Yeah
I wish that I could do it again."Tobio? Temanmu diluar!" Ibu Kageyama, memangil dari kejauhan. Laki-laki itu malah menutup telinga, sedang tak mau mendengar apa-apa.
"Hey! Ayo berjalan-jalan ke taman kota." Hinata menggoyangkan bahu Tobio pelan, laki-laki itu mencopot earphone yang dikenakannya dengan raut wajah kesal.
"Kau saja sendiri."
"Ah! Tidak asik!" Hinata ikut duduk disamping Tobio, menyenderkan punggungnya ke sisi ranjang. "Lagian aku tak pernah melihatmu keluar setiap liburan. Kenapa sih? Tak suka manusia atau bagaimana?"
"Hanya tak bisa."
"Kenapa?"
Tobio bergeming, terlihat enggak menjawab. Bahasa tubuhnya terlihat tak nyaman, pandangan matanya tajam.
"Hey! Jawab!"
"Pergi ke tempat yang pernah aku kunjungi sebelumnya, bersama seseorang, kenangan yang pernah terjadi terus berputar di kepalaku. Seperti kaset rusak sialan."
"..."
"Kau tahu betapa sakitnya, ketika pergi ke suatu tempat lalu tiba-tiba mengingat tentang kejadian masa lalu yang tak mungkin terulang? It's not even her fault."
"T-tapi ..."
"Apa yang harus kulakukan ketika ingatan masa lalu memaksa memasuki pikiran? Sementara orang yang terlibatnya sudah jauh diluar jangkauan?"
Untuk kesekian kalinya, Hinata merasa bersalah telah bertanya. Harusnya laki-laki itu oke-oke saja saat Tobio tak mau diajak keluar.
"M-maaf telah bertanya."
Tobio menghela nafas. "Tak apa. Setidaknya sekarang kau tahu."
"Di jalan-jalan kota, biasanya dia menggandeng tanganku tanpa berbicara. Tersenyum kearahku padahal tak terjadi apa-apa. Hanya berjalan-jalan berduaan-pun sudah membuatnya tampak bahagia. Itu semua candu untukku. Candu yang berbuah sendu."
Hinata mengerti, amarah adalah wujud lain dari kecewa. Dan untuk pertama kalinya, Tobio mau terbuka. Setter karasuno itu berbicara panjang lebar, tatapan matanya kosong, nampak menerawang sesuatu dalam ingatan.
"Kau akan mengenal seseorang secara lebih jauh ketika melihat bagaimana mereka dikecewakan. Emosi yang sulit dikendalikan."
"..."
"Aku pernah melihatnya marah karena tupperware miliknya dihilangkan teman, melihatnya menangis karena peringkatnya tak bisa dipertahankan, juga mendengar tawa bahagianya setelah menerima hadiah yang aku berikan. Aku mengenalnya. Aku pernah melihat segala sisi dari sifatnya. Dan aku tetap mencintainya."
Hinata baru saja mengenal Tobio lebih dalam, dengan mendengar cerita-cerita yang tak biasanya laki-laki itu ceritakan pada teman-teman.
"... namun, butuh waktu seumur hidup untuk mengenal seseorang. Gadis yang kugilai itu ... malah meninggalkan."
KAMU SEDANG MEMBACA
heartache. | tobio
Fiksi PenggemarMenyenangkan 'kan? Memiliki seseorang yang mengerti diri. Mendengarkan saat dibutuhkan, memberi saran tanpa menggurui. Kamu disana apa kabar, Tobio? Apa kamu punya seseorang yang bisa dijadikan sandaran saat beban yang kamu punya sudah tak tertahan...