Satu minggu berlalu semenjak kejadian di gymnasium tempo hari, tak ada kemajuan berarti dari hubungan keduanya.
Kageyama bukan tipe yang mudah mengutarakan segala rasa melalui untaian kata. Sementara [F/N] kadang kesulitan menafsirkan maksud dari jajaran gestur dan ekspresi saja.
Keduanya beberapa kali salah paham, namun hal itu malah semakin mendekatkan. [F/N] bilang Kageyama harus lebih sering berbicara ketimbang diam-diam dan sekedar menatap saja.
Seperti kejadian malam itu, mereka tengah berdiam di cafe yang terletak tak jauh dari gedung sekolah. Bukan untuk belajar, hanya sama-sama ingin menghabiskan waktu bersama.
Obrolan berjalan tak terlalu lancar, topik yang dibahas juga itu-itu saja. Anehnya, beberapa perilaku Kageyama mengundak tawa ringan, terlalu canggung dan kaku adalah impresi yang menempel sejak keduanya pertama bertemu.
Sampai seorang teman sekolah, dengan usia sebaya dan jenis kelamin perempuan, menghampiri dan menyapa dengan suka hati.
"Kageyama-kun?!"
Laki-laki itu mengangkat kedua alis, gestur penasaran yang sama juga dilakukan gadis yang duduk dihadapan.
"Iya? Siapa?"
"Ya ampun! Beneran Kageyama-kun!"
Gadis itu dengan sumringah duduk disamping Kageyama, mengundang tatapan tak suka dari [F/N] yang sama sekali tak berkata apa-apa.
"Kenalin, aku Kirei Furiyama," katanya seraya mengulurkan tangan. "Aku fans beratmu!"
Wajah lempeng Kageyama tak berubah, ia membalas uluran tangan seraya bergumam pelan. "Oh, Domo."
Kirei tersenyum lebar, mengundang sepercik pujian tak sengaja keluar dari mulut netra biru.
"Kirei...."
"Iya?"
"Ah, tidak. Maksudku... kau cantik."
Seru. Seru sekali. [F/N] mengutuk sarkas dalam hati, ia tak akan menyangkal gadis yang duduk dihadapannya memang cantik. Terlebih dengan lesung pipi yang menghiasi, mata yang menyipit setiap kali senyum terpatri.
"Aah, terima kasih. Kageyama-kun."
"Aku mengatakan yang sebenarnya." Pemuda itu mengendikan bahu.
Kirei tak menghiraukan eksistensi [F/N], ia hanya fokus mengajak berbicara Kageyama yang terlihat menanggapi dengan biasa. Netra biru laut juga tak sekalipun melihat ke arah perempuan di seberang meja, seakan memang [F/N] tak benar-benar berada disana.
Ada yang bergetar. Oh tunggu, itu ponsel [F/N]. Gadis itu sedikit teralihkan, membaca pesan dari sang Kakak yang menyuruhnya segera pulang. Setelah mengetik jawaban singkat, netra coklat mengadah kembali pada kenyataan.
Keningnya lagi-lagi mengerut tak suka, mendapati pemandangan yang ada depan mata.
Kageyama tengah sibuk memandangi kehidupan-yang terpampang jelas diluar jendela. Sementarai Kirei, gadis yang mengaku fans berat, tengah mendekatkan diri dengan badan si
laki-laki. Andai saja Kageyama berbalik, pasti wajah mereka akan bergesekan kulit-dengan-kulit. Hidung Kirei hanya berjarak beberapa senti dari pipi sang pemain voli, senyum tipis tak meninggalkan wajah manis."Tobio."
Lamunan Kageyama pecah, mendapati [F/N] tengah menatapnya dengan air muka sedikit marah.
"K-kenapa?"
Ada dua alasan mengapa Kageyama tergagap. Satu, perempuan yang selama ini ia suka memanggilnya dengan nama depan. Dua, baru kali ini ia mendapati [F/N] memberi tatapan yang tak bisa diartikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
heartache. | tobio
FanfictionMenyenangkan 'kan? Memiliki seseorang yang mengerti diri. Mendengarkan saat dibutuhkan, memberi saran tanpa menggurui. Kamu disana apa kabar, Tobio? Apa kamu punya seseorang yang bisa dijadikan sandaran saat beban yang kamu punya sudah tak tertahan...