7

835 133 7
                                    

What do I do in all of this life?

Seperti manusia-manusia yang menghuni dunia pada umumnya, [F/N] juga sering memikirkan yang tidak-tidak sesaat sebelum menutup mata. Rentetan skenario yang hanya menjadi realita dalam kepala, gerombolan perasaan nestapa yang terkadang sampai membuatnya meneteskan air mata.

Siang tadi, [F/N] mendapat pesan dari Kakak laki-lakinya yang terdengar cukup menyebalkan. Tetsurou bilang lawan Tobio besok adalah dinding setinggi dua meter. [F/N] memasang ekspresi cerah.

Sudah lama sejak tatapan sendu miliknya terganti sorot penasaran yang menggebu-gebu setiap kali membicarakan mantan kekasihnya itu.

Kenangan indah memicu bahagia yang membuncah, seakan kejadian menyakitkan tempo hari hanyalah kesalahan memori yang tak pernah benar-benar terjadi.

"P-permisi." Seorang laki-laki berpostur tinggi tetiba mendatangi, [F/N] tersenyum kecil sebagai respon. 

"Iya?"

"Itu..." Kageyama menatap keadaan sekitar, kemana saja asal bukan netra coklat milik gadis dihadapan. "A-aku kesulitan mengerjakan soal latihan—"

[F/N] menghela nafas, merasa bosan lagi-lagi ada yang mendatanginya dan meminta diajari pelajaran sekolah.

Bukan tak mau, gadis itu hanya merasa tak punya waktu. [F/N] iri dengan teman-teman yang lain, remaja-remaja yang pergi ke pusat perbelanjaan dan bersenang-senang atau sekedar berlibur bersama pasangan pada akhir pekan.

Menyadari gestur negatif yang tertangkap mata, Kageyama buru-buru menyelesaikan apa yang mau dikata.

"A-aku nggak akan memaksa, kamu pasti lelah juga kan?"

"Kageyama-kun?"

"I-iya?" semburat merah muncul tanpa diperintah, kali pertama gadis yang Kageyama suka memanggil namanya.

"Kau anggota Klub Voli ‘kan?"

"Eh? Benar." Laki-laki itu menegakkan punggung, "kami akan mengikuti turnamen besar bulan depan. Tetapi nilaiku tak cukup aman."

[F/N] menatap datar, menyadari Kageyama berbicara sangat lancar ketika menyinggung kegiatan yang ia sukai. "Dan kau pemain reguler."

"Iya, aku setter."

"Hmmm," gadis itu mengusap dagu. Ragu akan apa yang harus dilakukan tanpa membuat ada pihak yang dirugikan.

[F/N] diam-diam Kagum dengan keberanian Kageyama. Setelah beberapa bulan kebelakang laki-laki itu sering kedapatan menatap tanpa berkata, kali ini ia berani mendatangi gadis itu sendiri.

"K-kalau nggak mau—"

"Ayo." [F/N] tersenyum lebar, "tapi sebagai gantinya aku boleh menontonmu latihan ya?"

"H-hah?"

"Aku bosan kalau harus belajar di tempat tertutup seperti ruangan kelas atau perpustakaan," [F/N] mendengus, "sesekali ingin melihat aktivitas yang menggerakan otot tak hanya mengandalkan otak. Boleh, ya?"

Kageyama mengeraskan rahang, menahan mati-matian ekspresi bahagia yang seharusnya tertuang dalam senyuman lebar. Laki-laki itu mengangguk cepat. "Tentu boleh!"

[F/N] tertawa ringan, ikut merasakan hawa antusias dari laki-laki yang mulai ia sukai. "Untuk belajarnya, kita cari cafe terdekat saja, sambil makan cemilan agar tak ada yang kebosanan."

Laki-laki itu membatu saat [F/N] mengeluarkan ponsel dari dalam saku, "kalau begitu, mau bertukar surel?"

[F/N] terkekeh saat mengingat kali pertama Kageyama berusaha mendekatinya. Jarum yang menunjukan pukul dua dini hari tak lantas membuat sesi mengingat-kembali yang tengah [F/N] lakukan terhenti.

Otaknya memutar proyeksi kejadian esok hari, kali pertama dirinya menyaksikan Kageyama bermain voli.

"Hati-hati sama bola nyasar, ya?"

"Mhm!"

"Hey, Tobio-yaro!"

[F/N] ikut menengok, mendapati seorang kakak kelas tengah menunjuk laki-laki yang kini tengah berbicara kepadanya. 

"Oikawa-san?"

"Kau berniat menantangku hah?!" Kapten Kitagawa Daiichi tersebut memasang wajah marah, diikuti seorang kakak kelas yang terlihat mengeluarkan ekspresi jengah.

Kageyama memiringkan kepala, gestur kecil yang diam-diam membuat [F/N] sedikit curi-curi pandang.

'Gemas.' Gadis itu berbatin.

"Setelah berusaha melampauiku dalam voli kini, sekarang malah berusaha menghinaku dengan membawa pacar kesini? Begitu hm? Mau membuatku iri? Iya? Jangan mimpi! Aku nggak iri sama sekali."

"Halah, sirik bilang aja." Iwaizumi menyadari keadaan sekarang dapat dijadikan senjata untuk menabur garam diatas luka Oikawa.

[F/N] dan Kageyama saling beradu tatap, mengeluarkan pertanyaan yang baru saja terlontar secara bersamaan.

"Pacar?!" / "P-pacar?!"

Suara pluit tanda dimulainya latihan mulai memasuki telinga, Kageyama mengumamkan kalimat pamit seraya berjalan hendak melakukan pemanasan. 

Kaki [F/N] mulai bergerak tak karuan. Kebiasaan yang selalu ia lakukan saat perasaan gelisah datang menyerang. Hentakan-hentakan kecil yang sulit dihentikan, perasaan aneh yang mulai memaksa dirasakan.

Beberapa menit menjelang berakhirnya latihan, gadis itu melangkahkan kaki keluar gymnasium. Tak ada yang tahu kemana perginya [F/N], semua orang hanya fokus pada kegiatan masing-masing.

Kageyama yang menyadari eksistensi   [F/N] sudah tak tertangkap mata hanya menghela nafas kecil, merutuki diri sendiri karena terlalu fokus pada latihan voli. 

"Nih," netra biru laut menatap sekotak susu stroberi yang disodorkan oleh tangan yang lebih kecil.

Saat Kageyama menanggah, gadis yang ia suka menyambutnya dengan senyuman tipis yang terpasang manis. "Kau lelah kan? Otsukare."

Kali ini, Kageyama tak bisa menahan emosi. Perasaan senang dalam hati seakan memaksa senyum lebar ikut terpatri.

Laki-laki itu menatap malu-malu, mengambil kotak susu seraya menyentuh jari-jari lembut yang membuatnya semakin terpaku. "Terima kasih."

Kekehan manis ikut terdengar, [F/N] berusaha sekuat tenaga agar suara yang keluar tak bergetar. "Ayo?"

 heartache. | tobioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang