6

849 144 16
                                    

What me meant,
what we said that night

Kageyama panas dingin.

Pada menit-menit istirahat yang singkat, Kapten Nekoma tetiba datang  menghampirinya. Dengan senyum yang tak bisa diartikan maksudnya apa, Kuroo memperlihatkan layar ponsel yang ia bawa.

"Duh, kalian sama-sama nggak bisa diharapkan." Kata Kuroo seraya mengarahkan kamera ponselnya kearah Kageyama. "Remaja yang baru puber tuh harusnya kaya akan hormon leutinizing dan hormon stimulating. Saling penasaran, saling nggak kuat ingin dipertemukan."

Kageyama menatap bingung, nerd dihadapannya menggelengkan kepala. "Nih, coba sapa."

Ponsel berpindah tangan. Kuroo menatap penasaran.

'hai'

Saat suara peluit tanda akhir istirahat berbunyi, Kageyama menyerahkan ponsel pada pemilik asli. Kuroo mencibir, "hai aja? S erius?"

Kageyama gemetaran. Sebelah tangannya menutupi muka, kakinya tak bisa digerakan kemana-mana. Keringat mulai muncul sana-sini dan bukan merupakan hasil aktivitas yang dijalani sepanjang hari.

"Kuroo-san," Daichi berkata seraya menepuk pundak. "Apa yang kau lakukan pada setter kami?"

Laki-laki berambut aneh itu memasang senyum miring, "tidak ada. Settermu itu terlalu lemah kepada perempuan. Tapi wajar saja sih, adik perempuanku memang sangat mempesona."

Sugawara menatap bingung dari kejauhan, "perempuan? Seorang Kageyama Tobio hilang ketenangan gegara seorang perempuan?"

"Suga-san!" Tanaka dan Nishinoya tak terima dengan pertanyaan si wakil kapten. "Perempuan itu sumber dari segala kehidupan."

Dalam keramaian itu, Kageyama merasa hening. Sudah lama semenjak ia merasakan debaran yang tak karuan menggerayangi seluruh badan. Baru lagi ia rasakan kesulitan berkonsentrasi atas kegiatan yang ia jalani.

Perasaan hangat yang berpusat di dada, bayangan seorang manusia tak mau hilang dari kepala. Setelah hampir tiga tahun dipisahkan semesta, hari itu rasanya— seorang Tobio Kageyama  kembali merasakan jatuh cinta.

"Hoo? Memangnya ada yang kuat dengan sifat Ou-Sama?"

"Tsukki!"

Serasa dihempas kembali ke bumi, Kageyama menghela nafas menahan emosi.

"Awas loh, jangan sampai berlaku kasar pada seorang perempuan hanya karena keinginanmu tidak menjadi kenyataan." Tsukishima tersenyum miring, mulutnya mulai mengatakan hal-hal yang membuat keadaan hening.

"Atau jangan-jangan sudah terjadi, ya? Kenapa? Hm? Mengatakan bahwa perempuan yang menemanimu itu tak berarti sama sekali hanya karena dirinya tak memenuhi ekspektasi?"

Netra biru laut menatap tajam, "diam."

"Hoo, benar kan? Apa saat perempuan itu pergi kau tak berbuat apa-apa? Harga dirimu terlalu tinggi untuk sekedar mengejar seorang perempuan yang tak seberapa berarti, benar?"

Kageyama benci saat-saat seperti ini. Masa-masa dirinya hilang kepercayaan diri, waktu dimana hatinya dikuasai delusi. Kenapa tak ada satupun yang mengerti?  Apa memang dirinya tak punya siapapun yang bisa mengerti isi hati?

"Tobio... aku tak bisa memenuhi kriteria kesempurnaan yang kau dambakan."

Why did I let you go?
I miss you


Saat pesta barbeque berlangsung, Kuroo lagi-lagi mendatangi Kageyama. Kali ini ia tak memaksa laki-laki itu membuka suara, dirinya hanya menebak-nebak seraya melemparkan pertanyaan retorika.

"Sebentar lagi aku akan lulus sekolah, memulai kuliah. Berarti aku dan [F/N] akan berpisah." Kata Kuroo setelah meminum air dari gelas plastik yang disediakan.

Kageyama menunduk. Isi kepalanya berkecamuk. Hatinya masih tak mengerti, apa yang sebenarnya terjadi?

Berbeda dengan orang-orang yang ia kenal saat sekolah menengah, yang mana ia perlakukan seperti sampah. Kindaichi dan Kunimi bahkan masih memendam amarah.

Lalu kenapa saat ini manusia-manusia sama yang ia sakiti masih terus kembali menerima dirinya dengan sepenuh hati?

Daichi dan Sugawara selalu memaklumi sifat keras yang Kageyama miliki. Mereka bahkan selalu berbicara terbuka, menegur dengan kata-kata. Tanaka, Nishinoya, Hinata. Orang-orang yang juga bisa memaafkan sifat angkuh Kageyama yang terkadang muncul begitu saja.

"Oi? Kau mendengarkan tidak?"

"Osu."

Kuroo menghela nafas, kepala menanggah kagum merasakan angin tipis yang menghempas. "Aku tahu melupakan yang sudah-sudah itu tak semudah yang dibicarakan. Tapi, hei. Kalau kau tak bisa melupakan lalu kenapa tak coba kejar lagi saja"

Kageyama membulatkan mata. Lagi-lagi kaget dengan apa yang keluar dari mulut sang Kapten Nekoma.

"Terkadang manusia tuh, makin ingin dilupakan malah makin ingat. Yang bersikeras mau mendapatkan a ternyata takdirnya harus memiliki B."

It's so hard to forget
Getting worse as the pain goes by
Yeah, so hard to forget

 heartache. | tobioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang