19 | Rekognisi |

72 9 21
                                    

🎶Bagaimana mestinya
Membuatmu jatuh hati kepadaku?
Telah kutuliskan sejuta puisi
Meyakinkanmu membalas cintaku

Haruskah kumati karenamu
Terkubur dalam kesedihan sepanjang waktu?
Haruskah kurelakan hidupku
Hanya demi cinta yang mungkin bisa membunuhku?
Hentikan denyut nadi jantungku
Tanpa kau tahu betapa suci hatiku
Untuk memilikimu🎶

[On Mulmed :  Haruskah Kumati - Ada Band]

19 | Rekognisi|

"Ketika takdir cerita hati dimanipulasi. Perasaan dibohongi dan disakiti. Apakah masih sanggup menanti seseorang yang tak punya hati?"

~Te Extraño~

Jangan lupa follow Author🎀

Budayakan meninggalkan jejak. Vomment-nya ya♥

Karena itu sangat berarti untuk Author

Happy reading :D








"Alin!"

"Alin!"

"Alin! Tunggu gue!"

Suara itu terus mengusik indra pendengaran Alin. Membuatnya melangkah lebih cepat lagi. Namun, bagaimanapun ia akhirnya kalah. Tangannya tercekal lebih dulu. Membuatnya mau tak mau harus terhenti langkahnya.

"Tolong maafin gue." pintanya dengan suara lirih dan cukup serak.

Kedua mata Alin tak mau berpapasan sedetik pun dengan lawan bicaranya. Alin cukup kecewa. Alin cukup sakit hati. Alin lebih memilih menunduk.

"Gue mohon. Lo harus dengerin penjelasan gue. Gue ngaku, gue salah." ucapnya, lagi. Kali ini sedikit lebih kuat mencekal kedua tangan Alin.

Berusaha melepas, namun tak dapat. Alin menghembuskan napas kasarnya dan menabrak dengan serta merta kedua bola mata yang telah sedari tadi menunggu balasannya.

"Penyesalan memang selalu datang di belakang. Tapi nggak semua bisa terima dan kasih kesempatan baru setelahnya."

"Tolong, jangan begini!"

Mata Alin berkaca-kaca seketika ingatan tentangnya kembali lagi. Lagi, matanya akhirnya meneteskan air mata.

"Gue mau sendiri."

Perlahan Fian melepaskan tangan perempuan itu. Membiarkannya menjauh darinya, walau dengan berat hati dan sesak serta pilu dalam diri sendiri.

Sedang Alin, melangkah cepat ke belakang sekolah yang biasanya sepi tak terjamah oleh murid. Di tempat itu, tempat penumpahan berbagai kekecewaannya.

Dalam ramainya, ia merasakan sebuah kesepian hidupnya. Kedua tangannya menutupi wajahnya yang terbasahkan oleh air matanya. Berderai dengan deras dan jatuh tak terbatas.

"Jangan nangis lagi."

Isakan Alin seketika pun usai. Menoleh kecil pada samping kanan Alin. Sudah duduk seorang laki-laki yang telah membantunya.

Te ExtrañoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang