"Gue senang liat lo panik karena gue, itu tandanya lo khawatir sama gue."
-Fahreza Mahendra-
*****
Lia dan ketiga temannya kini tengah duduk dikursi panjang depan kelas mereka. Pukul setengah lima mereka baru selesai membersihkan sekolah.
"Duh cape banget gue." keluh Lia. Cewek itu sesekali memijat kakinya yang terasa sakit.
"Kia juga cape huh." timpal Kia.
Mereka semua mengeluh kecapean. Bukan hanya Lia dan ketiga temannya saja, tapi juga semua yang kena hukum.
"Kemaren lo kemana Li?" tanya Ana pada Lia.
Lia menoleh kesamping. Dia mengangkat sebelahnya alisnya, bingung.
"Kemaren sama Reza kemana?" jelas Ana lagi.
Pipi Lia sontak memerah karenannya. Cewek itu terdiam sesaat sebelum membalas pertanyaan dari Ana.
"Gak kemana-mana kok." elak Lia masih dengan pipi yang memerah.
"Gak usah boong, Kia liat kok kalian boncengan."
Kia mendengus. Cewek itu kesal dengan sang sahabat. Kenapa harus bohong sih? Lebih baik juga jujur kan? Palingan juga entar diledekin si Lia.
"Wah lo ngikutin gue ya?"
"Nah kan lo emang jalan sama Reza. Berarti Kia gak bohong." todong Nia.
Kia mengerucutkan bibirnya kesal. "Ih Nia gak percayaan sih sama Kia."
"Sori Kia, gue gak percaya aja gitu Lia mau boncengan sama Reza." cengir Nia.
"Keasikan jalan sama calon pacar sampai gak tau kalau kita dihukum." cibir Ana.
"Lah gue emang gak tau." sewot Lia kesal.
"Lo gak baca gitu digrup kelas, kita pada ribut tau gak karena dihukum sama bu Mirna."
"Lo kaya gak ngerti aja orang yang lagi kasmaraan." ledek Nia.
Lia menghembuskan napasnya kasar. Lagi-lagi dia kan yang digoda.
"Serah kalian, gue mau pulang! Bye." pamit Lia. Cewek itu segera bangkit dari tempat duduknya lalu mengambil tasnya yang masih berada didalam kelas.
"Woy tungguin gue dong." Nia berlari menghampiri Lia yang sudah memakai tasnya. Cewek itu juga ikut mengambil tasnya. Begitu pun dengan Kia dan Ana.
Keempat cewek itu berjalan menuju parkiran sekolah. Lia dan Kia masuk kedalam parkiran sekolah, sementara Ana dan Nia menunggu didepan.
"Lia, Kia duluan ya!" pamit Kia.
Lia menganggukan kepalanya. Cewek itu masih mengeluarkan motornya yang terhalang motor lain.
"Perlu bantuaan?" tanya seseorang dari arah belakang Lia. Lia tentu kenal dengan suara itu. Reza.
"Belum pulang kak?" tanya Lia basa-basi.
Reza terkekeh. "Gue masih disini berarti gue belum pulang."
Lia terdiam. Lia malu sendiri jadinya, ketauan sekali kalau dia cuma basa-basi.
"Gimana? Mau gue bantuin gak?" tanya Reza lagi.
"Gak papa kak?"
"Buat lo apasih yang enggak." Reza mengedipkan sebelah matanya pada Lia. Tubuh Lia menegang karenannya, entahlah Lia tak mengerti kenapa tiba-tiba seperti ini.
"Makasih kak." kata Lia tulus.
Reza tak menjawab. Cowok itu mulai mengeluarkan motor Lia yang terhalang motor lain.
"Nih udah." Reza menyerahkan motor vario itu pada pemiliknya.
"Sekali lagi makasih kak." Lia lagi-lagi berterima kasih. Hal itu membuat Reza gemas sendiri jadinya.
"Dari tadi makasih mulu."
"Eh...iya kak." gagap Lia.
Lia mulai menghidupkan motornya. Pipi Lia memerah karena Reza memperhatikannya.
"Jangan diliatin kak, gue malu." protes Lia.
Tangan Reza terulur mengacak-acak rambut panjang Lia. "Abisnya lo bikin gemes." kekehnya.
"Kak lo kenapa?" pekik Lia khawatir saat melihat darah segar tiba-tiba saja keluar dari hidung kakak kelasnya itu.
Reza menengadahkan kepalanya. Reza saja baru sadar kalau dia mimisan saat Lia berteriak tadi.
"Gue gak papa kok."
"Beneran? Tapi darahnya gak berhenti loh." Lia turun dari atas motornya setelah menongkatinya. Cewek itu menyentuh hidung Reza yang masih mengeluarkan darah.
"Jangan dipegang, entar lo jijik." Reza menepis tangan Lia yang hendak menyentuh darahnya. Bukannya apa-apa, Reza tau kalau kebanyakan cewek itu paling takut sama yang namanya darah.
"Nih gue punya sapu tangan, lo pakai aja." Lia menyodorkan sebuah sapu tangan berwarna putih kepada Reza. Dengan ragu cowok itu mengambilnya.
"Emang gak papa? Entar kotor loh?"
"Gak papa kok, yang penting mimisan kakak berhenti."
"Makasih ya."
"Iya kak." balas Lia tersenyum.
Sejujurnya Lia takut darah. Tapi entah kenapa saat melihat darah segar yang mengalir dari hidung Reza itu tidak membuatnya takut, tetapai justru khawatir.
"Entar sapu tangannya gue cuci ya."
"Enggak usah dibalikan juga gak papa kak."
"Kalau gitu makasih."
Jangan kalian pikir Reza akan menolaknya lalu Lia membujuknya dan berakhir dengan Reza tetap menerimanya. Reza mah senang aja diberi oleh Lia. Mayan dapat sapu tangan punya gebetan. Gak papa sapu tangan dulu yang dia dapat, entar hatinya kok. Eyakk
"Lo kenapa bisa mimisan kak?" tanya Lia penasaran.
"Biasa, kalau gue kecapeaan gue mimisan." jawab Reza tak sepenuhnya berbohong.
Dengan polos Lia menganggukan kepalanya. Tak berniat bertanya lagi pada Reza.
"Ya udah kalau gitu gue pamit ya kak." Lia kembali menaiki motornya. Cewek itu menghidupkan motornya lalu mulai melajukan motornya meninggalkan Reza yang tengah menatap nanar gadis itu.
Kalau kamu tau tentang penyakitku, apa kamu akan sepanik tadi?
*****
Lia memberhentikan motornya tepat didepan Nia.
"Lo kemana aja sih? Lama gue nungggu, Kia sama Ana udah lama pulang." dumel Nia.
"Sorry tadi ada insiden kecil." jawab Lia.
Nia menganggukan kepalanya. Cewek itu segera menaiki motor Lia.
Disepanjang perjalanan Lia mulai memikirkan tentang kejadian diparkiran tadi. Lia baru merasa janggal dengan perkataan Reza tadi.
Kalau gue kecapeaan gue mimisan
Lia yakin pasti ada yang disembunyikan Reza padanya. Sepertinya tebakan Lia waktu itu kalau Reza punya penyakit memang benar.
Sepertinya gue harus mencari tau tentang lo mulai sekarang, kak
---TBC---
Lia mulai bertekat tuh
Sekian dari gue
Maaf gaje dan banyak typo
KAMU SEDANG MEMBACA
ReLia ✓
Teen Fiction(Judul awal Penantian Cinta) Hanya kisah sederhana antara Reza dan Lia. Reza yang mengejar, dan Lia yang selalu menghindar. Disaat Lia mulai menerima kehadiran Reza, perempuan di masa lalu Reza justru kembali. Lalu, akankah Reza memilih Lia atau jus...