Dua Sembilan

26 2 0
                                    

"Viona?!"

"Hai guys!!." Sapa Viona. Ia beranjak menjadi wanita yang terlihat modis dan anggun.

Setelah kecelakaan yang menimpa Viola, tidak hanya keluarga nya yang merasa sedih. Viona pun ikut sedih. Ia berhari-hari menangis hingga kedua orang tua nya khawatir dengan Viona.

Pantas saja karena bagi Viona, Viola adalah sosok yang ia jadikan panutan nya. Ia bercita-cita ingin menjadi seorang designer dengan belajar langsung dari Viola.

Karena kejadian kecelakaan itu, perusahaan yang dulu Viola kelola di pegang oleh Viona saat ini. Alvin dan Dilla sangat yakin bahwa Viona pasti mampu mempertahankan perusahaan dibidang fashion itu.

Dilla memeluk Viona, terakhir mereka bertemu 1 bulan yang lalu.
"Kalian harus tau, desain yang aku tampilin di Paris Fashion Week laku semua. Bahkan belum ada 5 menit aku istirahat, ratusan panggilan masuk untuk memesan desain tersebut. Jadi tentu saja, aku harus kembali ke L.A untuk mengerjakan itu semua bukan?."

Dilla dan Alvin tersenyum melihat Viona yang sangat hebat mempertahankan perusahaan milik bunda nya.

"Lo yakin Na? Apa Ella gak akan ngerepotin?." Tanya Dilla.

"Engga kok, santai aja."

"Makasih ya." ucap Dilla. Alvin hanya tersenyum sambil menatap wanita itu.

"Ah ya, bunda udah sadar?."

Dilla mengangguk. "Syukurlah."

Tak lama pintu ruangan tempat Ava dan Viola di rawat terbuka,
"Kalian masuk gih, biar kakek dan nenek membawa Vian pulang kerumah. Kasian keliatan nya Vian sudah mengantuk." ucap Bella.

Rando mengangkat Vian dan menggendong nya.
"Kita akan bicarakan soal anak itu nanti malam." ucap Rendo. Pria tua itu langsung berjalan lebih dulu.

"Kalian tenang aja, biar nenek yang coba bicara lagi dengan kakek kalian. Ah ya, Ula akan menyusul ke rumah." Alvin mengangguk.

Tersisa Alvin dan Dilla yang duduk di kursi koridor. Sedangkan Viona memilih untuk masuk dan menjenguk Viola.

"Bagaimana kak? Kakek sepertinya tetap gak mau nerima kehadiran Ella."

"Malam ini kakak bakal coba bicara lagi. Oh ya tolong panggilin Radit kesini. Ada yang mau kakak bicarain."

Dilla mengangguk. "Aku masuk ya."

Alvin mengiyakan. Ia memilih untuk duduk di kursi koridor rumah sakit.

Suara dari ponsel Alvin berdering, nama James tertera di layar.

"James."

"You will take a flight tomorrow right?."

"Yes, why?."

James menjelaskan permasalahan yang terjadi. Hal itu membuat Alvin memejamkan matanya. Ia menekan pangkal hidung nya karena rasa pusing yang tiba-tiba datang. Kasus lagi. Pikirnya.

Setelah menutup panggilan, Alvin melihat Radit yang berjalan ke arah nya.

"Gue liat dari jauh sepertinya ada masalah? Kenapa?."

"James tadi ngehubungin gue. Ada kasus di Kanada dan gue harus kesana."

"Seriously? Lo baru aja masuk setelah 1 bulan cuti karena luka tembak. Dan mereka minta lo buat ke Kanada. Gila atasan lo."

"Sepertinya kasus ini ada hubungan nya juga dengan Jennifer. Kasusnya mirip kaya yang terjadi sama ayah."

"Tapi kondisi lo belum benar-benar stabil Vin. Bahkan baru aja gue mau bilang kalo lo gak boleh dulu kecapean dan banyak lari."

VIOLAVA 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang