Really? Are You Mad?

109 9 0
                                    

Kwon Soonyoung

Tanganku meraba-raba nakas kecil di samping tempat tidur. Voila! Aku berhasil mematikan alarm di ponsel tanpa perlu membuka mata. Aku berniat kembali tidur ketika teringat alasan mengapa aku menyetel alarm sepagi ini.

"Midori!" seruku semangat sambil mengangkat kedua tangan ke atas tinggi-tinggi.

Jam masih menunjukkan pukul lima dini hari, namun hanya dengan mengingat gadis itu mampu membuatku lupa akan rasa lelah dan membuka kedua mata lebar-lebar. Aku terkekeh sendiri, teringat dengan percakapan dua hari lalu yang terjadi antara aku dan Midori lewat telepon.

Gadis itu mengamuk ketika tahu rencanaku untuk menghabiskan waktu di apartemennya. Namun, Midori tidak melarangku untuk datang. Sebagai gantinya, aku 'dihukum' dengan tidak boleh menghubunginya lewat pesan ataupun telepon selama seharian kemarin. Selain ia ingin agar aku fokus dengan jadwal syutingku, Midori juga sibuk dengan mengurusi pekerjaannya.

Ia kemudian mengizinkanku untuk 'bermain' di apartemennya selama sehari penuh sebagai reward. Tentu saja aku senang. Kemarin aku bertingkah uring-uringan tidak menentu seharian, tapi hari ini aku akan mendapat hadiah dari Midori. Aku bisa membayangkan bagaimana serunya mengekori gadis itu kemanapun dia pergi. Hehe.

Aku melompat dari kasur dan bergegas menuju kamar mandi untuk bersiap pergi. Bahkan Hansol, teman sekamarku, tidak terganggu sedikit pun oleh suara berisik yang aku ciptakan.

Hanya lima belas menit dan aku sudah siap dengan setelan terbaikku. Aku memasukkan semua makanan dan barang-barang ke dalam tas ransel. Konsepku adalah kencan sehari penuh di dalam rumah bersama Midori. Alias, bermalas-malasan bersama.

"Wah, aku akan senang jika kau mudah bangun pagi seperti ini untuk pekerjaan," ucap Junseo hyung sambil menguap. Aku meringis mendengarnya, tidak yakin itu sebuah pujian atau hinaan.

"Cepat hyung, aku tidak ingin menunggu lebih lama lagi," rengekku.

"Iya, iya. Biarkan aku cuci muka dan sikat gigi dulu," pintanya. "Kau hubungi saja dulu Tanaka-san. Aku tidak mau dia terkejut oleh kedatanganmu tiba-tiba di kediamannya."

"Aku sudah mengirimnya pesan tadi malam, dan dia bilang okay," jawabku cepat sambil menunjukkan layar ponsel berisi chat-ku dengan Midori. "Aku akan meneleponnya setelah berada di depan tempat tinggalnya. Aku tidak sabar melihat wajah baru bangunnya yang imut itu."

"Heol. Kau sudah dibutakan oleh cinta," ejek Junseo.

Aku mencibir balik. "Cepat hyung. Kau ini seperti nenek-nenek saja, geraknya lamban."

Junseo hyung menjitak kepalaku dan berlalu pergi. Aku mengelus puncak kepala sambil meringis. Aku sadar diri sih kalau aku ini menyebalkan, tapi tetap saja aku melakukannya.

--

Tanaka Midori

Aku menatap layar ponsel dan berkenyit bingung. Soonyoung meneleponku pukul setengah enam pagi? Ah, aku ingat! Hukumannya sudah berakhir dan dia akan 'berlibur' bersamaku hari ini. Terlalu banyak berpikir membuatku lupa akan janji yang telah kuberikan padanya.

"Aku sudah ada di bawah. Cepatlah turun," pintanya di telepon.

Tanpa menjawab, aku putuskan sambungan teleponnya. Aku terkikik geli. Dasar bayi.

"Midori, Midori, Midori." Soonyoung menyebutkan namaku dengan nada imut yang dibuatnya ketika melihatku turun menjemput.

Ah, aku ingin bermain-main sebentar dengannya. Berpura-pura tidak melihat, aku berjalan melewati dirinya dan menghampiri Junseo yang masih berada di dalam van.

"Selamat pagi," sapaku ramah melongokkan kepala melalui jendela samping sopir yang terbuka sebagian.

Junseo menatapku bingung. Ia melihatku dan Soonyoung bergantian.

"Ah, ya, selamat pagi, Tanaka-san," balasnya singkat.

"Apa kau sengaja tidak melihatku, huh?"

Soonyoung tiba-tiba sudah berdiri tepat di belakangku. Aku menoleh. Bibirnya mengerucut ke depan. Ia tampak jengkel. Seolah tak cukup melihatnya kesal, aku bersikap pura-pura terkejut akan keberadaannya.

"Sejak kapan kau ada disitu?!"

"Hukumanku bertambah?" tanya Soonyoung dengan raut wajah kecewa. "Bisa-bisanya kau bersikap seperti itu padahal aku sudah menunggu-nunggu saat ini akan tiba."

Tawaku pecah. Sungguh pagi hari yang menyenangkan.

Aku menarik pelan lengan jaket yang dikenakan Soonyoung, berusaha menarik perhatian pria itu. Well, aku masih belum berani untuk menyentuhnya duluan. Jadi segini saja cukup.

"Maaf, aku tidak tahan untuk mengerjaimu," ucapku tulus.

Soonyoung mengerjap-erjapkan matanya lucu. "Kau? Jahil padaku?"

Aku tersenyum lebar. Senyum tulus untuknya. Aku tidak menjawab keterkejutan Soonyoung dan mengucapkan salam perpisahan pada manajer Seventeen. Aku sengaja meninggalkan Soonyoung yang masih terpaku di tempatnya berdiri.

"Tunggu aku, Midori!" seru Soonyoung bergegas mengejar ketertinggalannya.

--

Soonyoung berdiri terpaku di depan pintu masuk. Aku menoleh ke belakang memandangnya heran. Sedari pintu masuk di bawah hingga selama berada di dalam lift, pria itu bahkan tidak mau melepaskan rangkulannya pada bahuku. Maka dari itu aku tidak tahu mengapa Soonyoung tidak langsung mengikuti langkahku masuk ke dalam apartemen setelah sampai.

"Kau mau berdiri di sana terus sampai kapan?" tanyaku.

"Apa ada orang lain selain dirimu disini?" tanya Soonyoung penuh selidik. Penasaran, aku berjalan menghampirinya dan ikut memandang ke arah dirinya melihat.

Mati aku! Atsuhiko meninggalkan topi dan jam tangan miliknya di atas lemari penyimpanan sepatu. Aku tidak bisa mengelak bahwa benda-benda itu milikku karena jelas saja bentuknya benar-benar model untuk cowok. Kenapa aku jadi merasa bersalah seperti ketahuan selingkuh?

"Itu milik Atsuhiko," jawabku sekenanya. "Kami membahas masalah pekerjaan hingga larut malam disini. Sepertinya ia lupa karena aku buru-buru mengusirnya sebelum kau datang."

Soonyoung melepaskan pandangannya dari barang-barang itu dan memandangku dengan tatapan tajamnya. Baru kali ini aku merasa terintimidasi oleh pria ini. Separuh nyaliku menciut seketika.

"Kau mengundang seorang cowok kesini dan menghabiskan malam hanya berdua saja?"

"Kau membuatnya seolah-olah melakukan hal aneh bersamanya disini," elakku. Aku jengah mendengar omelan Soonyoung dan berbalik badan. Terserah saja cowok itu mau berpikir apa. Mood-ku benar-benar jelek saat ini.

"Kau mengabaikanku sekarang?" protes Soonyoung. Pria itu mengikuti langkahku dan makin masuk ke dalam. "Kau tidak tahu betapa bahayanya bagi wanita dan pria dewasa berada di dalam satu ruang bersama dalam jangka waktu lama? Malam-malam pula. Apa yang ada dipikiranmu?"

"Berhenti menghakimiku seperti itu kalau kau tidak tahu apa-apa!" Tanpa sadar aku meninggikan nada suara. "Memang apa bedanya dengan dirimu sekarang berada di sini?"

Soonyoung terdiam. Ia berdiri terpaku pada tempatnya, hanya bisa memandangiku tanpa suara. Aku membuang wajah, enggan menatapnya. Inilah yang aku benci dari menjalin hubungan dengan seorang pria. Cemburu nggak jelas dan membuat pertengkaran sia-sia yang menghabiskan tenaga. Sungguh tidak efisien.

"Anggap saja seperti rumah sendiri. Kau boleh ambil makanan atau minuman yang kau mau dari dalam kulkas. Aku mau membersihkan diri dulu," jawabku akhirnya.

Tanpa melirik Soonyoung, aku melangkahkan kaki lebar-lebar menyeberangi ruangan dan masuk ke dalam kamarku. Aku tidak tahan dengan atmosfer yang berubah secara tiba-tiba ini. Ugh, benar-benar menyesakkan. Pertengkaran pertama kali setelah sekian lama bisa menghabiskan waktu berdua saja.

[SVT FF Series] Teach Me How to Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang