Haruskah aku tetap bertahan saat perasaan tak jua terbalas?
Haruskah aku tetap bertahan meski luka berulang kali datang menyapa?
Dan haruskah aku tetap bertahan ketika perjuangan yang kulakukan hanya sia-sia?
~Skenario Tuhan~---
Kejadian kemarin berhasil membuat kepala Ryan pusing tujuh keliling. Bagaimana tidak? Gadis berkerudung itu hampir membuat Ryan tak bisa mengedipkan matanya. Keanggunannyalah yang membuat Ryan merasakan sesuatu yang tak biasa saat memandang gadis itu. Ia bingung, apa yang terjadi padanya? Bagaimana bisa baru pertama kali melihat wajahnya Ryan langsung jatuh dalam pesonanya? Apa ini? Ini bukanlah sifat Ryan biasanya.
Sekarang yang ia lakukan hanyalah di kamar sambil berguling-guling di atas kasur. Ia merasa frustasi kali ini. Mengapa wajah gadis itu masih terpampang jelas di memori otaknya? Padahal ia hanya melihat gadis itu sekilas. Mengapa?
"Oh Tuhan, apa ini? Mengapa wajahnya selalu terbayang-bayang? Kagumku pada kecantikannya ada di tingkat mana sih kok ngganggu pikiran dari tadi?"
Tok.. Tok... Tok
"Masuk"
"Den Ryan, makan dulu Den. Den Ryan sudah ditunggu Tuan sama Non Syakila dibawah"
"Tumben Papa makan di rumah," batin Ryan.
"Iya Bi Jum, bentar lagi Ryan turun"
Akhirnya Ryan melangkahkan kakinya menuruni anak tangga yang semakin lama semakin turun mendekati meja makan. Di sana sudah ada Nauval dan Syakila yang menunggunya.
"Baik semuanya, sebelum makan marilah kita berdoa pada Sang Maha Kuasa."
Nauval memimpin doa sebelum makan. Usai itu mereka langsung sibuk dengan makanan yang telah tersaji di hadapannya, yang semakin lama semakin sedikit dan habis tak tersisa.
"Makanan Ryan sudah habis, Ryan mau kembali ke kamar"
Saat Ryan akan meninggalkan tempatnya Nauval mencegahnya.
"Tunggu. Ryan, Papa sudah pilihkan sekolah buat kamu. Besok akan Papa antar sekalian sama Kila."
"Iya Pa. Ryan ke kamar dulu"
Nauval hanya menganggukkan kepalanya, sebagai tanda persetujuan akan pernyataan Ryan.
"Kakak, Kila ikut"
"Ayo"
Ryan kini menatap lurus ke arah jendela kamarnya, entah apa yang ada dalam benaknya saat itu. Hanya rembulan dan bintang-bintang diatas sanalah yang setia menemaninya memikirkan suatu hal. Sedangkan Syakila sibuk dengan buku dongeng yang baru dibelinya kemarin. Syakila yang melihat Ryan melamunpun langsung memanggilnya. Akan tetapi Ryan tak menjawab panggilan dari adik manisnya itu.
"Kak Ryan, ish dari tadi dipanggil nggak jawab. Ngelamun aja," protes Syakila sambil menarik tangan Ryan.
"Hehehe, maaf ya"
"Mikirin Kak Cia ya?"
Apa yang harus Ryan jawab? Jujur saat ini ia tak memikirkan nama yang disebut oleh Syakila. Melainkan sedari tadi ia memikirkan wanita yang diam-diam telah memenuhi pikirannya. Setumpuk pertanyaan berkumpul di benaknya. Siapa nama gadis itu? Apa dia masih sekolah? Apa dia sudah menikah? Mengapa dia begitu anggun dengan penutup kepalanya? Dan ia bertanya pada dirinya. Secepat inikah ia kagum dengan seseorang?
KAMU SEDANG MEMBACA
Skenario Tuhan [ON GOING]
Teen FictionKita saling tolak-menolak layaknya perahu yang kudayung ke belakang namun perahu itu malah bergerak ke depan. Itulah kita yang mungkin tak akan pernah bersatu. Ingin sekali ku menghapus perbedaan ini, tapi sangat sulit untuk menghapusnya. Entahlah a...