09.

1.6K 302 12
                                    

Kakiku nyaris membeku.

Jemariku terus bergetar bersamaan dengan perasaan cemas yang mendera. Nyaris satu jam aku menunggu dengan gelisah setelah berhasil membujuk Cooper untuk tidur.

Belum nampak juga batang hidung si Taehyung yang tadinya pergi tanpa pamit dengan keadaan gusar. Sebetulnya apa yang sedang terjadi disini?

Menurutku, Cooper diberi kue oleh wanita muda yang tidak di kenalnya. Mungkin karena itu Taehyung cemas sampai harus keluar untuk mencarinya. Tapi apa guna? Wanita itu pasti sudah pergi jauh.

Tapi syukurlah Cooper tidak kenapa-kenapa.

Sesaat, aku teringat ucapan Cooper sebelum tidur.

"Hari ini hari ulangtahunku. Setiap tahun wanita muda itu yang memberiku kue dan hadiah. Tapi dia melarangku memberitahu Taehyung hyung. Biasanya aku akan menghabiskannya bersama teman-temanku di taman bermain. Tapi kali ini aku ingin memakannya bersama hyungku," bocah kecil itu bertutur sambil memainkan jari telunjuknya. Sementara aku mengusap kepalanya demi memberikan ketenangan supaya dia mau terus terang kepadaku.

"Kasihan Taehyung hyung. Dia tidak pernah makan kue ulangtahun," tambahnya lagi yang membuat hatiku terasa ngilu.

Semoga wanita yang dimaksud Cooper tidak memiliki niat buruk terhadapnya.

Tak berapa lama berselang Taehyung muncul. Dia berhenti sesaat ketika melihatku masih ada di rumahnya. Dia berjalan gontai memasuki halaman lalu menghenyakkan diri di bangku seraya mendesau lelah.

Aku menatap wajahnya yang gelisah sekaligus cemas. Mungkin banyak yang sedang ia pikirkan, soal Cooper tentunya. Yah, sedikit banyak aku tahu apa yang tengah dirasakan oleh Taehyung saat ini.

"Kau darimana? Cooper cemas menunggumu," tanyaku lembut. Aku tidak ingin menyinggung dirinya yang sedang sentimentil begini.

Taehyung mengatur napasnya seolah dia barusaja berlari sampai ke Jepang untuk meminjam alat ajaib Doraemon. Lalu, dia menolehkan wajahnya yang pucat padaku dengan garis mata datar.

"Jennie, boleh aku ..."

Taehyung menggantung kalimatnya. Mulutnya kini penuh karbondioksida yang berusaha ia ganti dengan oksigen. Aku menatapnya lekat, menunggu kelanjutan kalimatnya yang sempat lenyap. Namun kemudian, Taehyung roboh di pangkuanku.

Tidak, bukan arti roboh yang menggambarkan dia tumbang atau semacamnya. Dia benar-benar tampak kelelahan dan matanya tampak tidak baik. Meski agak terkejut, aku tetap membiarkannya berada dalam posisi ini sampai dia dapat menguasai dirinya.

Sementara hatiku bertanya-tanya, apa yang telah terjadi sebetulnya?

Percayalah, dalam posisi ini jantungku bereaksi. Aku tidak bisa menolak debaran ini saat kulihat wajah Taehyung dari jarak cukup dekat. Dia tampan. Memang sangat tampan. Sekalipun aku disuruh untuk menatapnya seperti ini semalaman, aku jamin aku tidak akan bosan.

Seandainya dia adalah patung, proporsi wajahnya nyaris sempurna. Seolah dipahat oleh seniman profesional. Mataku secara otomatis mengikuti lekuk wajahnya yang meliuk secara alami.

"Jadi," ucapku terjeda, "kau tadi pergi untuk mencari orang yang memberi kue pada Cooper?"

"Hm," jawabnya singkat.

"Sudah ketemu?"

Taehyung tidak menjawab. Dia malah terpejam dan tengah menikmati posisinya saat ini.

Baiklah. Akan kubiarkan dia seperti ini dulu. Memang berat menjadi orangtua tunggal seperti Taehyung. Hal-hal yang ditakutkan ya begini. Kalau tidak ada yang mengawasi Cooper, yang ditakutkan pasti orang jahat. Sementara Taehyung sendiri harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan Cooper.

Detik berikutnya mata Taehyung terbuka, tepat ketika aku tengah memperhatikan dirinya. Jadi, katakanlah aku kepergok dan sedang salah tingkah.

"Hari ini, hari ulangtahun Cooper," tutur Taehyung. Mataku mengerjap polos.

"Aku lupa. Tidak, setiap tahun aku memang lupa. Aku jadi merasa bersalah padanya," tambah pemuda itu. Binar dimatanya mendukung pernyataannya barusan sehingga tidak ada yang perlu diragukan.

Aku tahu itu. Cooper sudah cerita semuanya. Lalu kemudian aku menelan ludah.

"Lalu, kau tahu siapa orang yang memberi Cooper kue ulangtahun itu?"

Taehyung kembali mengabaikanku. Aku tahu pasti berat baginya untuk berbagi cerita denganku. Tidak papa. Aku paham. Dia sudah cukup lelah dengan kesehariannya, belum lagi ditambah dengan kejadian seperti ini. Lagipula siapa diriku untuknya? Kami bukan teman sejawat yang saling mengenal sejak kecil. Kami hanya dua manusia yang kebetulan bertemu dalam situasi yang menyebalkan dan kebetulan juga menjadi dekat berkat Cooper. Masih jauh dari kata pertemanan, bukan?

"Lelah? Mau kusiapkan air hangat?" tanyaku mengalihkan topik pembicaraan, melihat Taehyung tampaknya sedang tidak ingin bicara apapun.

"Cooper dimana?" tanya Taehyung, seolah dia baru teringat soal adik kecilnya.

"Dia sudah tidur. Dia ketakutan karena kau membentaknya. Tae, maaf jika aku lancang. Tapi, jangan selalu berteriak pada Cooper. Dia akan berterus terang jika kau bertanya baik-baik padanya."

Taehyung mengerjap sekali. Kulihat pandangannya tampak kosong.

"Aku memang payah," tuturnya lemah, "aku tidak bisa menjaga Cooper dengan baik. Aku bahkan tidak bisa menjadi kakak yang baik untuknya."

Suara itu terdengar begitu dalam dari lubuk hatinya.

Taehyung.

Dari sikapmu yang dingin, menyebalkan, dan tegas, rupanya kau adalah manusia yang lemah. Tidak ada yang bisa bermain dengan hatimu kalau begitu. Hanya kau sendiri yang bisa mengendalikannya.

"Menurutku kau kakak yang hebat. Kau tahu, Cooper pernah bilang padaku kalau kau adalah panutannya," iya, aku tidak bohong soal Cooper yang bilang begitu. Itu saat kami bermain pasir di taman Hangang.

Mata Taehyung tampak berbinar seolah dia mengatakan, 'benarkah?'

"Jadi, tetaplah jadi contoh yang baik untuk Cooper. Dia sangat menyayangimu lebih dari apapun."

Manik mata Taehyung menatapku lurus. Seolah dia sedang mencari sesuatu dariku.

"Bangunlah, akan kusiapkan air hangat sebentar."

Beranjak dari pangkuanku, aku melangkah masuk untuk menyiapkan air hangat untuk Taehyung. Namun saat itu, Taehyung menahan tanganku.

Aku jadi harus memperhatikan dia yang menatapku penuh arti sambil berkata dengan mata berkaca-kaca, "Maaf, Jennie." []

Subete For You [KTH-KJN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang