16 ~ SANG PENYELAMAT ~

104 16 5
                                    

Mata Nandia telah memerah, air bening itu masih tertahan dipelupuk matanya.

"Gue gak mau hal yang sama terulang lagi sama gue. Gue gue gak mau ngerasain sakit hati lagi." Nandia menyeka air matanya yang mulai tumpah.

Raka diam tak menatap kearah Nandia.

"Dengan mudahnya lo bilang gue bego, tolol atau apalah seterah lo. Kalo bisa gue pilih, gue gak mau pertemanan gue sama Rama gak jadi kaya gini. Lo fikir enak? Gue selalu nahan setelah kejadian waktu itu."

"Nahan apa Nan?" Raka mengangkat kedua tangannya geram kerhada ucapan Nandia barusan.

Kini Nandia diam. Matanya terus mengeluarkan air bening yang telah membasahi pipinya.

Sedih, cape serta bingung harus bagaimana lagi dengan situasi ini. Karna sebuah kepergian Nandia itu membuat masalah menjadi sepanjang ini.

"Nan, sebaiknya lo jelasin ke Raka semua!" ucap Rere agar tak menambah keributan ini.

"kalo lo emang punya alasan, kasih tau gue apa alasan lo?"

Nandia menghapus air matanya yang membasahi pipi. Menstabilkan napasnya. Dan pelan-pelan membuka suara.

"gue.."

"gue gak tau harus terima atau enggak waktu itu, yang ada difikiran gue, gue takut kalo putus sama Rama bakal lebih jauh dan mungkin jadi musuh sama dia.. Sepontan gue waktu itu pergi." Ucap Nandia yang memandang kearah depan dengan tatapan kosong.

"Fikiran lo terlalu jauh Nan. Lo tuh pengecut, berfikir negatif sebelum bertindak."

"Iya gue tau gue ini pengecut Ka, Gue ini pengecut." Nandia meraih tasnya yang dia letakan di meja hadapannya. Berlari keluar rumah Rere tanpa perintah pergi.

"Nan lo mau kemana?" panggil Rere.

Nandia menghapus air matanya yang terus keluar dengan tanganya kasar. Tak dihiraukan suara panggilan Rere.

"Nan.." Rere mengejar dan meraih tangan Nandia agar tak pergi.

"Lo mau kemana?" tanya Rere diambang pintu.

"gue mau pulang aja Re."

"lo nginep dirumah gue kan tadi janjinya, kenapa lo mau pulang sekarang?"

"gue gak bisa Re.. gue butuh waktu sendiri."

"Lo gue anter yaa, ini udah malem." Ucap Rere dengan nada khsanya.

Nandia diam tak menjawabnya.

"Biarlah Re, dia juga udah besar bisa jaga diri sendiri." Sahut Raka yang kini terduduk dikursi ruang tamu.

Rere menengok ke arah Raka. "Dia cewe Ka, Kalo kenapa-kenapa gimana? Gue yang udah minta izin nyokapnya jadi udah tanggung jawab gue."

"makasih Re, gue pergi sekarang." Dengan kalimat terakhir itu Nandia langsung pergi berlari keluar dari rumah semi minimalis itu.

"Nan.."

"Nan.."

Rere menghampiri Raka yang terduduk disana.
"Lo bisa ngomong begitu karna lo gak tau rasanya jadi dia Ka."

Raka menatap Rere yang berdiri dihadapannya.

"kenapa? sekarang lo bakal jadi kaya dia? lakuin! lakuin sesuai mau kamu." Perkataan Raka seolah menantang Rere untuk bertindak seperti Nandia.

Baru kali inilah selama pacaran Raka berkata seperti itu. Dengan penuh emosi, amarah yang memuncak. Rere sungguh tak percaya akan hal itu.

"Kenapa sih lo jadi gini Ka?" kening Rere membentuk garis bingung.

AMBISIUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang