10.

1.7K 329 38
                                    

Meliuk diatas lantai mengkilap, tungkaiku yang tinggi sudah tidak sanggup lagi jika disuruh untuk wara-wiri kesana-kemari. Bahkan tanganku sudah berkeringat setelah lama menggandeng lengan Seok Jin selama menyapa orang-orang pentingnya.

"Kakimu sakit?" tanya Seok Jin yang menyadari rintihanku. Aku mengangguk.

"Duduklah, biar aku yang menyapa sisa tamunya," tambah pemuda tampan itu.

Ekor mataku langsung berlari pada dua sosok yang tengah memasang topeng keramahan mereka pada semua tamu. Aku tidak bisa langsung duduk begitu saja mengingat ancaman nenek sihir itu padaku sebelum pergi.

"Tidak papa. Biar aku yang urus ibumu," timpal Seok Jin yang tahu soal kecemasanku.

Maka, aku memisahkan diri dari tamu Seok Jin dan memilih untuk duduk di balkon belakang. Jauh dari tempat acara.

Ugh! Rasanya aku ingin melempar sepatu dengan hak tinggi ini ke udara supaya kakiku bisa merasakan nyamannya lantai datar ini. Tapi kurasa aku tidak bisa sampai acara ini berakhir.

Kepalan tanganku terus kugunakan untuk mengetuk pergelangan kakiku yang kram. Mumpung tidak ada orang, aku melepas high heels-ku kemudian meluruskan kaki di kursi panjang yang tengah kutempati.

Ahh .. rasanya nyaman sekali.

"Sedang mengutuk sepatumu?" aku terkejut oleh teguran Seok Jin yang tiba-tiba saja datang menghampiriku.

Pemuda itu terkekeh melihat kakiku yang telanjang.

"Menertawakan betisku yang besar?" gerutuku kesal.

"Tidak," tepis Seok Jin berusaha menahan tawa, pemuda itu lantas duduk di tepian kursi sembari menatapku dengan lucu.

"Tersiksa, ya?"

"Sejujurnya iya," jawabku seadanya.

"Harusnya kau bilang dari awal kalau kakimu sakit. Aku bisa surut Tony membeli sepatu yang lebih nyaman untukmu."

"Aku tidak punya waktu. Lagipula ini sepatu pilihan ibu. Ini disesuaikan dengan tinggi badanmu yang kelewatan itu. Supaya aku tidak terlihat seperti pecundang disampingmu," tuturku gemas.

Meringis merasakan perih pada jemari kaki saat kuregangkan perlahan, mendadak Seok Jin memasang air muka yang aneh. Dia tampak merasa bersalah. Pemuda itu meraih heels-ku yang tergeletak di bawah lalu menatap haknya.

"Tinggi sekali memang. Berapa senti?"

"Dua belas senti, kau puas?" dengusku pada Seok Jin yang menertawaiku dengan puas.

Pemuda itu lantas berjongkok di bawah kakiku, kemudian mengamati kakiku yang memerah.

"Astaga, sampai separah ini," gumam Seok Jin ngeri.

"Awh! Jangan pegang. Sakit," keluhku saat dia memegang kelingking kakiku yang mengelupas.

Tanpa banyak kata pemuda itu lantas beranjak pergi dan kembali dengan membawa salep dan plaster luka. Dengan telaten pemuda itu mengoleskan salep dengan jarinya, mengabaikan diriku yang meringis karena rasa perih. Lalu, dia memasang plaster pada jariku yang luka.

"Mau kubelikan sepatu baru?" tanya Seok Jin dengan tatapan mata yang menawan.

Aku menggeleng kuat, "tidak perlu. Hanya saja kalau boleh ... aku mau pulang," pintaku padanya.

Pemuda itu mendengus pelan, "tapi aku tidak bisa mengantarmu, Jennie. Hm .. mau istirahat di kamar hotel saja? Aku akan mengantarmu pulang setelah acara selesai."

"Tidak papa, aku bisa pulang sendiri. Kolegamu itu penting Seok Jin. Jadi jangan tinggalkan mereka demi aku, ya?"

Tampak sukar bagi Seok Jin untuk memutuskan. Namun aku berhasil membuatnya mengangguk setuju setelah memasang wajah memelas.

Subete For You [KTH-KJN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang