06.

1.6K 328 23
                                    

"Tae, kapan terakhir kali kau membuka jendela rumahmu?" tanyaku ketika aku sedang mengamati Taehyung yang sedang melibat baju yang berantakan.

"Aku tidak ingat."

"Tidak pengap apa? Kan kasihan Cooper. Bocah seusianya butuh udara sejuk. Nanti kalau dia terkena TBC atau asma, bagaimana?" celotehku.

Taehyung mengibaskan sebuah kemeja di depan wajahku dengan keras sebelum menjawab, "itu tidak akan terjadi. Dia sudah cukup mendapatkan udara bersih diluar rumah. Lagipula dia hanya akan ada di rumah saat tidur saja."

Bibirku mencibir. Egois sekali dia. Hanya membuka jendela saja tidak mau. Kasihan Cooper. Dia sampai sudah terbiasa hidup dalam rumah pengap dan gelap begini. Protes pun tidak ada gunanya. Si Taehyung pasti akan memarahinya.

Setelah menumpuk pakaian yang rapi itu menjadi satu, aku membuntuti Taehyung yang berjalan ke kamar untuk menyimpan pakaiannya.

"Lampunya tidak menyala, ya?" tanyaku, mengerling pada satu ruangan yang gelap gulita.

"Memang tidak di nyalakan," tukasnya acuh.

"Kau kelewatan sekali. Bukan begini caranya berhemat," komentarku yang mengikutinya berjalan ke dapur.

Aku bersandar di ambang pintu, mengamati isi dapur selagi Taehyung tengah mengambil air mineral dari kulkas mininya.

Tidak ada apapun disana kecuali sebuah kompor gas dan beberapa peralatan masak. Meja dapurnya saja sangat bersih.

"Kau ... tidak pernah masak?"

"Pernah," tukasnya.

"Maksudku selain mi instan? Kau tidak pernah memasak nasi? Kulihat kau tidak punya penanak nasi."

Taehyung mengacuhkan ucapanku. Namun hal itu tidak membuatku berhenti untuk menkritik.

"Astaga. Kasihan sekali Cooper. Dia tumbuh cerdas dan mandiri tanpa adanya asupan makanan yang bergizi. Beruntung dia bukan bocah yang cerewet minta dibelikan ini dan itu. Tapi tetap saja, makan mi instan tidak baik untuk─"

Mulutku bungkam seketika, saat kusadari Taehyung tahu-tahu sudah menghimpit tubuhku di tembok. Tangannya sengaja ia rentangkan pada kedua sisi tubuhku hingga tubuhku seolah terkunci. Aku tidak bisa berbuat apapun kecuali menahan debaran jantungku karena wajah Taehyung begitu dekat denganku.

Dua senti. Hanya tersisa jarak dua senti saja. Bahkan jika Taehyung berani maju sedikit saja, aku yakin jarak itu akan hangus.

Satu keuntungan yang kudapat adalah, aku dapat mengamati proporsi wajah pemuda itu dengan sangat jelas. Dia memiliki lengkungan yang indah pada wajahnya. Setiap lengkungan yang membentuk dahi, hidung, serta rahangnya seolah terukir dengan sempurna. Nyaris tidak ada cela.

Apalagi manik matanya yang legam itu. Nyatanya, warnanya hitam bening. Bukan sekelam saat dia memberiku tatapan mengancam waktu itu. Dan kalian tahu, aku sungguhan terpana oleh matanya.

"Kuperhatikan kau ini banyak bicara, ya? Apa ada sesuatu yang bisa membungkam bibir tipismu itu, hm?" Taehyung berujar dengan suara yang mirip seperti desahan.

Ceruk leherku merinding. Tenggorokanku bahkan mengering. Tanganku mencakar tembok susah payah.

Ketika pandangan Taehyung turun ke bawah, spontan aku melumat kedua belah bibirku selagi tenggorokanku kupaksa untuk menelan ludah.

Taehyung benar-benar mendekat. Menelan krisis jarak yang tercipta. Kurasakan hembusan hangat menyapu wajahku. Sialnya mataku malah terpejam. Lalu detik berikutnya aku dengar suara kekehan yang menyebalkan.

Brengsek! Rupanya Taehyung hanya mempermainkanku. Setelah membuat jantungku nyaris copot, dia malah mengeluarkan evilsmirknya yang membuatku merasa sangat bodoh.

"Yak! Kim Taehyung."

Aku mengejar Taehyung yang kabur ke beranda depan. Dia masih tertawa sampai terbungkuk-bungkuk di bangku.

Kesal? Tentu saja. Aku sangat kesal. Pipiku hampir meledak karena menahan malu.

"Berhenti tertawa, Tae! Tidak lucu," dengusku kesal.

"Lucu," Taehyung berusaha berbicara meski tawanya belum berhenti, "kau sangat lucu. Hahaha. Bagaimana bisa kau memejamkan matamu, ha? Hahaha."

Memang. Bodohnya aku yang spontan menutup mata saat itu. Kelihatan sekali kalau aku ini berharap ciuman darinya.

"Itu .. hanya respon spontan saja. Aku jijik melihat wajahmu, ja-jadi aku terpejam saja."

Tidak kusangka Kim Taehyung akan terkekeh begitu lama hanya demi menjatuhkan harga diriku di depannya. Aku sudah cukup malu karena memejamkan mata, tapi dia belum juga ingin menurunkan intensitas kelakarnya.

Mataku menatap sekeliling halaman, berharap menemukan sekop atau cangkul untuk ku jejalkan ke mulut Taehyung.

"Kau polos sekali ternyata," komentar Taehyung di akhir tawanya. Aku mendengus sembari membuang wajah darinya.

Tapi rupanya, bukan hanya sampai disini saja Taehyung mempermainkanku. Dia menarik daguku dengan jemarinya demi mendapatkan perhatianku yang semula kubuang darinya.

Menangkup daguku, tampak Taehyung sedang memlerhatikanku dengan lekat. Meski aku bisa lepas kendali dan kembali terpana oleh tatapannya, aku memilih untuk menepis tangannya.

"Berhenti mempermainkanku. Belum puas apa merendahkanku?" dengusku kesal.

"Siapa yang ingin merendahkanmu? Aku cuma ingin tahu apa perasaanku."

Ucapan Taehyung kali ini benar-benar membuat kepalaku kosong.

"Ternyata kau cantik. Tidak cuma wajahmu saja, tapi hatimu juga. Aku akan merasa berdosa jika mencuri ciuman pertamamu," tambahnya.

"Hey, siapa yang bilang aku belum pernah ciuman! A-aku sudah," jawabku membela diri. Namun sayangnya ada suara sumbang di akhir kalimatku yang membuat Taehyung mendengus.

"Kenapa kau malu mengakuinya? Kalau belum pernah ciuman, bukankah itu suatu hal yang bagus?"

Tunggu, apa katanya?

"Itu berarti kau istimewa," tambah Taehyung, dengan diselipi senyuman samar yang bagiku cukup manis.

Segala sesuatu yang ada padanya sangat mempesona. Bahkan sikapnya yang acuh dan tegas sekalipun bagiku merupakan kharisma dari dirinya. Kalau ketampanan dan senyum manisnya itu adalah sebuah berkah.

Aku menunduk dalam. Dalam benak aku berpikir benarkah aku ini istimewa? Kupikir selama ini tidak pernah ciuman artinya pecundang.

Aku tidak siap dalam sebuah gerakan besar dalam hidupku seperti ciuman. Itu artinya aku harus menempelkan bibirku dengan bibir pria lain. Saling bertukar saliva, dan itu bagiku sangat menjijikan.

Bibir adalah salah satu mahkota berharga milik wanita, dan jika aku memberikan bibirku pada pria lain itu berarti aku telah kehilangan harga diriku. Lalu, bagaimana calon suamiku kelak?

Aku tidak mau suamiku kecewa karena aku telah memberikan harga diriku pada orang selain dirinya. Maka dari itu sejak awal aku berpikir untuk menjaga semua yang kumiliki dan membiarkan suamiku menjadi orang pertama yang membuka segelnya.

Aku termenung cukup lama hingga suara halus Taehyung kembali menghampiri dan membuatku spontan dilanda amnesia dadakan.

"Dan betapa bahagianya aku jika mendapatkan seseorang yang istimewa .." []

Subete For You [KTH-KJN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang