CHAPTER 7

1.2K 132 4
                                    

Brak

Ino membanting kasar pintu rumah nya dengan wajah kacau. Air mata mengalir deras dari aquamarine nya.
Kaeda mengikuti ino yang melangkah cepat ke kekamarnya.

"Ino, tunggu nak dengarkan ibu dulu." kaeda menahan tangan ino namun ino menepisnya kuat.

"Dengarkan apa lagi?! Apa aku masih kurang membebaskan mu?!" ino menatap sang ibu dengan pandangan kecewa. "Selama ini aku tak pernah melarangmu untuk menikah lagi! Karna aku ingin kau bahagia! Aku ingin melihat ibu bahagia!!" ino menaikkan nada suaranya dan berteriak frustasi.

"Tapi kenapa harus paman hizashi!! Kenapa harus ayah sahabat ku?!?"

"Sakura itu sahabat ku bu!! Bagaimana bisa kau melakukan ini!!"

Kaeda memandang sang putri dengan pandangan menyesal. Air matanya turun dan membasahi pipi nya yang mulai menunjukan tanda penuaan.

"Maaf.." hanya itu yang bisa ia ucapkan. Kaeda menunduk dalam tidak sanggup melihat wajah kacau putri nya.

Ino mengusap kasar wajahnya nya yang penuh dengan air mata.". Kau tahu seberapa besar bantuan yang diberikan bibi mebuki pada kita! Bagaimana bisa kau hancurkan keluarganya saat bahkan baru genap dua bulan ia tiada!! " ino memandang kecewa sang ibu. Ibu yang dulu selalu membuatnya bangga, ibu yang juga menjadi sosok ayah baginya selama bertahun-tahun.

"Kau tak hanya menghancurkan sebuah keluarga bu, tapi kau juga menghancurkan sebuah persahabatan" ino membuka kasar pintu kamarnya dan membanting nya tepat di depan wajah sang ibu.

Kaeda menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Air mata nya mengalir semakin deras dari mata nya saat ia melihat dengan jelas kekecewaan putrinya. "Maafkan ibu ino... Hiks.. M-maaf.."

💔💔💔

Sudah 2 minggu berlalu sejak hari itu. Dan sudah dua minggu juga sakura dan ino sama sekali tidak berkomunikasi.

Sakura sudah kembali bersekolah seminggu yang lalu setelah sebelumnya 1 minggu ia tidak bersekolah dan mengurung diri di rumah sang nenek.

Sakura melangkah santai di koridor sekolah yang penuh dengan para murid karna saat ini adalah jam istirahat. Matanya memandang datar kedepan dengan wajah tanpa ekspresi. Ia bahkan tidak peduli dengan lirikan para siswa dan bisikan-bisikan gosip yang seolah menusuk pendengarannya.

'Sakura-san benar-benar sudah berubah ya'

'Dia sekarang sangat dingin dan cuek '

'Aku juga tidak pernah melihatnya bersama dengan gadis yamanaka itu.'

'Iya kau benar, apa mereka bertengkar ya?'

Dalam hati sakura tertawa sinis. Bahkan orang lain dapat menilai perbedaan sikap nya. Tanpa mempedulikan ucapan orang orang di sekitarnya sakura tetap berjalan dengan angkuh.

Langkahnya terhenti saat matanya melihat orang yang pernah begitu dekat dengannya berdiri tak jauh darinya dengan wajah bersalahnya.

Sakura memandang dingin orang itu sebelum kembali melanjutkan langkahnya dan dengan sengaja menubruk bahu orang itu.

Ino terpaku dengan senyum miris. Ia menunduk dalam dan mengepalkan tangannya erat berusaha menahan air mata yg mulai menggenang. ia benar benar kehilangan sahabatnya..

"Maaf permisi, boleh aku tahu dimana ruang kepala sekolah."

Ino dengan cepat mengusap matanya yang basah dan mengangkat kepalanya saat ia mendengar sebuah suara. Seorang pria menatapnya dengan senyum ramah.

"Ah iya, maaf tadi kau bilang apa?"

"Aku bertanya dimana kah ruang kepala sekolah? Aku sejak tadi sudah mengelilingi sekolah ini tapi tak juga menemukannya" ucap pria itu dengan sedikit nada mengeluh.

Ino terkekeh kecil. Entah kenapa ia merasa hatinya hangat saat melihat pria itu. " apa kau murid baru disini? Kalau gitu aku akan mengantar mu keruang kepala sekolah"

Mereka pun berjalan beriringan ke ruang kepala sekolah. Pemuda itu melirik ino dari sudut matanya. Ia bukannya tidak sadar bahwa tadi ia melihat kalau perempuan itu menangis. Namun, ia memilih untuk tidak ikut campur.

"Namaku Sai, Shimura Sai, siapa nama mu nona?" ucap pemuda itu membuka suara.

" Aku Yamanaka Ino, panggil saja Ino." ucap ino sambil tersenyum manis. Sai sedikit terpaku saat melihat senyum manis Ino. Ia segera mengalihkan pandangannya saat ia merasa pipi nya memanas.

"Kita sudah sampai Shimura-san."

"A-ah ya" Sai sedikit terkejut saat ternyata mereka sudah sampai di depan ruang kepala sekolah. Padahal ia berharap bisa menghabiskan waktu lebih banyak dengan Ino.

"Kalau begitu aku permisi, bel sudah berbunyi" ino pun berbalik berniat pergi namun tiba-tiba tangannya ditahan oleh sai.

"A-ah itu panggil saja aku Sai. Aku harap kita bisa berteman" ucap sai sambil menggaruk belakang kepalanya.

Ino membelalakkan matanya terkejut. Ia tidak menyangka sai akan mengajak nya berteman. Ino pun mengubah ekspresi nya dan tersenyum manis. "Tentu saja, Sai-kun"

Sai memandang ino yang berjalan menjauh kemudian hilang di belokan koridor. Dan tanpa sadar ia pun tersenyum tipis.

.................

   Pendek?
Aku tau😥 padahal dh hiatus sampe beberapa bulan tapi masih belum nemu ide mau gmn lanjutin ceritanya😥 penggunaan bahasanya jg makin buruk:(

Aku gk tau masih mau di lanjut atau gk tapi insyaallah aku akan berusaha buat lanjutin cerita ini dan cerita ku yg ASTROPHOBIA.

TERIMAKASIH BUAT PARA READERS YG MASIH SETIA😄

aku gk tau apa masih ada yg nunggu cerita ini atau gk:(

Next?

40+ vote

SISTER'S✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang