Tujuh Belas

23 2 0
                                    

Sesampai nya dirumah sakit Radit langsung membawa Vian ke bangsal VVIP, menyuruh seluruh suster mempersiapkan pemeriksaan Vian. Radit tetap terlihat tenang dalam memeriksa Vian walau hati nya ikut cemas dengan keadaan adik kesayangan nya itu. Dengan terpaksa Vian harus dirawat dirumah sakit karena tubuh nya yang demam tinggi. Berkali-kali mengigau memanggil ayah nya bahkan hingga menangis ditengah tidur nya.

BRAKKK

Pintu ruangan tempat Vian dirawat dibuka keras dan pelaku nya adalah Dilla. Kakak perempuan Vian yang baru saja mendapati kabar adik kecil nya masuk rumah sakit. Ia menghampiri ranjang Vian dan mengusap-ngusap wajah adiknya yang sedang tidur.

"Vian sayang maafin kakak ya. Vian—hikss" Dilla menangis karena rasa bersalah nya. Radit berdiri disamping nya Dilla dan menarik nya kedalam pelukan.

"Vian cuman demam aja kok. Seharusnya dia bisa dirawat dirumah cuman lebih baik disini karena aku yakin kamu gak akan tenang biarin Vian dirumah sama bibi ya kan? Besok kalau panas nya udah turun lusa nya udah boleh pulang."

"Seharusnya aku lebih fokus menjaga Vian. Selama ini aku bahkan Kak Alvin selalu menitipkan Vian di kafe bahkan hari ini ulang tahun nya pun aku sampai lupa. Ini semua salah aku, dit" Dilla menangis sesenggukan.

"Engga dill, kamu tetap jadi kakak yang terbaik untuk Vian. Dibanding kamu nangis lebih baik kita siapin pesta ulang tahun buat Vian disini gimana? Aku udah minta supir buat beliin kue tinggal kita pasang balon dan hiasan nya. Juga kamu harus beli kado dulu untuk Vian oke?." Dilla mengangguk lalu melepas pelukan nya dan menghapus air matanya. Ia kembali tersenyum.

"Tapi bagaimana dengan UGD?"
Radit tersenyum, "Aku udah minta izin ke Profesor Amanda kok. Kamu tenang aja." Dilla tersenyum. Lalu sebelum pergi ia mengecup pipi kanan Radit dan pergi meninggalkan laki-laki yang sedang terkejut karena tingkah kekasihnya. Radit tersenyum sambil menyentuh pipi kanan nya.

🖤🖤🖤


Disinilah Ray menjejakan kaki nya disebuah rumah mewah. Mobil keluaran merek baru tertata rapih di depan rumah, langit masih terlihat gelap dan udara dingin menyelimuti perkarangan rumah yang membuat seluruh tanaman disekitar nya terasa segar. Matahari belum muncul sempurna, Ray baru saja sampai rumah nya setelah perjalanan semalaman dari L.A menuju Amsterdam. Ia menghela nafasnya sebelum membuka pintu, Ray sadar istrinya akan mengomeli dirinya karena mengingkari janji untuk pulang lebih awal agar bisa menikmati akhir pekan dengan keluarga nya. Namun bukan hanya itu, ada perasaan sedih juga cemas dengan sosok anak yang selama 3 hari ini menemani sarapan pagi nya di L.A. Apa Vian baik-baik saja?. Itulah yang ada dipikiran Ray.
Seorang kepala pelayan menyambut kedatangan nya lalu memberi hormat kepada sang majikan.

"Selamat datang Tuan." Ray hanya mengangguk. Ia terlalu lelah untuk berbasa-basi. Ray memutuskan untuk melangkahkan kaki nya menuju kamar putrinya dilantai 2. Sesampai disana, Ray tersenyum. Kamar dengan nuansa pink itu selalu mengingatkan kesukaan sang anak dengan warna favorit nya. Ray menghampiri anak yang berumur 3 tahun itu lalu duduk disisi ranjang nya. Membenarkan selimut  dan mengecup lembut sang anak.

"Enghh Daddy?"  ucap anak itu saat sadar sosok yang ia tunggu selama 3 hari ini sudah datang.

"Daddy!!!" anak bernama Nathaella Willard langsung memeluk sang ayah dileher nya.

"Aku sangat merindukan daddy."
Ray tersenyum, "Maafkan daddy ya honey. Urusan kantor daddy sedang banyak saat ini. Tapi daddy janji besok kita akan pergi liburan gimana?"

"Promise?" ucap anak itu sambil mengangkat kelingking kecil nya sebagai tanda kesepakatan dengan sang ayah.

"Promise!" Ray mengangkat jari kelingkingnya dan menautkan dijari kecil Ella.

"Nah sekarang Ella tidur lagi ya. Ini masih pukul 4 pagi." Ella mengangguk lalu kembali ketempat tidur nya dan memejamkan matanya.

Setelah Ella tidur, Ray beranjak menuju kamar miliknya dan sang istri. Saat membuka pintu ia melihat istrinya berbaring membelakangi pintu. Ray tersenyum, ia memilih untuk membersihkan diri.
Setelah itu ia menghampiri ranjang tempat sang istri tidur.

"Jenn, I'm home." Ray memeluk Jennifer dari belakang. Mengecup lembut pundak Jennifer.

"Jenn, I'm so sorry."

"Hmmmm" hanya itu jawaban yang ia dapat dari sang istri.
Karena rasa lelah dan kepalanya yang kembali merasakan sakit, Ray memilih untuk tidur dan berpikir untuk menyelesaikan masalah nya nanti pagi saat rasa sakit dikepalanya sudah hilang.

Tanpa Ray ketahui, Jennifer merasa kesal dan marah karena Ray tidak membujuknya dan memilih untuk tidur membelakanginya.
"Ini akan menjadi kesempatan terakhir untukmu Va. Selanjutnya aku gak akan pernah membiarkan kamu kembali ke masa lalu kamu." Ucap Jennifer sambil mengusap rambut sang suami. Ia tidak mengetahui bahwa Ray mendengar semuanya. Saat Jennifer beranjak dari ranjang nya dan melangkahkan kaki nya keluar kamar, Ray membuka matanya. Pertanyaan tentang ucapan sang istri memenuhi pikiran nya. Jenn, apa yang kamu sembunyikan dariku?

Dilla dan Radit sedang mendekor ruang rawat Vian dibantu dengan beberapa suster yang memang sudah sangat mengenal Vian. Hiasana balon juga tulisan selamat ulang tahun sudah terpasang. Tidak lupa puluhan kotak kado terpajang rapih yang sengaja disimpan diatas meja berhadapan dengan arah ranjang tempay Vian berbaring. Kue ulang tahun dengan hiasan kartun kesukaan Vian juga sudah disiapkan.

"Enghhh" suara Vian terdengar. Dilla dan Radit langsung menghentikan kegiatan mereka dan menghampiri Vian. Dilla duduk disisi ranjang dan menyentuh tangan Vian.

"Vian udah bangun? Apa yang Vian rasakan?"

Vian masih setengah sadar. Ia mengerjapkan matanya berkali-kali lalu melihat ke sekeliling ruangan yang sudah dihias dengan pernak-pernik ulang tahun. Tanpa aba-aba Vian langsung bangkit dan tersenyum.

"Wahhhhh Kak Dilla ini semua untuk Vian??" tanya nya dengan wajah yang sangat senang. Dilla mengangguk lalu setelah nya Vian langsung memeluk sang kakak.

"Terimakasih Kak Dilla!!! Vian sangat senang."

"Maafin kakak ya kakak telat ngucapin ulang tahun untuk Vian. Seharusnya kita ngerayain dirumah tapi karena Vian sedang sakit kita rayain disini aja ya." Vian melepas pelukan nya. Lalu mengangguk.

"Hei jagoan!! Kak Radit punya hadiah untuk Vian." Vian terlihat antusias dan tidak sabar menunggu hadiah dari Radit.

Radit tersenyum dan memberikan kotak kado berukuran kecil sekecil kotak jam tangan. Vian terlihat bingung namun ia tetap menerima nya.

"Isinya apa kak? Kok kecil? Pasti Kak Radit mau ngerjain Vian ya?"

"Buka dulu dong. Kak Radit yakin Vian bakalan suka."

Vian membuka kado nya. Ia melihat selembar kertas kecil berwarna biru.

"Kertas doang? Tuhkan Kak Radit ngerjain Vian!!!"

Radit tertawa lalu mendekat ke arah ranjang lalu duduk disamping Vian.
"Coba dibaca dulu kertasnya."

"Ku-pon be-bas mem-be-li ma-i-nan a-pa-pun."bacanya perlahan wajar saja Vian masih duduk dibangku sekolah dasar kelas 2. Saat selesai membaca Vian membulatkan matanya lalu memeluk Radit.

"Jadi Vian boleh mainan apapun?! Sebanyak apapun?!!" tanya nya. Radit mengangguk.

"Apapun bahkan dimanapun tempat nya dan berapapun harga nya."

"Terimakasih Kak Radit!!!"
Radit membalas pelukan Vian sama erat nya.

Tak lama pintu terbuka dan masuk 3 sahabat Radit yaitu Andre, Nevan, dan Danish.

"SELAMAT ULANG TAHUN JAGOAN KECIL!!!!!" Ucap ketiga bersamaan sambil membawa kue dengan lilin ditengah nya. Vian tersenyum lalu meniup lilin tersebut dan setelah nya Vian berdoa.

"Apa yang Vian inginkan?"tanya Dilla.

"Kak Dilla gak boleh tau. Ini kan rahasia Vian sama Tuhan." Ucapnya polos. Sedangkan yang lain tersenyum melihat kepolosan Vian.

"Apapun keinginan Vian akan Kak Dilla kabulkan."

"Sungguh???"

"Yapp. Jadi Vian boleh bilang ke Kak Dilla apapun keinginan Vian."

"Vian mau liburan lengkap dengan Kak Dilla, Kak Alvin, kakek, nenek, Ula, Om Rando, Tante Ova, Kak Radit, Kak Nevan, Kak Danish, Kak Andre dan Mr. Ansen juga--." Vian menghentikan ucapan nya. Ia menundukkan kepalanya dan mulai menangis.

Dilla dan yang lain terkejut. Dilla segera membawa Vian kedalam pelukan nya.

"Kok nangis? Ada apa? Siapa lagi yang ingin Vian ajak?"
"Hikss—Vian mau bunda ikut. Tapi Vian tahu pasti itu gak mungkin ya kan kak?"

Dilla menitikkan air matanya. Permintaan Vian sangat lah sederhana. Namun ia sendiri pun tidak bisa mengwujudkan nya.

"Mungkin nanti kita bisa pergi juga dengan bunda. Sebelum itu gimana kalau Vian pergi berlibur dengan Kak Dilla, Kak Alvin, kakek, nenek, Ula, Om Rando, Tante Ova, Kak Radit, Kak Nevan, Kak Danish, Kak Andre dan Mr. Ansen? Kemanapun Vian mau."

Vian kembali tersenyum. "Kalau gitu Vian mau ke Paris."

"Paris? Kenapa Vian mau kesana?"

"Vian nonton di tv kalau disana ada menara segitiga tinggi yang kalau malam-malam lampunya nyala." Ucapan Vian sontak membuat semua orang di ruangan tertawa.

"Ohhh Vian mau liat menara eiffel? Okee kalau gitu kita semua harus mengosongkan jadwal minggu depan." Ucap Radit. Vian terlihat senang.

"Oh ya Kak Dilla, Kak Alvin kemana? Apa Kak Alvin lupa lagi dengan ulang tahun Vian?"

Baru saja Dilla ingin menjawab,
"Mana mungkin Kak Alvin lupa dengan ulang tahun adik jagoan kesayangan kakak ini." Itu Alvin.

"Kak Alvin!!!!" Vian terlihat dua kali lebih senang saat kakak yang sangat ia rindukan datang. Jangan salah, Alvin adalah panutan pagi Vian. Ia selalu mengatakan bahwa dirinya ingin menjadi seperti Kak Alvin.

Alvin langsung menghampiri ranjang Vian dan memeluk erat adik laki-laki nya itu.

"Maaf ya kakak telat datang karena pesawat kakak delay. Kado dari kakak baru nyampe besok jadi tunggu ya." Vian mengangguk.

"Vin, minggu depan kita mau liburan ke Paris sebagai hadiah ulang tahun untuk Vian gimana?" tanya Radit.

"Let's go!!"Ucap Alvin dan Vian bersorak senang. Setelah nya mereka menikmati malam ulang tahun Vian hingga Vian tertidur dan pesta selesai.

"Kamu pulang aja Dill. Biar Vian aku yang jagain." Ucap Alvin.

"Aku aja kak, kakak kan baru sampai."

"Gapapa. Udah kamu pulang dan istirahat dirumah. Besok kakak izin libur kok."

"Yaudah aku pulang ya kak. Besok pagi aku kesini lagi." Alvin mengangguk.

"Gue anter Dilla dulu nanti gue balik lagi."Ucap Radit.

Malam itu menyisakkan Alvin dan berbaring diatas sofa sendirian. Banyak pikiran dikepala nya yang beberapa minggu ini menghampiri dirinya. Ia berusaha memejamkan matanya namun rasa kantuk nya justru menghilang.

Drrtt drtt

Ponsel Alvin bergetar menandakan panggilan masuk ke ponsel nya.
"Om Rando?" Ucapnya.
Ia menekam tombol hijau dan mengangkat panggilan dari om nya itu.

"Halo Vin, udah tidur?"

"Belum om, ada apa?"

"Tadi Mr. Ansen mengabari om katanya Vian masuk rumah sakit? Sakit apa?"

"Hanya demam om. Lusa juga udah diperbolehkan untuk pulang."

"Oh baiklah. Yaudah besok om dan Tante Ova ke sana untuk menjenguk Vian ya."

"Iya om."

"Yaudah om tutup ya. Kamu juga istirahat, jaga kesehatan kamu dan jangan terlalu memforsir pekerjaan nanti kamu sakit."

"Iya om, salam untuk tante ova, kakek dan nenek."

"Iya nanti om sampai kan. Om tutup ya Vin."

Panggilan pun terputus. Alvin menghela nafasnya, ia mengurut kepala nya karena merasa sakit. Akhir-akhir ini banyak sekali yang ada dipikirannya. Terkadang Alvin ingin istirahat namun pekerjaan dan urusan keluarga menjadi tanggung jawab nya sekarang.

VIOLAVA 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang