14

2.3K 293 60
                                    

15 menit kemudian, kami bertiga sudah berada di halte bis. Menunggu taksi lewat  untuk membawa kami ke rumahku.

Cooper yang sangat antusias disini, berkali-kali bertanya kemana kami akan pergi. Saat kujawab aku akan membawanya ke rumahku, dia justru menanyakan banyak hal yang membuatku luar biasa lelah.

"Rumah noona seberapa besar ?Noona punya kolam ikan? Ada berapa ikannya? Temanku punya perosotan di dalam rumahnya, apa noona juga punya? So Jung punya mainan kereta api yang bisa jalan sendiri. Dia bilang cuma rumah besar yang punya mainan kereta api uap. Apa noona juga punya?"

Aku meringis kaku pada Cooper yang menolak untuk berhenti bicara meski Taehyung sudah memperingatkannya. Dia justru lebih cerewet lagi saat bertanya dalam bisikan. Beruntung aku melihat taksi yang kami tunggu sudah tiba, hingga aku bisa membuat alasan untuk membendung semua keingintahuan si kecil Cooper.

"Nah, taksinya sudah datang. Kalau Cooper berjanji untuk jadi anak baik selama perjalanan, Noona janji akan memberikan buku cerita yang bagus untukmu," ujarku membujuknya.

Mata indah bocah itu membulat sempurna. Kurasa aku telah berhasil membujuknya untuk diam disaat Taehyung hanya bisa menggelengkan kepala saja.

"Sungguh? Pinky swear?"

Aku mengangguk mantap padanya dan syukurlah setelah bersorak senang, tak ada lagi pertanyaan membingungkan muncul dari bibir mungil si Cooper.

Sampai taksi itu melambat dan akhirnya berhenti di depan kami, aku berpikir untuk meraih gagang pintunya sebelum sesuatu yang cepat terjadi begitu saja.

Taehyung mendadak menyahut tanganku dan menyeretku lari. Tanganku sendiri spontan menarik Cooper yang nampaknya sama bingungnya denganku. Kuamati tengkuk pemuda itu dengan mata mengernyit.

Ketika aku hendak menanyakan apa alasannya membawaku berlari tiba-tiba, aku mendengar suara teriakan di belakang punggungku. Kepalaku menoleh sementara kakiku tidak mau berhenti untuk berlari meski aku tidak tahu kenapa.

Sekitar setengah lusin orang, dengan setelan jas hitam dan wajah sangar, berlari tepat di belakang kami. Mataku membulat, dan tanpa bertanya lagi kupercepat langkahku kemanapun Taehyung menuntun.

Sedikit kerepotan menghindari kejaran para preman itu mengingat kaki Cooper tidak bisa menjangkah lebih lebar dari kami. Aku kasiuan yang melihatnya kelelahan dalam berlari.

"Tae, Cooper tidak kuat," desakku dengan napas menderu. Namun Taehyung tidak merespon. Dia terus membawa kami berlari, berkelit di setiap gang, sampai akhirnya Taehyung membawa kami ke sebuah gang antara toko obat dan kedai yang cukup gelap. Tubuhku terlempar dalam pelukannya sementara kurasakan napas Taehyung yang berhembus tak terkontrol.

Dalam kurun waktu sekejab, bahkan sebelum aku bisa mengatur napasku sendiri dan menenangkan Cooper yang meringkuk ketakutan, kami mendengar suara langkah berdebam itu berhenti lalu berganti dengan suara geram yang saling bersahutan.

"Kemana si brengsek itu?"

"Aku melihatnya berbelok disini. Tidak mungkin dia hilang secepat itu."

"Aarg! Jangan sampai kehilangan dia lagi. Cari di seluruh tempat. Langsung bunuh setelah ketemu."

Jantungku semakin terpacu hebat, sampai nyeri kurasakan menghantam dada. Wajahku sudah panas, hidungku kupaksa menghirup oksigen dengan rakus. Aku tidak salah dengar, mereka ingin membunuh seseorang. Kulirik Taehyung yang nampaknya sigap mendengarkan, bola matanya mengawasi dari celah tembok yang lembab. Tidak mungkin mereka hendak membunuh Taehyung 'kan? Memang siapa sebenarnya si Taehyung ini.

Setelah mendengar umpatan kemarahan serta debaman suara kaki yang menjauh, barulah aku dapat menghela napas dengan lega. Pun begitu, Taehyung belum melepas pelukannya padaku. Jadi, aku hanya bisa memeriksa kondisi Cooper yang meringkuk dengan sekali lirik saja.

"Mereka sudah pergi, ayo lewat sini!" ucap Taehyung dalam bisikan.

Dalam diam, aku mengikuti tuntunan Taehyung yang mengambil arah berlawanan, sementara tanganku tak terlepas dari pergelangan mungil Cooper. Sama, mungkin yang dipertanyakan Cooper saat ini sama dengan apa yang aku pikirkan; Kenapa kita harus berlari dan siapa mereka itu?

Seumur-umur, aku belum pernah dikejar gerombolan preman sampai repot-repot bersembunyi di gang yang lembab. Dan perasaan gairah aneh itu cukup membuatku untuk mengenang kejadian absurd ini dimasa depan.

"Tae, siapa mereka?"

Belum sempat aku mendapat jawaban atas pertanyaanku, kaki Taehyung mendadak berhenti dan membuatku menabrak punggung lebarnya. Hal itu disebabkan oleh gerombolan gengster yang tadi mengejar kami, tahu-tahu sudah mengepung di depan.

Cengkeramanku menjadi kuat, sedangkan kugeser tubuh Cooper kebelakang punggungku. Tatapan mereka menandakan seolah mereka puas telah menemukan kami. Mengibaskan tangan kekarnya, kurasa mereka siap untuk menghabisi kami.

Rasanya aku ingin melolong minta tolong. Namun, alih-alih melolong sia-sia sebab gang yang kami tempati ini jauh dari jalan raya, aku memilih untuk kabur saja dan melapor ke polisi.

"Tae, kita kabur saja,"

"Tidak," tukas Taehyung tajam. Matanya nyalang. Kemudian dia berbalik dan berbisik padaku sebelum mendorongku untuk menjauh darinya, "Jennie, bawa Cooper pergi."

"Aku tidak bisa meninggalkanmu, Tae," rengekku cemas. Tentu saja, si Taehyung yang kering kerontang begitu menghadapi setengah lusin pria kekar yang nampaknya tidak keberatan untuk segera mematahkan kaki dan tangan Taehyung.

"Cepat! Bawa Cooper pergi," menatap iris mata Taehyung yang pekat, aku tahu bahwa aku tidak punya alasan untuk menolak.

Maka, aku menarik tangan Cooper untuk pergi mencari tempat yang aman meski aku tidak tahu itu dimana. Dalam deru napas yang memburu, aku menemukan sebuah gerobak sampah yang tergeletak begitu saja di gang sempit itu.

Kuangkat tubuh Cooper masuk ke dalam bak setelah aku sendiri menjebloskan diri disana lalu kemudian kami meringkuk bersama. Mendekap Cooper erat, aku tak dapat menepis kecemasan yang mencekik. Aku tidak bisa melihat apapun disini, tidak bisa memastikan apakah Taehyung baik-baik saja ataukah dia malah babak belur di serang para preman itu.

Kupikir opsi kedua itu lebih mungkin. Sebab, telingaku sayup-sayup menangkap suara hantaman serta erangan kemarahan di kejauhan. Bibirku tak berhenti merapal bersamaan dengan kucuran keringat di kening, semoga Taehyung baik-baik saja.

Lantas kemudian, hening. Mataku semakin waspada. Aku tidak tahu apa yang terjadi diluar sana. Telingaku berdengung, berdiri tegak ketika mendengar gemerasak datang mendekat.

Pelukanku semakin erat, mataku menelisik mencari benda apa saja yang dapat kugunakan untuk menghantam wajah siapa saja yang muncul disana. Sialnya, tak ada apapun disini kecuali ban bekas yang tengah diduduki oleh Cooper.

Baiklah, opsi lain hanya tersisa tanganku. Maka sembari menyiapkan kepalan tangan, mata dan telingaku tetap waspada. Sampai pada detik terakhir napasku nyaris tersendat di tenggorokan.

"Kalian disini rupanya," []

Hai anyeong!

Rindu aku? Serta bertanya-tanya kenapa nggak update2?

Wkwkwk..
So sorry.

Aku sibuk gaes. Dan karena aku belum beli hp baru karena yg lama ilang, kayaknya aku bakal semi hiatus.

Nggak lama kok. Aku juga bakal usahaian tetep update. Tapi kalian juga harus sabar, oke?

Ngomong-ngomong, HAPPY NEW YEAR DEAR! 🎉🎉🎊🎊🎇🎆

Subete For You [KTH-KJN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang