Aarggh, terima kasih banyak, telah menyukai cerita ini :) Semoga kalian tetap suka dan terus mengikutinya. Terima kasih sudah membacanya, yaaa.... :)
Baiklah, mari kita lanjutkan ... :)
So, enjoy and hope you like it :)
Chapter 2
"Bennie... Bennie..." Alex berbisik di tengah kegelapan malam dari tempat tidurnya.
"Ya, Alex?" Ben menjawab setengah bangun.
"Aku nggak bisa tidur."
Ben langsung terbangun dan segera menghampiri tempat tidur Alex yang berada tepat di sampingnya.
Ben mengusap punggung Alex, "Kamu nggak bisa napas? Apa kamu kedinginan?" dengan memeriksa punggung Alex, apakah basah oleh keringat.
"Nggak! Aku nggak apa-apa, Ben."
"Terus kenapa?"
"Aku ingin dinyanyiin, Bennie." Alex tersenyum semanis-manisnya.
Ben harus mengela napas dengan tersenyum. "Ini sudah tengah malam, Alex, kita bisa bangunin semua orang."
"Nyanyinya pelan-pelan aja, ya?"
Ben menarik napas dengan geleng-geleng kepala, "Baiklah," dan ia mulai bernyanyi pelan.
"Hush...don't you worry now, just close your eyes and you'll see the stars. They will lead you to heaven, where the happiness will around you.
"Just close your eyes, and make a wish for it comes true. Just close your eyes and don't you worry, cos I'll be right here with you. Keep you warm and safe. Just close your eyes...."
Tidak butuh waktu lama sampai Alex kembali tertidur pulas. Lagu yang dinyanyikannya adalah lagu yang ia buatkan untuk Alex saat saudaranya itu terkena radang paru-paru yang hampir merenggut nyawanya. Saat itu Ben terus bernyanyi hingga Alex terbangun dari demam panjangnya saat itu, dan hingga kini Ben masih menyanyikannya setiap kali Alex tidak dapat tidur.
Ben harus tersenyum dengan Alex yang sudah tertidur pulas dengan wajah malaikatnya.
"Tidur yang nyenyak, ya, mimpi yang indah." Ben mengecup kening saudaranya, dan menarik selimut Alex hingga menutupi dada adiknya.
"Tapi bagaimana kita akan memberitahukannya pada Ben?"
Sebuah suara yang mencurigakan terdengar dari luar kamar menarik perhatian Ben. Pintu kamar yang sedikit terbuka dan terlihat terang benderang di luar sana. Ada yang sedang membicarakan sesuatu di luar sana.
Dengan penasaran, Ben sedikit mengintip di pintu. Dilihatnya Suster Ann, Suster Theresa dan Bapa Simon sedang membahas sesuatu yang penting.
"Bagaimana kita akan memberitahu mereka? Mereka akan sangat terpukul, mereka tidak pernah berpisah."
"Ya, tapi mereka harus menerimanya," Suster Theresa merasakan kepedihan yang sama bila harus memisahkan saudara kembar itu.
"Dan Alex? Kita tahu, dia tidak pernah bisa jauh dari saudaranya."
"Dia akan bisa. Dia harus bisa. Mereka menginginkannya, Suster," Bapa Simon sedikit menegaskan.
Ben terhenyak. Mereka menginginkannya, mereka menginginkan Alex. Alex akan pergi! Alex akan memiliki orang tua! Ben hampir bersorak gembira, tapi ia segera teringat, yang mereka menginginkan hanya Alex, dirinya tidak ikut serta, yang artinya mereka akan berpisah.
Ben langsung terpucat. Tidak, Alex tidak akan mau kalau harus berpisah dengan Ben. Mereka sudah berjanji untuk selalu bersama, apapun yang terjadi. Tapi bagaimana kalau kesempatan ini adalah satu-satunya kesempatan Alex untuk mendapatkan keluarga, orang tua? Tidak, Alex harus mendapatkannya, meski itu harus berpisah dengan Ben.
KAMU SEDANG MEMBACA
The New Home [TAMAT) - Prequel The Royal Home
Historical FictionMereka sepasang anak kembar yang tinggal di sebuah panti asuhan, tanpa kekuarangan rasa cinta dan kasih sayang. Mereka telah berjanji untuk terus bersama dan tidak terpisahkan. Tapi bagaimana jika ada keluarga yang hanya ingin mengadopsi salah satu...