CHAPTER 21

1.2K 119 2
                                    

"Haruskah kau mengatakan hal seperti itu?" Sasori menatap tajam Ino yang menunduk dengan tangan yang saling tertaut di depan tubuhnya.

"Aku tahu mungkin kau marah pada kami, tapi kau juga tak tahu rasanya jadi kami." nada suaranya datar, namun percayalah hal itu sangat menyeramkan bagi Ino. Ino berusaha menahan degub jantung nya yang menggila membuktikan betapa takutnya dia saat ini.

"Kau menderita? oke, Aku paham.  Tapi bukan hanya kau yang menderita disini! Sakura egois? Aku tahu dan aku minta maaf karna hal itu. Tapi kau--" Sasori menjeda ucapannya. Melayangkan tatapan tajamnya yang sangat jarang ia tampakkan.

"Sebelum ikatan 'saudara tiri' terjalin diantara kalian, kau adalah sahabatnya kan? Lalu sudahkah kau memahaminya sebagai sahabat?" Ino mengepalkan tangannya kuat dan menahan tangisnya ketika kata-kata setajam silet itu seakan menyayat hatinya.

Ino hanya dapat bungkam tanpa ada kata-kata yang keluar dari mulutnya. Ia hanya bisa menunduk dengan bahu bergetar menahan tangis.

Sasori menghela napas berusaha menetralkan emosinya. Ia sadar bahwa sebenarnya ini bukanlah salah Ino, namun ia tak tahu harus melemparkan segala emosi ini pada siapa..

Bukankah manusia terbiasa melemparkan kesalahan pada orang lain?

"Pergilah. Menjauhlah sebentar dari Sakura dan jangan katakan apapun pada Sakura. Hanya ini tindakan terbaik yang bisa kau lakukan." Sasori berbalik dan melangkah menjauh setelah mengatakan hal itu. Meninggalkan Ino yang menangis dalam balutan rasa bersalahnya.

~~~

"Kau baik-baik saja?"

Sakura hanya terdiam dengan tatapan kosong yang mengarah ke balik jendela, mengabaikan segala ucapan penuh rasa khawatir yang dilayangkan sang nenek.

"Apa kau masih pusing? Ada yang sakit? Perlu nenek panggilkan dokter?" Tsunade tak menyerah tetap menanyakan keadaan sang cucu.

Ia menatap sendu Sakura yang bagaikan mayat hidup. Wajah pucat, tatapan kosong dan tubuh yang tak bergerak. Hanya hembusan napas yang masih membuktikan bahwa masih ada kehidupan di dalam tubuh itu.

"Saki.. Jawab nenek sayang.." Tsunade menggenggam tangan sang cucu. Ia menggosokkan tangan keriputnya dengan tangan sang cucu berusaha untuk menghantarkan kehangatan.

" ibu.. " tsunade menoleh ketika sebuah suara yang cukup dikenalnya menyapa telinganya, belum lagi panggilan yang sudah lama tak didengarnya. Ia menatap tajam mantan menantu nya yang berdiri tak jauh darinya dengan kepala yang tertunduk.

"Untuk apa kau kesini?!" Kizashi jelas tak bisa menampik bahwa ada nada ketidaksukaan dibalik kalimat itu.

"A-aku ingin bicara dengan Sakura.." Kizashi memberanikan diri untuk mengangkat kepalanya, menatap Tsunade dengan tatapan memelasnya. "Kumohon.."

Tsunade masih menatap Kizashi dengan tatapan tajam nya. Hening beberapa saat hingga kemudian ia menghela napas pelan, "ku mohon.. Jangan sakiti cucu ku lagi.." ucapnya lirih sambil beranjak dari tempatnya.

Kizashi masih berdiri ditempatnya setelah Tsunade keluar dari ruangan itu, menatap Sakura sengan sinar sendu dan rasa bersalah yang tak dapat ia sembunyikan.

Perlahan, ia melangkah mendekat ke arah ranjang Sakura kemudian mendudukkan dirinya di kursi yang ada disamping ranjang rumah sakit yang tadi ditempati oleh Tsunade.

SISTER'S✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang