesekali saat pemeriksaan Ella mengingau sambil meringis seperti menahan sakit nya.

“Saya akan kesini lagi sambil membawa hasil tes. Permisi.” Radit pamit dan Ray mengangguk.

Ray mengusap lembut tangan mungil Ella. Ia tidak pernah membayangkan bahwa sang anak akan mengalami hal ini.
Satu jam kemudian Radit kembali masuk kedalam kamar rawat Ella, “Pak Ray, hasil nya sudah keluar.” Ucap Radit.

“Bagaimana dok?”

“Memar pada tubuh Ella disebabkan oleh pukulan benda tumpul atau cubitan yang dilakukan sangat kencang. Ini sudah masuk kedalam kekerasan pada anak. Untungnya tidak ada pendarahan di dalam tubuh Ella, hanya saja Ella akan mengalami trauma karena keadaan nya ini.”

Tubuh Ray melemas saat mendengar penjelasan Radit. Ia yakin dengan pelaku nya yang melakukan semua ini pada Ella. Ray memegang kepalanya karena ia merasakan sakit.

“Pak Ray duduk dulu. Saya ambilkan minum ya.”
Ray duduk lalu ia menerima minum dari Radit.

“Dokter, apa yang harus saya lakukan?”

Radit merasakan sakit melihat pria dihadapan nya ini.

“Hanya anda yang tahu apa yang harus anda lakukan.”

Ray mengangguk paham. “Tapi bisakah dokter Radit merahasiakan keberadaan Ella disini?”

Radit mengangguk. Ia tidak menanyakan lebih dalam karena ia tahu itu bukan hak nya.

Drttt drtt

Ponsel Ray bergetar tanda pesan masuk.

“Saya izin keluar sebentar ya.” Ucap Radit. Ray mengiyakan dan kembali fokus pada pesan dari istrinya.

My Love

Ray, maafkan aku. Aku sedang banyak pikiran dan salah ku melampiaskan marah ku pada Ella. Pulang lah, aku akan minta maaf pada Ella. Aku juga udah memasakkan makanan kesukaan mu dan Ella. Mommy loves both of you.

Ray menghela nafasnya. Banyak hal yang berkecamuk dipikiran Ray. Ia sadar bahwa dirinya tidak terlalu mengetahui sifat sang istri. Ray terlalu takut dengan kenyataan yang akan ia terima nantinya.


Tidurlah. Ella sudah tidur dan tenang. Aku akan pulang besok pagi.


Balas Ray pada istrinya. Ia mematikan ponsel miliknya, Ray sadar ia harus fokus pada kesembuhan Ella.

“Pak Ray, saya pamit dulu karena ada yang harus saya lakukan. Anda tenang saja, Ella sudah berada di tempat dan tangan yang aman. Saya memastikan hal itu. Di lantai ini hanya ada Ella dan banyak penjaga di setiap sudut.”
Ray terkejut. Ia tidak menyangka akan mendapatkan perlakuan baik seperti itu.
“Dokter Radit, apa ini tidak terlalu berlebihan? Saya terlalu merepotkan anda.”

“Pak Ray, saya hanya memastikan anda dan Ella nyaman dan aman. Apapun yang terjadi pada Ella saya pikir ia membutuhkan penjagaan ketat bukan? Maaf jika saya terlalu mencampuri urusan Pak Ray.”

“Tidak-tidak. Justru saya yang seharusnya mengucapkan terimakasih.”

Radit tersenyum lalu pamit keluar. Diluar, Radit berbicara dengan salah satu suster disana.

“Cek DNA pasien atas nama Ella dan bandingkan dengan data yang akan saya kirim nanti.”

“Baik dok.”

Lalu setelah itu Ray memanggil salah satu bodyguard nya, “Pastikan pasien didalam dan ayah nya aman disini. Juga cari tahu apa yang terjadi dengan mereka. Terakhir laporkan segala perkembangan nya pada saya.”

“Baik Tuan.”

Ayah aku harap kali ini aku benar. Gumam Radit.

🖤🖤🖤


“Kak Alvin stop!!! Hahhaha geli Kak Dilla tolong aku!!!!”

Alvin dan Vian sedang bermain di taman belakang rumah.

“Kak Alvin udah kasian Vian nya.” Ucap Dilla.

“Yahhh Vian mah licik dibantuin Kak Dilla.”

“Wleeeee aku menang!!!”
Dilla tertawa melihat Vian yang kembali dikejar oleh kakak nya.

“Kamu lagi ngapain?” ucap Radit pada Dilla. Radit baru saja sampai di mansion.

“Ah ini lagi potongin buah buat Kak Alvin sama Vian. Kamu udah makan?”

“Udah. Yang lain pada kemana?”

“Kakek sama Om Rando lagi ngecek perusahaan. Tante Ova sama nenek lagi beli makanan. Temen-temen kamu lagi main game di atas.”

Radit mengangguk paham.

“Gimana rumah sakit?” tanya Dilla. Memang sebelumnya Radit izin pada Dilla untuk mengecek rumah sakit.

“Aman terkendali.”

“Tapi kok lama?”

Radit terdiam. Ia mengingat kejadian saat bertemu dengan Ray.

“Dit…”

“Ah ya tadi kebetulan ada pasien baru masuk. Para dokter di UGD lagi sibuk jadi aku bantu sebentar.” Dilla mengangguk.

“Eh dit udah sampe?” tanya Alvin yang berjalan menghampiri mereka.

“Ya baru sampe.”

Vian menghampiri Dilla dan meminta minum karena lelah bermain dengan sang kakak. Danish, Nevan, dan Andre sudah bergabung dengan Alvin dan Vian.

“Malam ini gue gak bisa ikut makan malam.”

“Kenapa? Apa dirumah sakit ada masalah?” tanya Alvin.

“Ada operasi besar. Mereka butuh gue buat kesana.”

Alvin mengangguk. Tak lama nada di ponsel hp Radit berbunyi.

“Bentar gue angkat telepon dulu ya.”

Radit menjauh dari Alvin dan Dilla.

“Ada apa?”

“…….”

“Oke. 1 jam lagi saya kesana.”

Radit mematikan ponselnya. Ia menghela nafasnya saat mendengar hasil tes DNA sudah keluar. Ia berharap hasilnya sesuai dengan harapan nya.

“Siapa Dit?” tanya Dilla.

“Rumah sakit. Kondisi pasien nya menurun. Aku harus segera kesana.”

“Semoga lancar ya. Aku tunggu buat makan malam bareng.”

“Jangan nunggu aku. Kamu makan duluan aja.” Dilla mengangguk.

“Guys gue cabut duluan!!” teriak Radit pada temen-temen nya.

“Aku pergi ya.” Radit dengan tiba-tiba mengecup pipi Dilla. Radit tersenyum lalu pergi meninggalkan Dilla yang tersenyum malu.

“Yak!!!!” teriak Alvin.

“Wah Radit main nyosor aja.” Ucap Danish.

“Yak Dilla kenapa kamu diam aja!!!” teriak Alvin.

Sedangkan Dilla sudah lari masuk kedalam rumah karena ia yakin kakak dan teman-teman nya akan menggodai nya.

VIOLAVA 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang