Baiklah, mari kita lanjutkan...
Enjoy, and hope you like it ... :)
Chapter 5
Malam ini terasa sangat dingin, Alex merapatkan jaketnya dan memeluk dirinya sendiri agar lebih hangat dan tetap berjalan. Dia mungkin saja bisa mengejar kapal pertama di pelabuhan yang akan membawanya ke Irelucia pagi ini.
Alex tidak tahu sudah berapa jauh dia berjalan saat tiba-tiba turun hujan. Hujan yang deras! Alex mempercepat kakinya. Dia tidak bisa berhenti, dia harus bisa mengejar kapalnya.
Tapi hujan semakin deras. Dia mencoba untuk berlari dengan tubuh sudah basah kuyup. Tapi hanya kuat beberapa meter saja, dia tidak kuat berlari lagi. Ia tersengal-sengal kelelahan. Udara dingin membekapnya, dan napasnya semakin terasa pendek. Alex memutuskan untuk istirahat sebentar menunggu hingga hujan reda.
Akhirnya ia menemukan tempat berteduh. Dia duduk kelelahan dan merasakan napasnya semakin pendek saja, dan dadanya mulai terasa sakit. Secepatnya ia meminum obatnya sebelum bertambah parah. Tiba-tiba ia merasa takut gagal. Alex menarik napas pendeknya dan mencoba untuk tenang. Hawa dingin menyesakkan dada dan napasnya, dan hujan tidak juga reda. Dia menggigil kedinginan dengan tubuhnya yang basah kuyup!
Tapi sepertinya obat tidak banyak membantu. Hawa dingin menusuk paru-paru, membuatnya semakin sulit bernapas. Pikirannya melayang kembali ke St. Peter, ke kamarnya yang hangat. Mungkin bukan tempat tidur yang mewah dengan selimut wol yang super tebal, tapi paling tidak, cukup hangat. Air mata mulai menetes di pipinya. Mungkin tidak seharusnya ia pergi, mungkin dia harus tetap tinggal dan menunggu hingga Ben datang. Tapi dia sangat ingin segera bertemu Ben.
Alex mencoba untuk membaringkan tubuh basahnya dan mencoba untuk tidak banyak bergerak yang akan menguras tenaganya. Ia merasakan demam di tubuhnya membuatnya semakin pucat. Dia tahu ini, dia sangat mengenalnya, dan dia tidak mau merasakannya lagi. Cukup sekali saat umur 8 tahun dulu, saat ia hampir mati. Rasa takut mulai menyesakkan. Tidak ada siapa-siapa, tidak ada siapa-siapa yang akan mengurusnya. Dia akan mati di sini, sendirian. Tidak, dia tidak boleh mati, nggak sebelum ia bertemu Ben.
"Ben..." dan akhirnya semuanya gelap kembali.
*#*
"Hujannya telah berhenti, Tuan," Caleb memberitahukan Tuannya dengan melihat ke arah jendela.
"Ya, sepertinya sudah reda, kita bisa pulang sekarang," sahut George Waldegrave dengan lega.
"Ya, Tuan."
Earl George Waldegrave mengucapkan terima kasih kepada pemilik rumah tempat mereka berteduh. Memang, bisa saja dirinya melanjutkan perjalanan menembus hujan yang lebat, tapi ia tidak akan tega membiarkan kusirnya berbasah kuyup selama perjalanan. Mereka dalam perjalanan pulang dari mengunjungi pasiennya di desa sebelah.
"Terima kasih banyak," Lord Waldegrave mengucapkan sekali lagi.
"Saya yang merasa terhormat, Tuan," John, sang pemilik rumah, menjawab dengan sopan. Ia merasa sangat terhormat dapat memberi tempat berteduh. Tidak hanya beliau yang seorang Earl, tapi juga Lord Waldegrave pernah menolong putranya saat sakit keras yang hampir tak terselamatkan, dan Lord Waldegrave sama sekali tidak meminta imbalan.
Lord Waldegrave tidak pernah meminta imbalan akan jasanya kepada para petani. Lord Waldegrave tidak hanya seorang bangsawan yang rendah hati, tapi juga seorang dokter yang dermawan. Semua orang menyukainya.
Lord Waldegrave hanya tersenyum, dan berpamitan.
Tapi betapa terkejutnya mereka saat Caleb membuka pintu dan dikejutkan dengan sosok yang tergeletak di depan pintu dengan tubuh basah kuyup.
KAMU SEDANG MEMBACA
The New Home [TAMAT) - Prequel The Royal Home
Ficción históricaMereka sepasang anak kembar yang tinggal di sebuah panti asuhan, tanpa kekuarangan rasa cinta dan kasih sayang. Mereka telah berjanji untuk terus bersama dan tidak terpisahkan. Tapi bagaimana jika ada keluarga yang hanya ingin mengadopsi salah satu...