17

909 172 3
                                    

[Mau ikut menjemput Cooper disekolah?]

Ajakan Taehyung melalui pesan singkat kutanggapi dengan senang hati. Aku ingin melihat betapa menggemaskannya Cooper dalam balutan seragam sekolahnya yang baru. Pasti dia akan mengoceh banyak hal soal sekolahnya.

[Oke. Jemput aku di rumah]

Balasanku terkirim dengan cepat. Lalu kemudian aku beranjak dari bangku untuk bersiap-siap.

Ketika kakiku melangkah memasuki rumah, aku dihentikan oleh sosok ayahku yang berjalan agak tergesa.

"Lekas ganti pakaianmu. Kita ada pertemuan penting," begitu ujarnya singkat kemudian berlalu.

"Tapi, yah. Aku sudah punya janji."

"Batalkan janjimu. Lagipula tidak ada yang lebih penting dari pertemuan ini."

"Tapi .." suaraku melemah seiring dengan lenyapnya ayah dari pandangan.

Lalu, bagaimana ini?

Aku melirik jam dinding yang masih menunjukkan pukul 9 pagi.

Kalau aku berangkat sekarang, setidaknya nanti siang aku bisa membuat alasan untuk kabur dari pertemuan itu.

Akhirnya aku bertekad untuk mematuhi perintah ayah ketimbang dihukum kedisiplinan.

Sebelum berangkat, aku masih sempat menulis pesan singkat pada Taehyung.

[Jemput aku tengah hari]

[•••]


Ayah sangat sering mengadakan pertemuan dengan orang penting. Tapi dia jarang mengajakku jika orang penting yang ia temui juga tidak membawa anak mereka.

Kali ini aku cukup terkejut karena pertemuan di adakan di ruang privat hotel milik Seok Jin. Aku bahkan merasa heran bahwa ayah dan ibu Seok Jin berada di tempat yang sama juga.

"Selamat datang tuan Kim Jae Suk. Maaf mengganggu waktumu yang sibuk," sambut ayah Seok Jin sekadar basa-basi.

Ayah segera mengibaskan tangannya seraya mengerutkan matanya, "jangan sungkan. Kita ini sudah seperti keluarga. Bukan begitu?"

Kedua orang itu tergelak satu sama lain. Entah bagian apa yang pantas untuk di tertawakan, bahkan aku sendiri ingin muntah.

"Dimana Seok Jin?" kini ibu yang ikut sumbang suara.

"Dia sedang menemui klien bisnisnya dari Dubai. Sebentar lagi dia datang untuk bergabung," jawab ibu Seok Jin.

Oh, jadi ini pertemuan dengan keluarga Seok Jin? Taruhan, pasti mereka minta ayah untuk menanam saham di hotel baru mereka tempo hari itu. Ah, membosaaankan!

"Jadi begini tuan dan nyonya Kim," Ayah Seok Jin bersuara setelah kulihat ia melirik istrinya sekilas. Lalu ia berdeham sebelum melanjutkan, "kami mengundang kalian untuk membicarakan suatu hal yang penting."

Ayah dan Ibu mengangkat dagu mereka. Tampak wajah tamak mendominasi. Aku tahu mereka akan sangat tertarik jika berkaitan dengan harta.

"Kita tahu perusahaan kita adalah perusahaan yang terkuat di industri ini. Jelas dengan kerjasama yang kita jalin sejak lama, usaha kita tidak akan sia-sia. Aku juga sudah menjanjikan bantuan jika kau ingin masuk ke gedung biru, bukan?" Ayah Seok Jin berbicara dengan santai.

"Oh tentu, tuan Kim Seok Han. Aku sangat percaya dan mengandalkanmu," tambah ayah. Cih! Tampak sekali kalau dia sedang menjilat. Tentu saja, dia akan melakukan segala cara demi mencapai ambisinya meski harus menjilat kotoran tuan Kim Seok Han.

"Nah, maka dari itu aku berencana untuk memperkuat lagi kerjasama kita. Bukan sekedar menjadi sahabat atau saudara, tapi benar-benar menjadi keluarga."

Aku cukup terlonjak oleh pernyataan ayah Seok Jin barusan. Bahkan mataku tak berhenti untuk membaca gerak-gerik kedua orangtua Seok Jin demi mencerna maksud dari ucapannya barusan.

Otak ayah dan ibu yang sangat jenius pun tidak dapat mencerna ucapan relasi kerjanya tersebut dengan cepat. Mereka bahkan melongo seperti orang dungu.

"Bisa jelaskan dengan kalimat yang lebih sederhana, tuan?"

"Eh, begini. Ini sebenarnya permintaan istriku. Kami ingin melamar Jennie untuk Seok Jin, tuan Kim."

Tunggu, apa katanya?

Aku langsung panik mendengar pernyataan ayah Seok Jin yang bisa saja membuatku kena serangan jantung. Siapa yang akan menikah dengan siapa?

Ayah dan ibu, tentu saja mereka sama sekali tidak keberatan. Bahkan mereka tidak perlu bertanya dulu padaku untuk menerima lamaran laknat itu.

"Oh tentu, tuan. Kami sangat setuju, demi menjadikan  hubungan kerjasama ini menjadi seerat keluarga," ujar ayah dengan tawa menjijikan.

"Aku akan senang memiliki menantu seperti Seok Jin, nyonya Kim."

Kedua nyonya Kim itu tertawa bersama. Sementara aku? Tak punya kekuatan apapun diujung sini. Hingga emosiku meluap dan berpikir bahwa Seok Jin juga merencanakan ini semua bersama orangtuanya.

Kupikir dia adalah pemuda yang baik, tapi ternyata ada maksud dibalik kebaikannya padaku.

Tak berselang lama, sang pemeran utama pria muncul. Tampak tergesa, dia bergabung setelah memberikan salam pada semua orang.

Mataku menatap setiap gerak-gerik pemuda itu yang terkesan dibuat-buat. Lihat saja saat dia menatap kedua orangtuaku dengan sok polos.

Cih! Aku tidak akan tertipu lagi oleh kepolosannya.

"Jadi karena Seok Jin juga sudah ada disini, bisa kita tetapkan tanggalnya?"

How the fuck this situation?!

Belum bertanya padaku sebagai korban utama disini, tiba-tiba sudah main tentukan tanggal saja!

Tapi, percuma saja. Toh aku tidak punya hak untuk menolak disini.

Tetap saja, apa aku selamanya akan menjadi kelinci percobaan demi memuaskan keserakahan orangtuaku?!

[•••]

"Jennie, tunggu!"

"Berhenti menggangguku, kalian semua sampah!"

"Dengarkan aku dulu, Jennie. Aku bersumpah aku tidak tahu tentang semua ini."

"Kau bohong! Aku yakin kau ikut merencakan semua ini untuk menghancurkan hidupku bukan, hah?!"

Aku meraung frustasi. Tidak memperdulikan Seok Jin yang berusaha untuk menjelaskan semua omong kosongnya. Aku tahu, dia pasti hanya sok suci dan sok tidak terlibat dari semua kebusukan ini.

Sampai kapanpun aku tidak mau menikah dengan Seok Jin. Tidak!

Aku terduduk di sudut ruangan. Menangis histeris meratapi nasibku. Seok Jin mendekat, dia berusaha meraihku dalam pelukannya. Namun aku mendorong tubuhnya sampai terjengkang.

"Pergi! Pergi kau dari sini, brengsek!"

"Jennie! DIAMLAH!"

Aku tersentak kaget oleh suara Seok Jin yang menggema di seluruh ruangan. Otomatis tangisanku memelan menjadi isakan. Deru napasku terpacu tidak karuan. Sungguh, aku sudah seperti orang kesurupan saat mendelik menatap Seok Jin yang menatapku penuh arti.

"Tolong, percayalah padaku. Aku tidak tahu jika orangtuaku merencanakan ini semua. Aku juga barutahu saat itu. Jika aku tahu sebelumnya, aku akan meminta orangtuaku untuk membicarakan ini terlebih dahulu."

Suara Seok Jin membiusku dan entah kenapa aku berangsur tenang meski aku masih sedikit terguncang. Tanganku juga berangsur dilepas oleh Seok Jin. Dia membiarkanku untuk terisak seraya meringkuk.

"Aku akan coba bicara dengan orangtuaku. Akan kuusahakan semampuku. Jangan cemas."

Setelah itu Seok Jin mengusap kepalaku. Dia membantuku bangkit dan mendudukkanku di ranjang ekstra lebar, kemudian dia pergi.

Kuharap kau menepati janjimu, Seok Jin. []

Subete For You [KTH-KJN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang