Anxiety

125 9 0
                                    

Tanaka Midori

Aku membuka mata dan mendapati diriku berada di ruangan yang asing. Asing tapi nyaman. Aku berusaha untuk bangkit ketika menyadari sebuah tangan melingkari pinggangku.

"Jangan bangun dulu."

Aku menoleh ke balik punggung. Soonyoung berkata dengan suara lirih, namun enggan membuka mata. Lengan kanannya menarikku untuk kembali berbaring.

Aku tersenyum. Kini aku ingat hal apa saja yang semalam kami lakukan. Kasihan, sepertinya Soonyoung benar-benar lelah.

"Kau tidak bekerja?" tanyaku sambil membalikkan badan ke arahnya.

"Nggak mau kerja, tidak ada pekerjaan," jawabnya dengan nada imut.

Gosh, aku tidak percaya bahwa pria di hadapanku ini sudah menjadi kekasihku. Membayangkan bagaimana proposalnya tadi malam, membuatku tersenyum bodoh.

"Kenapa senyum? Ada hal lucu?" tanya Soonyoung. Pria itu mencubit-cubit pipiku pelan.

"Tidak ada," jawabku. "Aku hanya masih tidak percaya bahwa kau sudah resmi menjadi kekasihku."

"Kenapa tidak?" tanyanya lagi. "Kita bahkan sudah lama jalan layaknya sepasang kekasih. Sudah setengah tahun, kan?"

"Tapi tetap saja, menurutku ini hal baru dan berbeda. Pengalaman pertamaku," ucapku menjelaskan.

Soonyoung menatapku lekat. Ia kemudian mengecup dahiku lama. Ugh, rasanya aku ingin nangis lagi karena terharu. Baru pertama kali ini aku dekat dengan seorang pria dan ia menunjukkan seluruh perasaannya yang melimpah ruah.

"Aku akan menjagamu. Terima kasih karena selama ini telah percaya padaku," ucap Soonyoung setelah melepaskan ciumannya.

Aku mengangguk. "Gomawo Oppa."

Soonyoung diam. Sepersekian detik berikutnya, senyum lebar mengembang di wajahnya.

"Kau benar-benar suka menggodaku, huh? Coba panggil aku lagi." Well, Soonyoung terlihat suka dengan panggilanku.

"Soonyoung Oppa?" ucapku menurutinya. "Chagiya?"

Soonyoung tertawa puas. Ia mencubit pipiku dan memberikan hujan kecupan di seluruh wajah. Alhasil aku ikut tertawa karena kegelian.

Ponsel Soonyoung bergetar nyaring di atas meja. Tawa kami berhenti. Sambil meminta izin dengan lirikan mata, Soonyoung mengangkat telepon yang masuk.

Aku lihat perubahan wajah Soonyoung. Aku bahkan ikut cemberut ketika pria itu kesal. Hiks, aku takut ada panggilan kerja mendadak. Waktuku bersama dengannya jadi lebih sedikit.

"Ada masalah?" tanyaku was-was saat ia sudah selesai menelepon.

Soonyoung menggeleng. Ia kemudian menjatuhkan diri kembali ke atas kasur dan memelukku erat.

"Kau harus bekerja?"

"Tidak," jawabnya. Ia mengangkat wajahnya dari ceruk leherku dan memandangiku dengan tatapan yang sulit diartikan. "Hyesung marah-marah padaku karena tidak mengantarmu pulang semalam. Katanya ponselmu tidak bisa dihubungi."

Aku terperanjat kaget dan segera melompat mencari tasku. Setelah menemukan benda berbentuk segi empat itu dari dalam tas, aku segera mengeceknya. Ah, aku bahkan tidak sadar bahwa ponselku kehabisan daya. Segera saja aku men-charge dan menghidupkannya kembali.

"Hyesung marah besar?" tanyaku sambil kembali duduk di sisi tempat Soonyoung berbaring.

Soonyoung mengangguk. Ia mengerucutkan bibirnya. Dasar bayi besar.

"Biar nanti aku yang membujuknya," Aku mengelus rambut tebalnya yang mengembang. "Kau mau sarapan dulu?"

"Kau lapar?" tanyanya balik. "Aku lebih lapar terhadapmu daripada makanan," lanjutnya sambil tersenyum jahil.

Aku mencubit pinggang Soonyoung keras. Masih pagi ia sudah mau bermain-main. Kalau boleh jujur, aku saja masih lelah dengan permainan kami semalam.

"Aku lapar, terserah kau mau makan atau tidak," ucapku tegas sambil berdiri.

"Sebelum makan, mandi dulu yuk," ajak Soonyoung. "Aku sudah menyiapkan baju untukmu juga di dalam lemari."

Mataku melebar. Tak menunggu lama, aku memukulinya dengan bantal tanpa ampun.

Jadi dia sudah merencanakan hal ini baik-baik. Bahkan ia sudah berniat tidak akan mengantarku pulang. Pria memang berbahaya. Sepertinya amarah Hyesung beralasan. Aku tidak akan melindungi Soonyoung jika Hyesung belum puas memarahinya.

Aku dijebak!

---

Kwon Soonyoung

"Kemarin aku beli ini," ucap Midori antusias sambil menunjukkan alat-alat make up padaku. Ia meletakkan di atas meja rias dan sibuk memilih akan memakai riasan apa.

Aku memeluk pinggangnya dari belakang. Dibandingkan make up, aku lebih tertarik dengan wangi rambutnya. Yah, bukan wangi strawberry seperti biasanya karena ia memakai shampoo dari hotel.

"Bisa kau sedikit menjauh? Aku mau pakai bedak dulu," ucapnya dingin.

Mau tak mau aku menurutinya. Sebelum si nyonya besar makin marah. Aku duduk di kasur dan memandanginya dari samping.

Walaupun sudah sering melihat orang berdandan, entah mengapa aku baru sadar bahwa aktivitas ini begitu menarik. Aku mengamati tiap detail yang dilakukan oleh Midori. Mulai dari mengaplikasikan foundation, hingga memakai lipstick.

"Selesai," ucapnya senang. Ia merapikan peralatan dandannya dan kembali berkaca.

Midori memang jarang ber-make up, sama seperti Hyesung, sahabatnya. Namun setelah bercakap-cakap kemarin, aku jadi tahu alasannya menggunakan riasan dan bagaimana ia baru bisa melakukannya sekarang. Aku jadi menghargai usahanya.

"Well, may I ruin your lipstick?" tanyaku jahil.

Midori memberikan tatapan tajam padaku. "Stop it, pervert."

"Garang banget sih," godaku. "Kayak macan. Rawr."

Midori tidak mempedulikan ucapanku. Ia menyisir rambutnya yang kembali jatuh menjuntai setelah keramas. Gadis itu tampak puas dengan setelan yang aku beri. Jumpsuit celana panjang dengan motif bunga. Jangan lupakan sunglasses dan topi lebar.

"Kita jadi pergi?" tanyanya. Kali ini menghadap ke arahku.

Aku mengangguk. Dengan sebelah tangan aku menariknya hingga ia berdiri mendekat. Aku memeluk pinggangnya, masih dengan posisi duduk, dan menenggelamkan kepalaku di perutnya.

"Besok kau sudah kembali," ucapku lirih, nyaris tidak terdengar.

"Kita kan masih bisa bertemu. Aku janji akan menghubungimu tiap hari," balas Midori menenangkanku.

Aku mendongak. "Tapi kita terpisah jauh. Kau juga pasti akan sibuk bekerja setelah membuka workshop-mu. Mulai minggu depan aku juga akan sibuk syuting sebagai mentor acara survival."

"Jangan pesimis seperti ini. Kau bukan Kwon Soonyoung yang kukenal," balas Midori sambil menangkupkan kedua tangannya di wajahku. "Percaya saja, hubungan jarak jauh tidak seberat itu. Kita harus saling mengerti, kan?"

Aku mengangguk mendengar kalimatnya. Midori saja kuat, masa aku tidak? As expected from my girl, dia sangat dewasa dalam memberikan nasihat-nasihat dan solusi dari tiap permasalahan. Aku tidak salah pilih, hehe.

"Nah, sekarang," Midori melepaskan pelukanku di pinggangnya dan berjalan menuju ponselnya yang masih diisi ulang daya. Hiks, dia kembali menjadi Midori yang serius. "Aku harus memberitahu Hyesung bahwa kami sudah siap. Aku tidak mau ia menunggu terlalu lama."

Aku cemberut. Hyesung akan menculik Midori. Kekasih Jihoon itu memang punya waktu libur di hari Kamis ini, tapi dari sekian banyak hari kenapa dia harus mengambil Midori dariku? Huhu. Akhirnya aku memaksa ikut mereka berdua pergi. Dan... Jadilah acara double date, Jihoon-Hyesung dan Soonyoung-Midori. Padahal aku masih ingin berdua saja bersama Midori.

[SVT FF Series] Teach Me How to Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang