15.

1.2K 225 46
                                    

"Kalian disini rupanya."

Nyaris saja kulayangkan kepalan tangan ke wajah seseorang yang muncul di atas gerobak. Dalam sepersekon cepat otakku merespon wajah pemuda yang melongok diatasku dan lantas membuatku urung melepaskan hantaman payah dengan menghela napas lega.

"Hyung," rintih Cooper.

Ah. Tentu saja bocah kecil itu lebih lega daripada aku. Dia yang lebih tertekan dibanding aku. Begitu melihat wajah kakaknya, mata bocah itu langsung berkaca-kaca.

Taehyung kemudian mengangkat Cooper dalam pelukannya. Mendekapnya erat selama beberapa saat.

"Maafkan aku, Cooper," bisik Taehyung.

"Sorry, bisa bantu aku keluar dari sini?" selaku.

Taehyung mengangkat tubuhku dengan mudah dari dalam bak. Lantas, sebelum aku sempat mengajukan jutaan pertanyaan yang, sejujurnya, sejak tadi menggeliat di benakku, Taehyung mengusung kami pergi.

Yeah, aku tidak punya banyak kesempatan saat itu sebab Cooper menempel terus pada Taehyung sampai tiba di rumahku.

Kurasa dia tidak bisa menahan ketakutan yang ia rasakan selama hampir satu jam ketegangan tadi. Beruntung dia sedikit terhibur begitu melihat rumahku. Wajah pucatnya kembali berseri.

"Cooper, mau kutunjukkan sesuatu yang seru?" ujarku pada bocah tampan itu.

Si Cooper mengangguk. Lantas aku mengajaknya ke perpustakaan dan menunjukkannya beberapa koleksi buku dongeng serta mainan tua yang kumiliki. Menurutku, itu dapat menyembuhkan ketakutan yang ia rasakan meski untuk sekejab. Bocah sekecil itu memiliki daya ingat yang cukup kuat sehingga aku ragu kenangan buruk kami hari ini bisa ia lupakan dengan cepat.

"Tae, ikut aku."

Kutarik tangan Taehyung menuju ke dapur untuk mencari kotak obat disana. Taehyung terduduk di kursi tinggi tanpa berkomentar apapun. Yeah tentu saja. Mungkin otaknya yang sebesar otak udang sedang berpikir bagaimana sebaiknya dia menjelaskan situasi tadi.

Meski aku ingin sekali menghantamnya dengan berbagai pertanyaan, namun aku memilih untuk menunggunya bercerita dengan keinginannya sendiri.

Well, aku bersumpah, ini pengalaman paling menarik yang pernah aku alamai selama sisa hidupku. Sesaat tadi aku merasa sedang berada dalam film action. Maksudku aku menjadi pemeran utamanya, seorang mavia yang dikejar oleh segerombolan preman haus darah.

Rasa bergairah, tegang, takut, melebur menjadi satu. Akupun masih berpikir bahwa ini dejavu saat kuplaster tulang hidung Taehyung yang terluka.

Kuamati kedua manik mata legam milik Taehyung. Dia balas menatapku. Tapi tak kutemukan arti apapun di dalam sana. Seraut wajahnya pun seperti kertas putih bersih, tak tergambar apapun. Sebetulnya apa yang tengah ia pikirkan?

Aku beranjak dari tempatku berjongkok. Mengambil segelas air putih kemudian kembali ke sisi Taehyung.

"Tae, kau tidak memiliki apapun untuk dibicarakan denganku?"

Taehyung tak tampak terkejut dengan penuturanku. Ia tertunduk lesu, menatap gelas di hadapannya dengan deru napas yang coba ia atur.

"Kau berhutang penjelasan padaku karna insiden hari ini melibatkan aku!" imbuhku tidak sabar.

"Apa kau terluka?"

Aku mengerjap, "Tidak."

"Ada barang yang hilang?"

Aku mencoba meraba saku celana dan mengingat bahwa aku masih membawa slingbagku pulang dengan utuh.

"Tidak," balasku lagi.

Subete For You [KTH-KJN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang