[3] Pembalasan Ryan

543 26 0
                                    

Pertengkaran tak akan
menyelesaikan suatu masalah
Melainkan memperburuk keadaan
dan menghancurkan segalanya
~Skenario Tuhan~

---

Seperti biasa Gracia melangkahkan kakinya masuk menuju gerbang sekolah kemudian melanjutkan langkah kakinya menuju ke kelas tercintanya. Saat kurang beberapa langkah, Gracia tak langsung masuk ke kelas. Tapi ia melihat ke bawah dari gedung atas tempat kelasnya berada.

Di bawah ada seorang laki-laki yang tengah memegang sapu sambil menggoyangkan sapu itu ke kanan, kiri, depan, dan belakang. Menggiring beberapa dedaunan yang berserakan di tengah lapangan sekolah untuk dimasukkannya ke tempat sampah.

Di atas, Gracia hanya bisa menyaksikan. Ingin sekali ia melakukan kebiasaan paginya. Membantu Erik membersihkan lapangan sambil berceloteh ria dengan senyum dan tawa yang lebar. Tapi, sekarang ia tak mampu melakukan semua itu, ia malu dan takut kalau Erik akan lebih menjauhi dirinya.

Semenjak Gracia mengungkapkan isi hatinya, Erik tak lagi sama. Erik yang dulunya mau diajak berbicara meski jawabannya singkat kini bahkan enggan bercakap dengannya. Jangankan bercakap, bertemupun seolah tak diinginkannya lagi. Saat bertemu dengan Gracia, Erik hanya tersenyum yang terlihat dipaksakan.

Gracia tak terima semua itu. Ingin ia melangkahkan kakinya ke lapangan. Tapi rasa takut dan malu kini telah menguasai dirinya. Tapi perlahan-lahan ia memberanikan diri untuk melangkahkan kakinya menuruni anak tangga satu persatu seraya mengusap keringat yang mulai membasahi dirinya dengan beberapa lembar tisu.

Untung saja suasana sekolah masih cukup sepi, hanya ada sekitar dua puluh anak yang baru datang dan merekapun langsung masuk ke kelas untuk mengerjakan tugas piket ataupun pekerjaan rumah yang belum sempat mereka kerjakan.

Perlahan-lahan tapi pasti langkah Gracia semakin mendekat ke arah Erik. Dan,

Lima langkah.

Empat langkah.

Tiga langkah.

Dua langkah.

Boom.

"Erik, Gracia boleh bantu"

Erik hanya menganggukkan kepalanya tanpa melihat wajah Gracia. Gracia hanya bisa meneguk salivanya. Sakit? Pastinya, tapi kali ini tak akan Gracia biarkan air matanya turun tuk membasahi pipinya.

"Erik, Erik tahu nggak kemarin Cia diajak Mama Gracia pergi ke panti asuhan. Disana ada banyak anak kecil. Mereka sangat lucu, terus mereka ngajak Gracia buat bikin kerajinan. Terus Gracia mau. Kapan-kapan Cia ajak Erik ke panti asuhan itu ya."

"Maaf, aku harus pergi"

Sungguh, tak bisakah Erik menghargainya sedikit saja? Kali ini saja. Gracia hanyalah seorang wanita yang memiliki perasaan yang sangat lembut. Ia butuh diperhatikan, bukan dibiarkan berceloteh sendiri seolah-olah ia berinteraksi dengan sebuah batu. Ia menjelaskan panjang lebar apa yang dia kerjakan kemarin, tapi Erik hanya memberikan respon berupa pamitan.

Dan demi apapun, kali ini Erik berhasil menghancurkan hati Gracia menjadi kepingan-kepingan hati yang berserakan. Sulit tuk disatukan lagi. Jika diberi kesempatan tuk mengulang waktu ingin sekali Gracia tak mengenal Erik. Dan jika sesuatu yang berkaitan dengan perasaan bisa diubah ingin sekali Gracia menghilangkan perasaan yang hanya bisa membuat dirinya menderita.

Skenario Tuhan [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang