Payah

4K 483 186
                                    

"Telah ditemukan mayat wanita mengambang diarus sungai ciliwung--"

"Ganti"

"Ditemukannya jenazah seorang gadis--"

"Ganti"

"Seorang lelaki paruh baya ditemukan tak bernyawa--"

"Bosaaannnnnn..."

"Berhentilah merengek, Fandi."

"Apa? Gue cuma ngeluh bosan,"

"Itu merengek namanya,"

"Abang Raden yang sangat kusayangi, gue benar-benar bosan. Lelaki tadi malam tak memberikan perlawanan berarti. Gue kira bakalan baku hantam," keluh Fandi. "Badan doang gede, sama gue langsung kelar. Payah--"

"Angka 8 yang ditinggalkan pelaku pada beberapa pembunuhan membuat kepolisian dan detektif mengaku bekerja lebih santai. 'Angka 8 itu merujuk pada seseorang, pasti pelakunya tidak Lebih dari satu orang meskipun pembunuhan ditempat lain menggunakan angka yang berbeda, tetap ada 8 diantaranya. Hai, bapak pembunuh. Lain kali cerdaslah dalam meninggalkan jejak--' "

Sontak saja tawa menggema memenuhi tiap sudut ruangan.

"Bodoh,"

"Padahal gue 203 gak ada angka 8 nya,"

"Lucu,"

"Payah."

"Apa tadi katanya? Bapak? Gue setua itu sampe dibilang bapak?!"

Tawa tak berhenti menggema bahkan setelah siaran berita itu berakhir. Tawa tersebut baru berakhir saat seseorang tiba-tiba membuka pintu rumah tanpa mengetuk dan langsung masuk.

Tatapan mereka tak teralih bahkan setelah sang pemuda yang baru masuk tadi menidurkan tubuh lelahnya dikaki Fandi. Pemuda itu membuka masker dan topinya lalu menyugar rambut yang basah karena keringat.

"Ingat apa yang sering abang bilang, San? Ketuk pintu dulu sebelum masuk," tegur Chris pelan.

Sang empunya nama merengut dengan mata terpejam. "Sandy capek, bang. Masa kemampuan lempar pisaunya Sandy gak berkembang terus, sih? Sandy capek tadi latihan salah sasaran terus..."

Tangan Fandi bergerak mengusap lembut rambut Sandy. "Latihan terus, nanti pasti kamu makin jago."

"Korban salah sasarannya gimana, san?"

Tak mengindahkan ucapan Fandi, Sandy dengan semangat menjawab pertanyaan Gara. "Abis Sandy cabutin pisaunya, Sandy telfon ambulance terus Sandy tinggal beli es krim." Senyum mengembang hingga pipi tirusnya terangkat.

"Cabutin? Berapa banyak tusukan?"

"Eumm..." Sandy berusaha mengingat berapa banyak lemparan pisau yang ia kenakan pada tubuh tak bersalah tadi. "Sekitar 5? Atau 10? Tapi tenang, gak kena organ vital, kok. Jadi kalau dia meninggal ditempat, itu bukan salah Sandy." Lagi-lagi senyum lebar itu ditunjukannya setelah mengucapkan kalimat terakhir.

Sandy dapat merasakan rambutnya diacak asal. "Sana kedapur! Bang Kevin, Adit sama Gilang lagi masak," perintah Fandi. Sandy langsung beranjak dari tempatnya dan berlari lucu kearah dapur.

Kelima pemuda tadi tersenyum gemas melihat tingkah anggota termudanya itu.

"Ngomong-ngomong, sembarangan bener detektif tadi ngatain gue tua." Ah, ternyata masih ada yang tak terima dengan ucapan detektif diberita tadi. Raden mendengus kesal sementara yang lain terkekeh geli. Padahal yang dikatai Tua tak hanya dirinya. Pemilik nomor kode dengan kombinasi angka 8 bukan dirinya seorang.

Yah, ada 3 orang lagi yang memiliki angka 8 didalam kodenya.

Rehan tertawa kencang sekali, "Lo mah gak tua bang--"

"Emang! Sembarangan bener udah bau kematian juga."

"--tapi ya gak muda juga. Tuwir lah istilahnya."

"REHANTUPAI ANJING LO!"

"Bang Chris lebih tua, tapi yang riweuh cuma bang Raden," bisik Fandi pada Gara.

Gara tertawa, "Selain sensitif sama tinggi, dia juga sensitif sama kata Tua ternyata."

"Katanya temen, tapi ngomongin dibelakang. Ampas."

#####

Kalian bingung ga sih sama Visualnya?

Chris = Chan 308

Kevin = Woojin 084

Gara = Minho 2510

Raden = Changbin 118

Fandi = Hyunjin 203

Rehan = Jisung 914

Gilang = Felix 915

Adit = Seungmin 922

Sandy = Jeongin 802

Ribet nda?

Be Careful Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang